Cerita Ganjar soal Kesulitan Guru Ngaji di Boyolali Tak Bisa Berobat Karena KIS Diblokir
Seorang guru ngaji tak bisa berobat menggunakan Kartu Indonesia Sehat (KIS) karena kartunya terkena blokir.
Ganjar Pranowo saat bertemu dengan guru ngaji tersebut
Cerita Ganjar soal Kesulitan Guru Ngaji di Boyolali Tak Bisa Berobat Karena KIS Diblokir
Seorang guru ngaji tak bisa berobat menggunakan Kartu Indonesia Sehat (KIS) karena kartunya terkena blokir. Temuan itu didapat Calon Presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo saat bertemu dengan guru ngaji tersebut di Boyolali, Jawa Tengah.
"Jadi saya kemarin di Boyolali ada guru ngaji. Mohon maaf rumahnya tidak layak huni, penghasilan seikhlasnya dari keluarga-keluarga yang membantu," kata Ganjar.
Ganjar mengatakan, sang guru ngaji merupakan penerima manfaat Kartu Indonesia Sehat. Namun, sayangnya kartu tak bisa terpakai karena permasalahan administrasi. Padahal, saat itu sang guru ngaji kondisi sedang sakit dan sangat membutuhkan layanan kesehatan.
"Yang menarik pada saat dia menerima jaminan kesehatan pas sakit diblokir. Akhirnya beliau membuat testimoni kebetulan orangnya ada, saya panggil, cerita testimoni soal jaminan kesehatan yang terblokir, ujar Ganjar.
"Siapa kemudian yang bertanggung jawab? Padahal kategorinya tidak mampu,"
sambung Ganjar.
Ganjar memperkenalkan KTP Sakti, salah satu program unggulan Ganjar-Mahfud bila terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Menurut dia, KTP sakti mampu mempermudah masyarakat untuk mengakses layanan yang didapat dari pemerintah.
"Jadi yang dapat jaminan seperti beliau tidak perlu repot nyimpen geg terus blokir. Wis digawe otomatis," ujar dia.
Ganjar juga memperkenalkan program unggulan berupa pemberian dana insentif untuk guru keagamaan. Ganjar menyiapkan anggaran 4 triliun agar program bisa berjalan.
Menurut dia, kebijakan ini pernah dijalani semasa menjabat sebagai Gubernur Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah.
"Kita sudah launching ya waktu Pak Mahfud di mana, Sabang. Kita melaunching bahwa seluruh guru agama, guru ngaji akan mendapatkan insentif karena praktik ini pernah kita lakukan waktu di Jawa Tengah," ujar dia.
"Kita pernah menghitung-hitung waktu itu anggarannya kurang lebih 4 triliun lah kalau pake pola Jawa Tengah. Insya Allah mudah-mudahan ini bisa berjalan karena kita punya kepentingan yang lain," sambung dia.
"Insya Allah kalau ilmu agamanya bagus, budi pekertinya bagus kan hubungan sosialnya menjadi bagus. Maka anak-anak ini bertemu dengan orang yang berbeda golongan, berbeda agama, berbeda suku mereka akan merasa mereka saudara saya sebagai warga negara Indonesia," tandas dia.