Anies Baswedan dan Gatot Nurmantyo, siapa lebih berpeluang di Pilpres 2019?
Zaenal menjelaskan, sejak Pilpres 2004, Indonesia masuk ke dalam era demokrasi media. Ini bukan term akademik, melainkan fenomena empirik yang terjadi di Indonesia. SBY dan Jokowi, dua presiden hasil pilpres langsung memiliki banyak perbedaan. Namun persamaannya, keduanya mampu memanfaatkan media secara baik.
Ketum Gerindra, Prabowo Subianto hingga kini belum mendeklarasikan diri maju Pilpres 2019. Sejauh ini, Prabowo menyatakan hanya menerima mandat dari Gerindra dan diminta untuk mencari rekan koalisi.
Sementara gerakan #2019GantiPresiden sudah gencar dilakukan kubu oposisi yakni Gerindra dan PKS. Sayang, gerakan yang cukup mendapat sorotan kubu Joko Widodo (Jokowi) ini belum memiliki capres yang pasti.
-
Bagaimana Anies Baswedan menanggapi kekalahan Pilpres? "Mau perjalanan yang nyaman dan enak, pilih jalan yang datar dan menurun. Tapi jalan itu tidak akan pernah mengantarkan kepada puncak manapun," ujarnya."Tapi kalau kita memilih jalan yang mendaki, walaupun suasana gelap ... kita tahu hanya jalan mendaki yang mengantarkan pada puncak-puncak baru."
-
Apa yang dilakukan Anies dan Cak Imin di acara penetapan Prabowo-Gibran? Anies-Cak Imin menjelaskan alasannya menghadiri acara penetepan capres-cawapres terpilih yang digelar KPU. "Ini sebuah proses bernegara dan kita menghormati proses bernegara ini hingga tuntas.
-
Siapa yang bertemu dengan Prabowo dan Anies Baswedan? Susi Pudjiastuti mencuri perhatian publik setelah melakukan pertemuan dengan Prabowo dan Anies Baswedan.
-
Kapan Anies dan Cak Imin menghadiri penetapan Prabowo-Gibran? Hari ini, Rabu (24/4), KPU akan menetapkan pasangan capres-cawapres nomor urut dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024-2029.
-
Siapa yang dijemput Anies Baswedan? Calon Presiden (Capres) nomor urut satu Anies Baswedan mendatangi kediaman Calon Wakil Presiden (Cawapres) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin di Jalan Widya Chandra IV Nomor 23, Jakarta Selatan, Jumat (22/12).
-
Apa yang disampaikan Anies Baswedan di sidang perdana PHPU? "Karena memang sebagai prinsipal di awal kami hadir menyampaikan pesan pembuka sesudah itu nanti disampaikan lengkap oleh tim hukum," kata Anies, kepada wartawan, Rabu (27/3).
Menguatnya popularitas #2019GantiPresiden menunjukkan masyarakat ingin pilihan alternatif dari dua kubu Jokowi dan Prabowo. Dengan kata lain, hastag tersebut tidak bisa lagi diklaim milik pendukung Prabowo, karena sebagian besar aktivis di belakang #2019GantiPresiden justru figur alternatif.
Analisa itu dikatakan oleh Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC), Dosen FISIP Universitas Al Azhar Indonesia, Zaenal A Budiyono. Menurut dia, ada dua nama kuat sebagai calon alternatif di kubu #2019GantiPresiden. Mereka adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo.
"Setidaknya ada dua nama (selain Prabowo) yang bisa dikatakan dekat secara politik dengan gerakan ini, yaitu Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan. Gatot memiliki modal sebagai mantan Panglima TNI, sementara Anies cukup banyak yang bisa dijual selama menjabat Gubernur DKI Jakarta," kata Zaenal dalam pesan singkat, Selasa (12/6).
Zaenal menjelaskan, sejak Pilpres 2004, Indonesia masuk ke dalam era demokrasi media. Ini bukan term akademik, melainkan fenomena empirik yang terjadi di Indonesia. SBY dan Jokowi, dua presiden hasil pilpres langsung memiliki banyak perbedaan. Namun persamaannya, keduanya mampu memanfaatkan media secara baik, yang pada akhirnya menghasilkan dampak elektoral.
SBY, kata dia, dikenal sebagai sosok yang cakap saat berbicara di media. Sementara Jokowi membawa media terus memburunya karena aksi-aksinya di lapangan yang berbeda dari banyak politisi lainnya.
Debat kandidat, menurut dia, juga akan mempengaruhi elektabilitas calon. Hal tersebut, lanjut dia, sudah terlihat saat Pilgub DKI 2017 yang membuat nama Anies Baswedan meroket mengalahkan calon kuat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Di Pilpres 2019, debat masih akan memberi pengaruh signifikan terhadap elektabilitas kandidat. Dalam kasus Gatot vs Anies, tanpa mengecilkan kemampuan debat Gatot, tampaknya Anies sedikit lebih unggul. Rekam jejak Anies di dunia aktivis, akademisi hingga politisi dan birokrat sangat dekat dengan tradisi debat. Sementara Gatot dengan latar belakang militer justru lebih dekat dengan tradisi komando. Kesimpulannya, sebagai aktivis Anies sedikit diuntungkan dengan sistem pemilihan langsung," jelas Zaenal lagi.
Tidak hanya dalam konteks demokrasi media, Zaenal melanjutkan, kinerja Anies selama memimpin Jakarta juga tak bisa dipandang sebelah mata. Ia bahkan sudah menyamai keberanian Ahok dalam menantang pemain-pemain lama di Ibukota.
Mulai dari menutup Alexis, menginvestigasi gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, hingga menghentikan proyek ratusan triliun, reklamasi teluk Jakarta. Semuanya adalah kasus-kasus raksasa yang tak mudah dilakukan oleh pemimpin kelas medioker. Meskipun, kata dia, Gatot bukan tidak punya prestasi selama menjadi Panglima TNI, namun sejauh ini tidak ada yang benar-benar monumental dan membekas di benak publik.
"Saya sebenarnya sangat tertarik dengan strategi pertahanan ala Pak Gatot yang berbasis perang memperebutkan sumber pangan dan proxy war. Ini merupakan pemikiran beyond military yang luar biasa. Namun konsep besar tersebut sepertinya belum tuntas dijalankan saat Gatot di pucuk pimpinan TNI," katanya.
"Akhirnya dengan berbagai variabel di atas, peluang Anies sedikit lebih besar untuk menang di era demokrasi media seperti sekarang ini," tutup Zaenal.
Baca juga:
PDIP buka peluang koalisi dengan Gerindra, asal Capresnya Jokowi
Amien Rais mau jadi capres, Puan pertanyakan partai mana yang mendukung
Soal koalisi dengan Demokrat, PDIP mengacu kerja sama di Pilkada serentak
Puan Maharani terima kasih pada AHY yang kritik revolusi mental
Sama-sama sibuk, Puan harap pertemuan dengan Prabowo digelar saat Lebaran