Gerindra dan Demokrat Bergabung di Kabinet Jokowi, Ini Kata Akbar Tandjung
Politisi Senior Partai Golkar, Akbar Tanjung memiliki pandangan terkait manuver Partai Gerindra dan Partai Demokrat yang ingin menduduki posisi menteri di Kabinet Kerja Jilid II.
Politisi Senior Partai Golkar, Akbar Tanjung memiliki pandangan terkait manuver Partai Gerindra dan Partai Demokrat yang ingin menduduki posisi menteri di Kabinet Kerja Jilid II.
Padahal, semula Partai Gerindra dan Partai Demokrat bukan menjadi pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang terpilih pada Pemilu serentak 2019.
-
Apa yang terjadi di Bukber Kabinet Jokowi? Bukber Kabinet Jokowi Tak Dihadiri Semua Menteri 01 & 03, Sri Mulyani: Sangat Terbatas
-
Mengapa Pak Jokowi diundang ke Apel Kader Partai Gerindra? Bapak Presiden diundang acara Apel Kader Partai Gerindra pada hari Sabtu, 31 Agustus 2024 Pukul 19.00 WIB. Rencana Bapak Presiden akan hadir dan memberi Sambutan
-
Apa yang diusulkan oleh Partai Demokrat terkait penunjukan Gubernur Jakarta? Hal senada juga disampaikan Anggota Baleg Fraksi Demokrat Herman Khaeron. Dia mengatakan, pihaknya tetap mengusulkan agar Gubernur Jakarta dipilih secara langsung. "Kami berpandangan tetap, Pilgub DKI dipilih secara langsung. Bahkan wali kota juga sebaiknya dipilih langsung," kata Herman Khaeron.
-
Kapan Partai Demokrat dideklarasikan? Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2002 di Jakarta Hilton Convention Center (JHCC), Partai Demokrat dideklarasikan.
-
Apa yang mungkin diberikan Jokowi untuk Kabinet Prabowo? Tak hanya memberikan pendapat, mantan Wali Kota Solo tersebut juga bisa memberikan usulan nama untuk kabinet mendatang.
-
Kapan poster susunan kabinet Prabowo-Gibran beredar? Sebelumnya sempat tersebar poster bocoran nama para tokoh yang diduga akan masuk kedalam jajaran kabinet Prabowo-Gibran yang menjadi viral ditengah proses rekapitulasi suara.
"Wajar saja kalau seandainya yang duduk dalam kabinet adalah mereka-mereka yang bukan pendukung Pak Jokowi," ujar Akbar dalam diskusi di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Sabtu (19/10).
Kewajaran itu karena dalam Pemilihan Umum 2019, persaingan dua kubu lebih tepat dikatakan sebagai suatu kontestasi daripada hubungan koalisi-oposisi.
"Saya kira dalam khasanah berpolitik kita, barangkali kurang begitu tepat jika kita menggunakan istilah oposisi," ujar Akbar.
Akbar melihat partai-partai politik secara bersama-sama bertransformasi menguatkan kelembagaan dan kekuatan politiknya untuk meningkatkan mekanisme 'checks and balances'.
Penguatan itu mengingat di dalam berpolitik sangat erat kaitannya dengan kekuasaan. Kata Akbar, 'checks and balances' diperlukan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
"Kekuasaan itu tentu harus diimbangi, selalu diawasi, itu yang dinamakan mekanisme 'checks and balances'. Partai-partai memposisikan kekuatan membangun sistem politik berbasis kepada sistem 'checks and balances'," ujar Akbar.
Mekanisme 'checks and balances' merupakan tatanan penyelenggaraan negara yang memberi kewenangan antarlembaga kekuasaan negara (legislatif, eksekutif, yudikatif) untuk saling mengontrol dan menyeimbangkan pelaksanaan kekuasaannya masing-masing.
Oleh sebab itu, Akbar mengatakan sah-sah saja bila setiap partai politik yang berkontestasi dan tidak mendukung Presiden terpilih, Joko Widodo, menduduki posisi menteri di kabinet dalam rangka memperkuat mekanisme 'checks and balances' tadi.
"Demi kemajuan bangsa kita, komitmen kebangsaan kita, komitmen nasional kita, demi semangat membangun sumber daya manusia unggul menuju Indonesia maju," ujar Akbar.
Baca juga:
Nasir Djamil: DPP Dapat Info Ada Keinginan Jokowi Rangkul PKS
Waketum Tak Ingin PAN Tambah Beban Jokowi dengan Gabung Pemerintah
Ryamizard Soal Isu Prabowo Ingin Menhan: Dia Tujuannya Jadi Presiden
Jika Gerindra Gabung Koalisi Jokowi, Bagaimana Dampaknya ke Ekonomi?
Golkar Yakin Pemerintahan Jokowi di Periode Kedua akan Lebih Baik
Hasto Soal Pengumuman Kabinet: Paling Lambat Rabu