Sebelum bunuh diri, terpidana korupsi BNI terima surat eksekusi
Usai menerima surat eksekusi, Darul Azli tak pernah terlihat keluar rumah hingga ditemukan tewas.
Staf BNI Cabang Jalan Pemuda, Medan, Darul Azli (49), diduga bunuh diri karena akan dieksekusi dalam perkara korupsi. Sehari sebelumnya dia memang mendapat surat panggilan dari jaksa.
"Kita belum mengetahui motif pasti dari tindakan bunuh diri ini. Tapi di TKP kita menemukan surat panggilan menghadap jaksa untuk pelaksanaan eksekusi," kata Kapolsek Medan Area, Kompol M Arifin, Rabu (20/4).
Berdasarkan keterangan petugas keamanan Kompleks Perumahan Unimed, Jalan Pelajar Ujung, Darul menerima surat itu sehari sebelumnya, Selasa (19/4). "Setelah itu dia tidak keluar rumah, sampai akhirnya ditemukan gantung diri," ujar Arifin.
Darul diketahui hanya tinggal seorang diri di rumah itu. Seluruh keluarganya tinggal di Padang, Sumatera Barat. Sehari-hari hanya ada warga Tembung yang menjadi pembantunya.
Darul Azli ditemukan tewas bunuh diri di rumahnya Rabu (20/4). Dia gantung diri menggunakan kain di kusen pintu.
Darul Azli merupakan satu di antara tiga staf BNI Cabang Medan, yang menjadi terpidana dalam kasus korupsi kredit fiktif sebesar Rp 117,5 miliar. Di Pengadilan Tipikor Medan, dia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider satu bulan kurungan. Di tingkat banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan menambah hukumannya menjadi empat tahun penjara, dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Kasasi Darul Azli dikabarkan ditolak Mahkamah Agung.
Selain Darul, yang ketika itu merupakan Pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Cabang Jalan Pemuda, dua pejabat BNI lain juga terbelit perkara ini, yaitu Radiyasto dan Titin Indriani. Radiyasto merupakan Pimpinan Sentra Kredit Menengah (SKM) BNI Cabang Jalan Pemuda, sedangkan Titin Indriani merupakan Relationship BNI SKM Medan.
Darul, Radiyasto, dan Titin dinyatakan bersalah karena menguntungkan orang lain melalui analisa kredit sebesar Rp 133 miliar, untuk pembelian kebun kelapa sawit dan Pabrik kelapa sawit PT Bahari Dwi Kencana Lestari (BDKL). Dalam pengajuan kredit, Boy Hermasnyah selaku direktur utama PT Bahari Dwi Kencana Lestari (BDKL) memberikan jaminan sertifikat HGB 02, tertanggal 18 Agustus 2005, yang ternyata masih diagunkan di Bank Mandiri. Majelis hakim sepakat bahwa analisa kredit tidak dijalankan sesuai prosedur sehingga menguntungkan Boy Hermansyah.