Terbukti Korupsi, Bupati Nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono Divonis 8 Tahun Penjara
Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono terbukti melakukan tindak pidana korupsi karena terlibat dalam pengerjaan berbagai proyek di kabupaten itu, melalui tiga perusahaan miliknya, pada kurun waktu 2017 hingga 2018. Dia dijatuhi hukuman 8 tahun penjara.
Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono terbukti melakukan tindak pidana korupsi karena terlibat dalam pengerjaan berbagai proyek di kabupaten itu,melalui tiga perusahaan miliknya, pada kurun waktu 2017 hingga 2018. Dia dijatuhi hukuman 8 tahun penjara.
Hukuman itu dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Rochmad. Putusan dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Kamis (9/6). Putusan hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta agar Budhi dijatuhi pidana penjara selama 12 tahun.
-
Apa yang ditemukan KPK terkait dugaan korupsi Bantuan Presiden? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya dugaan korupsi dalam bantuan Presiden saat penanganan Pandemi Covid-19 itu. "Kerugian sementara Rp125 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, Rabu (26/6).
-
Kapan Bupati Labuhanbatu ditangkap KPK? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Bagaimana KPK menangkap Bupati Labuhanbatu? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Kapan KPK menahan Bupati Labuhanbatu? Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan sejumlah uang hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (12/1/2024).
-
Kenapa Bupati Labuhanbatu ditangkap oleh KPK? KPK telah menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
-
Siapa yang dilantik sebagai Pj Bupati Banyumas? Pj Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana melantik pejabat Bupati Banyumas, Hanung Cahyo Saputro di Gradhika Bhakti Praja Building, Komplek Kantor Gubernur Jawa Tengah, Jalan Pahlawan No 9 Semarang pada Minggu (24/9) kemarin.
Selain hukuman badan, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp700 juta. Jika tidak dibayar, harus diganti dengan kurungan selama 6 bulan.
Hakim juga tidak menjatuhkan hukuman tambahan berupa pembayaran yang pengganti kerugian negara sebesar Rp26,02 miliar sebagaimana tuntutan jaksa.
Gratifikasi Tidak Terbukti
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 huruf i Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada dakwaan pertama. Dia dinyatakan terbukti baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang seharusnya diawasinya.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan terdakwa tidak mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. "Terdakwa tidak mengakui perbuatannya," kata Rochmad saat membacakan hal yang memberatkan, seperti dilansir Antara.
Menurut hakim, meski tak lagi menjabat sebagai direktur di PT Bumi Rejo, PT Sutikno Tirta Kencana dan PT Buton Tirto Baskoro, setelah menjabat sebagai bupati, terdakwa terbukti tetap membantu menjalankan perusahaan-perusahaan itu.
"Secara tidak langsung terdakwa masih terlibat dalam pengelolaan perusahaan tersebut," tuturnya.
Terdakwa melalui orang kepercayaannya, Kedi Afandi, yang juga diadili dalam perkara ini melakukan pengaturan sedemikian rupa terhadap para kontraktor yang mengikuti lelang pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Banjarnegara.
Sementara berkaitan dengan dakwaan penerimaan gratifikasi, majelis hakim menilai terdakwa tidak menerima uang yang diberikan melalui Kedi Afandi. Atas putusan tersebut, baik jaksa penuntut umum maupun terdakwa sama-sama menyatakan pikir-pikir.
(mdk/yan)