'Bunuh diri politik jika Jokowi berpisah dari Megawati dan PDIP'
Presiden Jokowi diharapkan untuk tidak goyah atas munculnya dorongan-dorongan pihak luar.
Dorongan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) memisahkan diri dari Megawati Soekarnoputri dan PDI Perjuangan dinilai semakin menguat sejalan dengan tak selesainya konflik KPK vs Polri. Namun, Presiden Jokowi diharapkan untuk tidak goyah atas munculnya dorongan-dorongan tersebut.
Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Haryadi, berpendapat, dorongan berpisahnya Jokowi dengan PDIP yang notabene sebagai partai pengusung, berasal dari figur atau faksi kelompok relawan pendukung presiden.
Menurut dia, dalam khayalan kelompok tersebut kalau pun nanti partai diperlukan, maka akan dibentuk partai baru yang anasir utamanya adalah kelompok itu.
"Menurut saya, jika langkah itu diambil Presiden Jokowi, mungkin saja Megawati dan PDIP akan sedikit merugi, tapi tetap akan eksis sebagai kekuatan politik besar. Karena pondasi Megawati dan PDI Perjuangan sudah kokoh. Sementara bagi Presiden Jokowi niscaya akan merupakan bunuh diri politik dan konyol," ujarnya, Jakarta, Rabu (11/2).
Haryadi menjelaskan, sikap anti-partai berarti menentang semangat konstitusi yang mengharuskan pengembangan demokrasi lewat pilar partai. Jika itu terjadi, kata dia, Presiden Jokowi akan kehilangan basis kekuatan di parlemen.
Haryadi mengatakan, mungkin saja ada partai lain yang siap mendukung Jokowi di parlemen, tapi kepentingannya semu dan sesaat. Jika demikian, pasti kinerja kekuasaan pemerintahan tidak akan efektif.
"Pada saat yang sama, memisahkan diri dari Megawati, maka Presiden Jokowi akan kehilangan patron ideologi nasionalisme-kewargaan. Juga, Presiden Jokowi akan mudah dicap sebagai pengkhianat politik," jelasnya.
Oleh karena itu, kata dia, yang diperlukan Presiden Jokowi sekarang justru adalah menguatkan kembali jalinan komunikasi dan ikatan politiknya pada Megawati dan PDIP. Kecuali jika memang Presiden Jokowi ingin bunuh diri secara politik.
Baca juga:
Mantan pesaing Jokowi, mencalonkan diri sebagai wali kota Solo
PDIP ancam 'Trio Macan Istana' jangan coba ganggu Nawa Cita Jokowi
Jakarta banjir, Menteri Puan minta segera lakukan perbaikan drainase
Politikus PDIP: Polri dan TNI digaji negara, jangan saling bentrok
Serahkan bukti kasus Samad, Hasto siang ini datangi KPK
-
Bagaimana hubungan Jokowi dan PDIP merenggang? Diketahui, hubungan Jokowi dengan partai Pimpinan Megawati Soekarnoputri itu merenggang saat keduanya beda pilihan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
-
Apa yang dikatakan Habiburokhman tentang hubungan Jokowi dan PDIP? Habiburokhman menyebut, sejumlah orang yang kalah pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah move on, usai pesta demokrasi tersebut dianggap berakhir. "Mungkin dari 100 persen sudah 60 persen orang move on. Kemudian juga tahapan kedua hari ke hari misalnya adanya statement dukungan, statement selamat dari kepala-kepala negara penting di dunia itu mungkin membuat sekitar 80 persen orang move on. Terakhir penetapan KPU kemarin mungkin sudah 95 persen orang move on," jelasnya.
-
Apa yang dibicarakan Prabowo dan Jokowi? Saat itu, mereka berdua membahas tentang masa depan bangsa demi mewujudkan Indonesia emas pada tahun 2045.
-
Mengapa Prabowo dan SBY ingin bertemu Megawati? Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan keinginan untuk melakukan pertemuan dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Siapa saja yang mendampingi Jokowi? Sebagai informasi, turut mendampingi Presiden dalam kegiatan ini adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, Gubernur Jambi Al Haris, dan Pj. Bupati Merangin Mukti.