Wartawan Prancis yang diamankan di Papua langgar keimigrasian
"Mereka menggunakan visa turis, tetapi melakukan pekerjaan jurnalistik," kata Gardu Ditiro.
Kepala Kantor Imigrasi (Kanim) Klas 1 Jayapura Gardu Ditiro D Tampubolon menyatakan dua warga Prancis yakni Charles Thomas Tendeis (40) dan Valentine Sailen (25), terindikasi melanggar aturan keimigrasian di wilayah setempat.
"Ada indikasi pelanggaran keimigrasian, mereka menggunakan visa turis, tetapi melakukan pekerjaan jurnalistik ," katanya ketika dihubungi wartawan dari Jayapura, Papua, seperti dikutip Antara, Jumat (8/8).
Pada Kamis (7/8), Charles dan Valentine yang diduga sebagai sepasang kekasih diamankan polisi di salah satu kawasan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
Keduanya terlihat sedang berboncengan sepeda motor dengan warga setempat, sehingga aparat kepolisian curiga, mengingat Kabupaten Jayawijaya tergolong daerah rawan kasus penembakan oleh KKB.
Polisi Jayawijaya pun mendatangi warga asing itu untuk mengetahui maksud dan tujuan berada di daerah itu, apalagi ia terlihat mondar-mandir dengan sepeda motor di tengah malam.
Diberitakan sebelumnya, kedua warga asal Prancis yang bekerja di Arte TV Prancis, awalnya mengaku sebagai turis, tetapi setelah dimintai keterangan lebih lanjut pasangan ini mengaku sebagai jurnalis, meskipun mereka berada di Papua menggunakan visa turis.
Gardu mengaku sudah dikoordinasikan oleh Polda NTB terkait keberadaan dua warga Prancis itu, namun penyidik Kantor Imigrasi Jayapura belum melakukan pemeriksaan dari aspek keimigrasian, karena masih diperiksa penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Papua.
"Masih di Polda, nanti kami periksa, tidak dibolehkan warga asing menggunakan visa turis, lalu menjalankan tugas jurnalistik atau kegiatan yang bersifat kerja," ujarnya.
Dia menyebut kedua turis Prancis itu terindikasi melakukan pekerjaan jurnalistik seperti mewawancarai sejumlah narasumber di kawasan pedalaman Papua itu.
Bahkan, narasumber yang diwawancarai dikabarkan merupakan kelompok sipil bersenjata atau antek Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang selama ini menentang pemerintah dan aparat kepolisian serta TNI yang bertugas di kawasan tersebut.
"Mereka masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta, bukan masuk lewat Denpasar, Bali, kemudian menuju Papua hingga sampai di Kabupaten Jayawijaya," Kata Gardu.