Ahok sebut sudah tak zaman rebut kekuasaan dengan pengerahan massa
Ahok sebut sudah tak zaman rebut kekuasaan dengan pengerahan massa. Ahok mengatakan, saat ini sudah bukan lagi zaman barbar di mana memperebutkan kekuasaan dengan mengerahkan massa terbanyak. Sebab kini cara perebutan tersebut telah dimodifikasi dengan pemungutan suara.
Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut dua Basuki Tjahaja Purnama meminta semua pihak untuk berpikir jernih dan bertindak dengan tepat. Jika memang ada yang tidak setuju dengan dirinya kembali menjabat sebagai orang nomor satu di Ibu Kota maka lakukan saat pemungutan suara pada 15 Februari 2017.
Basuki atau akrab disapa Ahok ini mengatakan, saat ini sudah bukan lagi zaman barbar di mana memperebutkan kekuasaan dengan mengerahkan massa terbanyak. Sebab kini cara perebutan tersebut telah dimodifikasi dengan pemungutan suara.
"Makanya saya bilang kalau kita mau beradab dibuktikan 15 Februari. Kenapa sih takut sama Ahok? Kalau kamu bagus kamu buktikan dong kamu satu putaran. Ahok kalah ya sudah. Kenapa mesti pakai cara barbar, pakai cara turun," katanya di kediaman, Pluit, Jakarta Utara, Kamis (10/11).
Mantan Bupati Belitung Timur ini mengungkapkan, saat ini telah banyak beredar informasi akan adanya aksi susulan 4 November 2016. Di mana akan ada beberapa pihak yang kembali melakukan demonstrasi pada 18 atau 25 November 2016 mendatang.
"Kalau mau turun kayak begitu ini negara bakalan pecah. kita kembali ke zaman barbar lagi, jadi kalau mau mengalahkan orang ini datangkan 6 juta, terus ngapain hadap-hadapan 5 juta atau 6 juta, mau perang kolosal kayak perang zaman dulu yang perang berminggu-minggu, kan lucu," terangnya.
"Makanya sekarang kita ganti, yang sekali perang mati ratusan ribu dengan cara kertas suara. Kita enggak ada lagi zaman bawa-bawa massa. semua tentukan (saat pilkada), istilahnya peluru digantikan suara. Dulu pakai peluru sekarang kita ganti dengan kertas suara," tambah mantan politisi Gerindra ini.
Ahok mengungkapkan, adanya teriak-teriak penolakan setiap kali ingin melakukan kampanye telah dilaporkan kepada Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu). Sebab dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota melarang aksi tersebut.
"Sudah laporkan ke panwaslu. tinggal panwaslu lapor polisi atau tidak. polisi punya foto orang dan videonya lengkap kok," tutupnya.
Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta Mimah Susanti mengatakan, orang yang menghalang-halangi kampanye pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur bisa diberi sanksi pidana. Namun, tetap harus ada pelaporan yang dilakukan oleh anggota tim pemenangan atau siapapun.
"Tetapi kalau ternyata terbukti hanya pelanggaran administrasi maka kita akan laporkan dan serahkan ke KPU DKI untuk memberikan sanksinya. Kalau pidana kita serahkan ke polisi," katanya saat dihubungi, Kamis (10/11).
Berdasarkan, Pasal 187 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
"Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah)".