Soekarwo minta warga beri izin bangun tanggul permanen
"Soal ganti rugi itu nanti bisa dibicarakan, kalau perlu saya hantar ke Jakarta," kata Soekarwo.
Gubernur Jawa Timur, Soekarwo meminta warga korban lumpur panas Lapindo Brantas di Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo tetap tenang, dan mengizinkan pembangunan tanggul permanen di desanya.
Untuk itu, orang nomor satu di Jawa Timur ini meminta warga segera membuka pemblokiran jalan, agar pihak Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) bisa segera mendatangkan alat beratnya untuk pembangunan tanggul di sisi utara pusat semburan lumpur tersebut.
"Ini agar luapan lumpur tidak semakin meluas ke desa-desa lainnya. Jadi kalau bisa, warga segera membuka blokirannya," kata gubernur yang akrab disapa Pakde Karwo itu, Kamis (11/9).
Pakde Karwo juga mengimbau warga Desa Gempolsari untuk tetap tenang dan bersabar serta tidak menggunakan cara-cara kekerasan untuk menyampaikan tuntutannya soal ganti rugi.
"Soal ganti rugi itu nanti bisa dibicarakan, kalau perlu saya hantar ke Jakarta. Jangan sampai menggunakan cara-cara yang bisa menimbulkan gejolak," pintanya.
Sekadar tahu, penolakan warga atas pembangunan tanggul permanen itu, dibuktikan dengan memblokir jalan di titik 35 Desa Pajarakan, Kecamatan Jabon, di titik 41 Desa Besuki, Kecamatan Porong, dan titik 42 Desa Renokenongo. Pemblokiran dilakukan sebagai bentuk protes pembayaran ganti rugi.
"Sebenarnya lahan sudah ada dan sudah dibebaskan, maunya dibangun permanen, tapi didemo terus oleh warga, jadi ya hanya bisa dibuatkan tanggul dari sesek (anyaman bambu)," terang Kepala Desa Gempolsari, Abdul Haris.
Sebelumnya, warga Gempolsari yang merupakan warga di luar peta terdampak, menuntut ganti rugi penuh atas meluapnya lumpur panas Lapindo Brantas yang saat ini sudah menggenangi 20 rumah warga.
Warga mengaku, saat ini, ganti rugi yang diterimanya baru 20 persen saja. Warga meminta pembayaran itu segera dilakukan. Namun, dikhawatirkan, kengototan warga ini, bisa menimbulkan konflik horizontal antar warga. Sebab, warga dalam peta terdampak, saat ini, juga masih belum menerima ganti rugi penuh dari PT Lapindo Brantas.