4 Ramalan peta koalisi Pilpres 2014
Partai-partai menengah mendapatkan suara merata. Mereka semua akan menjadi barang seksi yang diperebutkan.
Hasil quick count Pemilu 2014 menghasilkan peta persaingan pemilihan presiden yang sulit ditebak. Sejauh ini, tidak ada partai yang bisa langsung mencalonkan presiden tanpa berkoalisi.
Partai-partai menengah mendapatkan suara merata. Mereka semua akan menjadi barang seksi yang diperebutkan. Berikut ini peta ramalan koalisi pilpres 2014 dari para pengamat dan praktisi lembaga survei:
-
Apa hasil Quick Count Charta Politika untuk Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka? Capres/Cawapres nomor urut 2: Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka: 57,26 persen
-
Mengapa hasil quick count Pilkada DKI 2017 sangat penting? Hasil quick count tersebut menjadi perhatian utama, karena sering kali memberikan indikasi kuat mengenai hasil akhir sebelum perhitungan resmi diumumkan oleh KPU.
-
Mengapa perolehan suara Partai Demokrat merosot di Pemilu 2014? Merosotnya perolehan suara ditengarai karena konflik internal dan beberapa tokoh partai yang terciduk kasus korupsi.
-
Apa itu quick count? Quick count adalah metode perhitungan cepat yang dilakukan oleh lembaga survei atau lembaga riset untuk memprediksi hasil pemilu berdasarkan sebagian data suara yang sudah masuk.
-
Apa hasil quick count Pilkada DKI 2017 putaran kedua? Hasil quick count Pilkada DKI 2017 putaran kedua menunjukkan bahwa pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno memperoleh dukungan sebesar 58,5%, sedangkan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat, mendapatkan dukungan sebesar 41,5%.
-
Kenapa quick count penting dalam pemilu? Quick count dapat memberikan gambaran awal tentang hasil pemilu sebelum real count selesai. Hal ini dapat membantu masyarakat untuk mengetahui perkembangan politik dan mengantisipasi kemungkinan konflik atau kontroversi.
Hanya ada 3 capres
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, memprediksi akan ada tiga calon pasangan presiden pada 9 Juli 2014 mendatang. Menurut Denny, calon presiden dari PDIP, dan Partai Golkar akan maju pada Pilpres nanti. Sedangkan sisanya akan diperebutkan antara Prabowo, Wiranto, dan peserta konvensi calon presiden Partai Demokrat nantinya.
"Capres nanti dari 2009, hanya ada tiga pasangan. Yang pertama dapat tiket pasti Jokowi dengan PDIP dan partai koalisinya, ARB dan Golkar dengan koalisinya, sisanya Prabowo, Wiranto, peserta konvensi Partai Demokrat, dan koalisi Partai Islam. Itu yang belum bisa dipastikan, siapa calon ketiga ini nantinya," kata Denny, kepada wartawan, Rabu (9/4).
Menurut Denny, peluang terbesar capres ketiga nantinya adalah akan diisi oleh Prabowo Subianto sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Namun demikian, mantan danjen Kopassus tersebut memerlukan koalisi dengan partai lain untuk tembus 20 persen suara.
"Kans terbesar, saya rasa Prabowo yang akan maju di Pilpres nanti. Tetapi perlu dukungan minimal 20 persen suara, dia pasti berkoalisi dengan partai lain," jelasnya.
Denny melanjutkan, tidak menutup kemungkinan jika kekuatan tiap calon presiden nantinya akan diusung oleh empat partai koalisi. Hal itu terlihat dari hasil prediksi perolehan suara di mana PDIP dan Golkar akan memimpin koalisi.
Ketat seperti Liga Inggris
Melihat perolehan suara quick count, PDIP menduduki posisi teratas diikuti Golkar serta Gerindra. Sementara Demokrat dan PKB saling bersusulan. Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi melihat tiga partai besar masing-masing PDIP, Golkar dan Gerindra pasti akan mengamankan raihan suara untuk mendapatkan tiket pencapresan. Masing-masing parpol belum di posisi aman karena raihan suaranya yang kurang dari batas suara pencapresan.
"Ini yang membuat peta persaingan capres-cawapres di 2014 serumit peta pertarungan sepakbola di klasemen Liga Primer Inggris," ujar Ari Junaedi kepada merdeka.com, Jakarta, Rabu (9/4).
Pengajar Program Pascasarjana di Universitas Indonesia (UI) itu yakin bila PDIP akan tetap fight mencapreskan Jokowi karena sedikit banyak raihan suara PDIP di Pemilu 2014 melejit ketimbang 2009 karena faktor Jokowi.
Sementara Golkar harus berkoalisi dengan parpol lain namun sosok ARB yang 'kurang laku' membuat parpol lain memilih aman dengan berkoalisi dengan PDIP atau Gerindra.
"Khusus untuk Gerindra, faktor Prabowo yang laris manis, membuat parpol lain juga tertarik merapat," kata Ari.
Lebih jauh, Ari berpendapat, secara chemistry PDIP baiknya berkoalisi dengan partai papan tengah seperti PKB, Nasdem, dan PAN. Sedangkan Golkar mau tidak mau harus merevisi pencapresan Ical dan harus realistis berkoalisi dengan parpol lain yang tentu keberatan dengan sosok ARB.
Teman Golkar yang pas untuk diajak koalisi, kata dia, tentu saja seperti Partai Demokrat. Sedangkan Partai Gerindra, harus merangkul partai-partai lainnya seperti PPP, PKS, Hanura, PBB dan PKPI.
"Saya justru melihat peran partai papan tengah akan sangat menentukan peta koalisi nanti. Raihan suara mereka yang cukup untuk menggenapi kekurangan raihan suara PDIP, Golkar dan Gerindra menjadi sangat seksi untuk diperebutkan," jelas Ari.
"Tetapi jangan dilupakan, walau tergolong mini dalam raihan suara namun dalam realitas politik permintaan mereka sangat "maksi". Posisi tawar mereka sangat sombong bahkan tergolong arogan. Sebaiknya partai besar macam PDIP belajar dari pengalaman pemilu lalu yang berkoalisi dengan Gerindra," tandasnya.
Peta koalisi rumit
Central Strategic and International Studies yang bekerjasama dengan Cyrus Network merilis hasil jajak pendapat exit poll pemilihan umum legislatif 2014. Dari hasil itu, mereka menyatakan dari hasil itu, didapat pertarungan partai politik ketat, dilihat dari selisih suara.
Menurut peneliti CSIS, Philip J. Vermonte, tiga partai masih menguasai posisi tiga besar dalam exit poll. Mereka adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, dan Partai Gerindra.
"Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mendapat 19,26 persen, Partai Golkar 12,86, dan Partai Gerindra 10,26 persen," kata Philip dalam jumpa pers di Pakarti Centre, Jakarta, Rabu (9/4).
Sementara itu, lanjut Philip, di lapis kedua ada enam partai bersaing ketat. Antara lain Partai Nasdem (4,64 persen), Partai Kebangkitan Bangsa (6,44 persen), Partai Keadilan Sejahtera (4,82 persen), Partai Demokrat (7,70 persen), Partai Amanat Nasional (4,43 persen), Partai Persatuan Pembangunan (4,28 persen), dan Partai Hanura (4,72 persen). Sementara di urutan buncit persaingan hanya diramaikan oleh Partai Bulan Bintang (0,77 persen) dan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (0,44 persen).
Philip mengatakan, jika kondisi itu terus terjadi, maka bisa dipastikan peta koalisi bakal lebih rumit dari perkiraan sebelumnya. Sebab, selisih suara di lapis pertama dan kedua sangat tipis.
"Selisih suara tiga partai teratas relatif tidak terlalu jauh. Maka dari itu, perolehan kursi di DPR akan menentukan arah baru koalisi berbeda dari yang selama ini diperkirakan," ujar Philips.
Ditentukan 4 Parpol
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan bila beberapa hasil penghitungan cepat atau 'quick count' tepat, maka di tangan empat parpol yakni PDIP, Golkar, Gerindra dan Demokrat, nasib Indonesia lima tahun ke depan ditentukan.
"Empat partai tersebut akan menjadi partai dengan perolehan di atas 10 persen," kata Hendri di Jakarta, Rabu.
Dikatakannya, baik PDIP maupun Golkar sebagai calon kuat pemenang pemilu legislatif sudah seharusnya merapatkan barisan menyambut Pilpres Juli 2014 mendatang.
Ia mengatakan, walaupun Gerindra berada di peringkat tiga atau empat, namun Prabowo sudah punya 'boarding pass' menuju kompetisi capres.
"Sebagai salah satu kandidat terkuat penantang Jokowi, koalisi Partai Gerindra pasti akan mengusung dirinya," katanya.
Menurut Hendri, Demokrat bila ingin menjagokan capres konvensi pasti akan mengumumkan jagonya, namun posisi cawapres yang paling memungkinkan.
"Posisi Cawapres adalah paling realistis. Kemungkinan Demokrat akan memilih di antara Dahlan Iskan, Anies Baswedan, Gita Wirjawan atau Pramono Edhie Wibowo," kata Hendri.