Ahok sebut jalur independen diambil karena sikap PDIP
Saat terjadi perseteruan antara Ahok dengan DPRD DKI terkait pembahasan APBD 2014, PDIP ikut meneken hak angket.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengungkapkan, salah satu alasan dirinya memilih jalur independen karena ulah dari PDI Perjuangan. Padahal sebelumnya, dia mengaku sempat ingin maju melalui jalur partai politik, namun hal tersebut diurungkan.
Basuki atau akrab disapa Ahok ini menceritakan, saat terjadi perseteruan antara dirinya dengan DPRD DKI terkait pembahasan APBD 2014, PDI Perjuangan ikut menandatangani hak angket. Alhasil ini menjadi titik balik sikap politiknya.
Setelah itu, mantan Bupati Belitung Timur ini bertemu dengan beberapa anak muda yang tergabung dalam Teman Ahok. Mereka mengatakan siap untuk mendukungnya dalam melakukan pengumpulan syarat maju independen.
"Sekarang ada Teman Ahok yang berjuang setengah mati kumpulin KTP, dari awal juga saya sudah ada PDIP yang pasti enggak perlu koalisi kok. Tapi tiba-tiba waktu itu kan ribut di DPRD nih, tiba-tiba semua nyerang saya, PDIP juga ikut tanda tangan mau impeachment, pemakzulan," katanya di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (27/5).
Ahok mengungkapkan awalnya tidak langsung percaya kepada Teman Ahok. Akhirnya, dia meminta kepada para relawan ini untuk mengumpulkan sebanyak 1 juta KTP.
"Lalu saya juga memberat mereka, 'Sejuta ya? Kalau enggak sejuta enggak usah ngomong dulu sama saya nih' lalu kapan mulai ngomong? Waktu sudah capai 500 ribu sekian, sudah bisa nyalon waktu itu," tutupnya.
Hak angket itu sendiri bermula saat DPRD mempermasalahkan pilihan Ahok yang menggunakan konsep e-budgeting dalam penyusunan APBD. Sedangkan Ahok menilai penggunaan konsep e-budgeting tersebut dimaksudkan untuk menciptakan transparansi anggaran.
Oleh karena itu, DPRD menganggap Ahok telah melakukan pelanggaran serius karena tidak mengirimkan Raperda APBD DKI 2015 yang menjadi usulan bersama anggota DPRD dan Pemprov DKI. Sementara itu, menurut Ahok, program e-budgeting dalam APBD DKI merupakan program sejak zaman Jokowi menjadi Gubernur DKI, sehingga harus tetap dijalankan.
Di sinilah perseteruan antara Ahok dan DPRD semakin memanas. Ditambah dengan sikap Ahok yang mudah marah dan berkata kasar, membuat DPRD semakin gencar berupaya menggulingkan Ahok karena dinilai tidak memiliki etika sebagai pemimpin.
Apalagi dengan adanya penemuan dana tak wajar dari pengadaan alat Uninterruptible Power Supply (UPS) di sejumlah sekolah di Jakarta yang jumlahnya mencapai Rp 6 miliar per sekolah. Hal ini membuat Ahok marah besar karena anggaran Pemerintah Provinsi DKI mengalami penggelembungan yang tidak masuk akal. Dia menuding ada dana siluman dipaksakan masuk oleh anggota DPRD lewat anggaran pendidikan.
Sementara itu, DPRD pun membela diri dengan terus menghujat Ahok dengan kritikan mengenai sikap Ahok yang tak beretika. Alhasil, keduanya malah makin doyan perang sindiran dengan kalimat kotor dan nama binatang di bawa.