Viral Pernikahan Beda Agama di Semarang, Ini UU Perkawinan yang Berlaku di RI
Konselor pernikahan tersebut, Ahmad Nurcholis mengatakan bahwa proses pernikahan beda agama tersebut tidaklah mudah.
Beredar sebuah video kompilasi foto di media sosial tentang pernikahan beda agama yang diduga berlangsung di Semarang, Jawa Tengah.
Dalam video kompilasi potongan foto tersebut memperlihatkan mempelai wanita menggunakan hijab dan busana pengantin, sementara pihak pria menggunakan setelan jas hitam. Di video tersebut diberikan keterangan bahwa akad dilaksanakan di sebuah hotel, sementara pemberkatan dilakukan di gereja.
-
Kenapa ucapan pernikahan penting? Tak sekedar mengikat janji suci, kedua pasangan juga akan berbagi kebahagiaan dengan keluarga dan orang terdekat mereka.
-
Kapan Diah Permatasari dan suaminya menikah? Mereka mengucapkan janji suci pada tanggal 5 April 1997. Kini, mereka telah menikah selama 24 tahun dan diberkati dengan kedua anak mereka.
-
Kapan Ghea Indrawari berencana menikah? "Fun fact, dari aku kecil, aku bilang ke teman-teman aku paling cepat nikah umur 30,"
-
Apa yang diklaim oleh unggahan yang beredar tentang akad nikah? Beredar unggahan yang mengeklaim per tanggal 1 Januari 2025, akad nikah hanya bisa dilaksanakan pada hari dan jam kerja saja. "PENGUMUMANPertanggal 1 Januari 2025Akad nikah hanya bisa dilaksanakan pada hari dan jam kerja saja," narasi yang beredar.
-
Bagaimana prosedur pembatalan pernikahan yang sudah terdaftar di KUA? Untuk prosedur pembatalan pernikahan, ada beberapa Langkah yang harus dilalui, yaitu:1. Penggugat atau kuasanya mendaftar gugatan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah untuk menghadiri persidangan.3. Tahap persidangan:Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan wajib mengikuti prosedur mediasi sesuai Perma Nomor 1 Tahun 2008.Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan, jawaban, replik, duplik, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian), Tergugat dapat mengajukan gugatan rekonpensi/gugat balik (pasal 132 HIR, 158 Rbg).4. Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah:Gugatan dikabulkan; Apabila Tergugat tidak puas, dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah tersebut.Gugatan ditolak; Penggugat dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah tersebut.Gugatan tidak diterima; Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, kedua belah pihak dapat meminta salinan putusan (pasal 185 HIR, 196 Rbg).Apabila pihak yang kalah dihukum untuk menyerahkan obyek sengketa, kemudian tidak mau menyerahkan secara sukarela, maka pihak yang menang dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang memutus perkara tersebut.Penyelesaian layanan perkara pada Pengadilan Agama Tangerang paling lambat dalam waktu 5 (lima) bulan, sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada 4 (Empat) Lingkungan Peradilan.
-
Bagaimana pernikahan tersebut dilakukan? Pernikahan tersebut selayaknya yang terungkap dalam video singkat unggahan akun Instagram @undercover.id beberapa waktu lalu. Video berdurasi pendek itu menampilkan momen sakral saat kedua mempelai tengah menjalani proses akad nikah. Diketahui, pernikahan tersebut berhasil digelar melalui jalur pendekatan taaruf dari kedua belah pihak.
Konselor pernikahan tersebut, Ahmad Nurcholis mengatakan bahwa proses pernikahan beda agama tersebut tidaklah mudah. Sebagai saksi pernikahan, Nurcholis mengungkapkan akad dilakukan di sebuah hotel Kota Semarang dan pemberkatan di Gereja St. Ignatius Krapyak.
"Sepasang kekasih yang menikah di Semarang tersebut harus melakukan konsultasi selama 2 tahun, sebelum dapat diputuskan menikah," kata dia.
Dia menuturkan, dirinya sudah membantu sebanyak 30 lebih pasangan yang menikah dengan agama berbeda.
Undang-undang Perkawinan di Indonesia
Merujuk pada peraturan, sampai saat ini regulasi yang berlaku di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pasal 2 ayat 1:
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan berdasarkan pada kehendak bebas para mempelai dan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 2 ayat 2:
Perkawinan dengan berbeda agama dan kepercayaan dapat dilakukan dengan memilih salah satu metode pelaksanaan berdasarkan pada kehendak bebas oleh para mempelai dengan pengukuhan kembali di muka pengadilan.
Pasal 2 ayat 3:
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara, dalam pasal 8 berbunyi, “Perkawinan dilarang antara dua orang yang: f. yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.”
Menggugat UU Pernikahan
Undang-undang pernikahan sudah beberapa digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Awal Februari 2022 lalu, seorang pria asal Papua bernama Ramos Petege menggugat Undang undang Nomor 16 Tahun 2019 tersebut.
Ramos mengajukan uji materiil terhadap pasal 2 ayat (1) dan (2) dan Pasal 8 huruf f UU Perkawinan yang dinilai bertentangan dengan prinsip kemerdekaan dan kebebasan beragama yang dijamin dalam ketentuan Pasal 29 Ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945.
Alasannya, dia gagal menikah karena perbedaan agama dengan pasangannya. Kekasihnya beragama muslim, sementara dirinya menganut katolik. Dia menilai undang undang tersebut merugikan dirinya.
"Pemohon adalah Warga Negara Perseorangan yang memeluk agama Katolik yang hendak melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita yang memeluk agama Islam," bunyi uraian dalam draft permohonan gugatan yang telah terdaftar dalam situs MK, dikutip Senin (7/2).
Dia menuturkan, penormaan dalam pasal tersebut menimbulkan ambiguitas dalam implementasinya. Padahal, perkawinan di Indonesia, melekat pada berbagai macam kultur, agama, budaya, suku, dan sebagainya dalam hukum perkawinan yang berlaku juga bersifat pluralistis antara hukum adat, hukum negara dan hukum agama.
"Oleh Karena itu, ketentuan dalam Pasal 8 huruf f menimbulkan kekaburan atau ketidakjelasan hukum dalam konteks perkawinan beda agama sebagai suatu peristiwa hukum yang diperbolehkan atau dilarang dalam hukum agama dan kepercayaan masing-masing," tutur dia.
Judicial review terkait UU tersebut juga pernah diajukan oleh Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Anbar Jayadi dan Luthfi Sahputra di tahun 2014 dengan perkara nomor 68/PUU-XII/2014. Hasilnya, MK menolak permohonan tersebut.
"Menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," demikian bunyi putusan MK, 18 Juni 2015.
Kementerian Agama
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi memastikan pernikahan beda agama yang viral di media sosial tak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).
"Peristiwa yang diduga pernikahan beda agama dan viral di media sosial itu tidak tercatat di Kantor Urusan Agama atau KUA," ujar Zainut dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Zainut mengatakan bahwa sampai saat ini regulasi yang berlaku di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam pasal 2 ayat 1 menjelaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.
Pasal ini pernah diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi pada 2014 dan sudah keluar putusan yang menolak judicial review tersebut.
"Artinya, ketentuan pasal 2 ayat 1 UU perkawinan masih berlaku," kata dia.
Wamenag mengajak masyarakat untuk melihat persoalan pernikahan ini dengan mengembalikannya pada hukum agama yang mengatur tentang perkawinan. Sebab, bagi dia, perkawinan adalah peristiwa sakral yang tidak bisa dipisah dari konteks agama.
"Bahkan di Islam, jelas bahwa perkawinan itu adalah ibadah, tidak bisa dilepas dari agama," kata dia.
(mdk/ded)