Tempat parkir bodong, tapi tarif di stasiun Bogor bakal dinaikan
Tak sedikit yang mengancam akan memboikot alias menolak memarkirkan kendaraannya di area parkir Stasiun Bogor.
Rencana kenaikan tarif parkir yang akan diberlakukan PT Reska Multi Usaha (RMU), unit Usaha PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) di Stasiun Bogor menuai protes keras dari warga Bogor yang biasa menggunakan jasa transportasi massal itu.
Jika penyesuaian tarif itu benar dilakukan, tak sedikit yang mengancam akan memboikot alias menolak memarkirkan kendaraannya di area parkir Stasiun Bogor. Bahkan sejumlah pelanggan Kereta Rel Listrik (KRL) Commuterline mempersoalkan keselamatan dan kenyamanan fasilitas double decker (bangunan parkir motor dua lantai) yang sudah dua tahun berdiri tapi belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) dari Pemkot Bogor.
"Kalau benar naik, hingga mencapai Rp 10 ribu untuk sepeda motor. Saya terpaksa memilih menitipkan sepeda motor di luar (parkir liar) Stasiun Bogor lagi, maksimal biaya yang dikenakan hanya Rp 4000. Meski risikonya, ban sepeda motor yang parkir di Jalan Mayor Oking, selalu dikempiskan oleh petugas DLLAJ saat razia," ujar Dede Suhendar (38) warga Ciawi, Kabupaten Bogor saat ditemui di Stasiun Bogor, Rabu (10/02).
Kekesalan serupa diungkapkan, Rizki Mauludi (25) warga Bantarkemang, Bogor Timur, Kota Bogor yang setiap harinya menggunakan KRL Commuterline ke Depok untuk bekerja dan selalu menyimpan kendaraan sepeda motornya di area parkir Stasiun Bogor.
"Saya bingung dengan PT KAI, padahal belum lama naik, dari satu jam pertama Rp 3.000, kemudian satu jam berikutnya Rp 1.000. Nah sekarang tiap jam berikutnya jadi Rp 2.000. Kalau seperti kami mempertanyakan soal IMB bangunan parkir dua lantai yang sempat disegel tapi beroperasi kembali. Kebijakan penyesuaian tarif ini jelas sangat memberatkan. Jadi lebih mahal tarif parkir ketimbang harga tiket KRL Commuterline," kata Rizki.
Kalau seperti ini, dia bersama sejumlah penumpang lainnya siap mengikuti penyesuaian tarif, tapi berikan jaminan keamanan dan kenyamanan saat parkir di double decker yang hingga saat ini belum ada IMB. "Bangunan itulah baru dan belum sempat diresmikan jadi tidak ada jaminan aman dan kokoh bangunan tersebut. Karena saat ini Pemkot sendiri belum mengeluarkan izinnya," ujarnya.
Kalau kondisinya, seperti ini menurutnya sangat memberatkan dan membahayakan, sebagian besar para calon penumpang yang biasa memarkirkan kendaraannya di dalam Stasiun Bogor lebih memilih parkir di tempat penitipan liar. "Tarif maksimal Rp 8.000 saja sudah berat, sekarang sudah naik jadi Rp 10 ribu. Mending parkir di luar cuma bayar Rp 3.000 saja, meski harus di badan jalan dan bisa membuat semrawut lagi jalan di kawasan Stasiun Bogor," ujar Erika (18) warga Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.
Informasi diperoleh, sejak perluasan area parkir dan peningkatan bangunan gedung parkir dua lantai (double decker) pada 2014, Stasiun Bogor bisa menampung 5.000 unit sepeda motor. Sedangkan untuk kendaraan roda empat atau mobil kurang lebih 500 unit.
Sementara itu Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto saat dikonfirmasi membenarkan sejak dibangun dan dioperasikannya area parkir dengan menggunakan double decker belum mengantongi IMB. "Ya, double decker PT KAI saat ini baru tahap Amdalnya saja yang selesai, sekarang sedang dalam proses site plan menunggu persyaratan perbaikan gambar dari pemohon dan kondisi di lapangan double decker seharusnya belum bisa digunakan," ungkap Bima.
Lebih lanju dia mengungkapkan, berlarut-larutnya IMB double decker Stasiun Bogor dikarenakan PT KAI melalui konsultannya lambat menyerahkan revisi gambar site plan. "Seharusnya tidak difungsikan dulu kalau IMB belum keluar. Saya sudah komunikasikan dengan kepala Stasiun. Segera saya minta Satpol PP untuk dan memastikan tidak difungsikan (dioperasikan) sebelum IMB selesai," ujarnya.