Sekolah akui pelaku dalam video brutal SD Temanggung muridnya
"Permasalahan itu sudah diselesaikan dengan penandatanganan kesepakatan antara kedua belah pihak."
Pihak Sekolah Dasar (SD) Pringsurat I, Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, tempat di mana korban kekerasan Joan Choirulli Syandy (10) sempat bersekolah, membenarkan jika ada perkelahian antaran Chirul dengan empat siswa lain di sekolahnya.
Namun, permasalahan itu sudah diselesaikan dengan mempertemukan pihak orang tua Chirul, orang tua pelaku dan juga komite sekolah.
"Permasalahan itu sudah diselesaikan dengan penandatanganan kesepakatan antara kedua belah pihak. Bahkan, sudah ada kesepakatan mengenai biaya pengobatan untuk Chirul yang mengalami memar di kepala. Surat kesepakatan itu sudah ditandatangani tanggal 8 April lalu," tegas Kepala SD Pringsurat I, Mukhtasor saat dikonfirmasi wartawan di sekolahnya.
"Selain komite, kesepakatan itu juga dihadiri oleh wali murid kami yang bekerja di Polres Temanggung. Ada kesepakatan agar tidak naik ke atas masalah ini,” imbuhnya.
Mukhtasor menjelaskan, dalam kesepakatan itu sudah ada permintaan maaf dari orang tua pelaku kekerasan, termasuk dengan menanggung pengobatan. Namun demikian, dia mengaku tidak tahu bagaimana perkembangan dan pelaksanaan kesepakatan tersebut.
"Apakah pengobatan masih dijalankan atau tidak. Atau ada miskomunikasi antara kedua belah pihak, Mukhtasor juga mengaku tidak mengetahui secara pasti. Yang jelas kami terus mengawasi perkembangan Chirul usai kasus ini. Kami memonitor lewat kelas dan guru kelas,” ujarnya.
Muhtasor menambahkan, kekerasan yang dilakukan empat orang siswanya terhadap Chirul, siswa kelas IV, awalnya dianggap perkelahian biasa antar anak. Namun, video kekerasan itu disebar oleh perekamnya, yang diduga merupakan siswa kelas VI.
“Setahu kami, itu hanya tukaran (perkelahian) biasa antar anak kecil. Saya tidak tahu persis latar belakangnya bagaimana. Saat kejadian itu kami sedang mengecor musala. Beberapa hari kami tahunya setelah kejadian itu. Memang ada siswa kelas VI yang merekam dan menyebar luaskan,” katanya.
Mukhtasor mengaku tidak tenang dan dihantui perasaan takut dengan adanya video dari kamera ponsel itu. Padahal, kata dia, sekolahnya sedang gencar-gencarnya melakukan kurikulum. Namun demikian, dia mengaku sudah mendidik para pelaku kekerasan terhadap Chirul.
“Memang pelaku ini suka usil pada teman-teman sampai guru kelasnya bingung. Pelaku kami didik agar melakukan hal yang baik dengan teman-temannya. Termasuk kami juga lebih waspada dan memberikan pengawasan pada anak didik kami,” imbuhnya.
Disinggung alasan tidak naiknya Chirul dan harus pindah sekolah, Mukhtasor menjelaskan jika kepindahan Chirul merupakan keinginan dari orang tuanya. Ibu Chirul, Rondiyah sendiri yang meminta surat pindah setelah Chirul dinyatakan tidak naik kelas.
Akhirnya, karena orang tua Choirul meminta pindah sekolah, dia menyanggupinya dengan membuat surat pindah. Sementara, menurut wali kelas Chirul, prestasi akademik Choirul termasuk rendah.
“Gurunya juga sempat bilang kalau anak itu lebih baik ditinggal kelas saja. Saya juga terus memonitor lewat gurunya,” pungkasnya.