Golkar masuk 'perangkap politik' di bawah kepemimpinan Setya Novanto
"Golkar tersandera oleh sosok Setya Novanto yang banjir sentimen negatif."
Hasil Munaslub Partai Golkar di Bali menempatkan Setya Novanto sebagai ketua umum baru untuk periode 2016-2019. Tugas berat berada di tangan mantan ketua DPR itu untuk mengembalikan kejayaan Golkar terutama di Pemilu 2019 mendatang. Sayangnya, sosok Novanto yang memiliki citra kurang baik di mata publik akan menjadikan Golkar seolah berada di dalam perangkap politik.
Bukan pertarungan delapan calon ketua umum yang menarik dalam perhelatan Munaslub Golkar yang ditutup Mendagri Tjahjo Kumolo, Selasa (17/5) kemarin. Namun, intervensi dari Istana yang terlihat jelas membelah Golkar menjadi dua kubu.
Adalah Wapres Jusuf Kalla dan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan yang tampil mewakili Istana menjadi pengendali dinamika Munas tersebut. Jusuf Kalla dan Luhut meski sama-sama mewakili penguasa, namun ternyata tidak berada dalam gerbong yang sama. Kentara sekali Luhut seolah berperan sebagai 'ketua tim sukses' Setya Novanto sedangkan Jusuf Kalla mencoba tampil elegan seolah netral namun tidak menghendaki Setya menjadi ketua umum Golkar.
Pernyataan Luhut yang mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo tidak nyaman apabila ketua umum Golkar merangkap sebagai pejabat publik merupakan indikasi nyata adanya intervensi penguasa terhadap urusan rumah tangga Golkar. Tidak semestinya seorang Menko Polhukam mengeluarkan pernyataan demikian seolah kita masih hidup dalam masa Orde Baru yang mana ketua umum terpilih harus sesuai dengan keinginan penguasa.
"Mestinya penguasa bisa menahan diri untuk tidak tampil kentara dan dominan mengendalikan arena Munaslub Golkar. Bagaimanapun, kita maklumi bahwa setiap penguasa berkepentingan untuk mewujudkan stabilitas politik yang efektif, namun tidak mesti melakukan intervensi terlalu dalam. Walau Jusuf Kalla dan Luhut adalah kader tulen Golkar namun harus bisa menempatkan diri secara proporsioal dalam dinamika internal Golkar," kata pengamat politik Universitas National Jakarta, MA Hailuki dalam perbincangan dengan merdeka.com, Rabu (18/5).
Luki yang juga peneliti Centre for Indonesian Political and Social Studies (CIPSS) itu juga menilai, entah disadari atau tidak, terpilihnya Setya Novanto sebagai ketua umum Golkar justru akan membawa kerugian bagi citra partai mengingat sejumlah isu tak sedap yang menyelimuti sosok Setya.
"Sangat disayangkan, para pemilik suara di Munaslub tidak pertimbangkan sentimen publik tersebut," ujarnya.
Menurutnya, di era dimana partisipasi politik publik semakin tinggi, hal utama yang harus diperhatikan oleh parpol adalah adalah persepsi dan sentimen publik. Mengabaikannya sama dengan 'bunuh diri' karena loyalitas masyarakat pemilih berubah seiring perkembangan zaman.
"Dan yang juga semestinya disadari oleh para pemegang hak suara, partai politik punya fungsi agregasi kepentingan. Munas tidak sebatas hajat internal para elite partai, melainkan juga hajat publik pemilih partai yang bersangkutan," jelasnya.
Sebagai partai besar, Golkar diharapkan publik dipimpin oleh sosok berintegritas. Jika dirasa sulit menemukannya, paling tidak perlu dicari figur yang minim kontroversi. "Kepentingan publik ini yang semestinya diagregasi oleh Golkar dalam sosok ketua umumnya. Sehingga Golkar tidak hanya bisa melakukan konsolidasi internal melainkan juga memulihkan kepercayaan masyarakat pemilih (voters trust). Sosok Setya tampaknya sulit untuk bisa memenuhi tujuan tersebut," tukasnya.
Di mata Luki, wajar jika publik menilai sesungguhnya intervensi penguasa telah berhasil menempatkan Golkar ke dalam sebuah kandang perangkap untuk lima tahun ke depan.
"Golkar tersandera oleh sosok Setya Novanto yang banjir sentimen negatif, bahkan sangat logis apabila energi Golkar akan habis untuk melindungi kepentingan-kepentingan Setya semata. Sehingga konsolidasi tak optimal, kepercayaan pemilih pun tak pulih," pungkasnya.
Baca juga:
Akom mendadak mundur lawan Setnov, takut digusur dari Ketua DPR
JK kalah dari Luhut soal ketum Golkar
JK dukung Akom, Setnov bilang 'Saya tetap hormati'
Jadi ketum, Setnov mundur dari fraksi Golkar di DPR
Ini pesan pemerintah buat Partai Golkar pimpinan Setya Novanto
Idrus Marham jadi sekjen Golkar, Nurdin Halid ketua harian
-
Kenapa Partai Golkar didirikan? Partai Golkar bermula dengan berdirinya Sekber Golkar di masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Tepatnya tahun 1964 oleh Angkatan Darat digunakan untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik.
-
Kapan Partai Golkar didirikan? Partai Golkar bermula dengan berdirinya Sekber Golkar di masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Tepatnya tahun 1964 oleh Angkatan Darat digunakan untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik.
-
Mengapa para ketua dewan Golkar menolak munaslub? Ketiga Dewan Partai Golkar menyatakan menolak wacana musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Mereka solid mendukung Airlangga, yakni Dewan Pembina, Dewan Kehormatan, dan Dewan Pakar.
-
Apa alasan utama yang diutarakan oleh Hetifah Sjaifudian terkait penolakan Munaslub Partai Golkar? "Saya berpandangan, Munaslub hanyalah jalan akhir ketika terdapat musibah, kondisi darurat atau force major sehingga ada unsur di puncak partai yang tidak berjalan. Saya kira semua paham, Golkar hari ini masih tetap menghiasi landscape politik Indonesia," jelasnya.
-
Siapa yang mengucapkan terima kasih kepada Partai Golkar? Presiden terpilih periode 2024-2029 sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, mengucapkan terima kasih kepada Partai Golkar atas kerja keras memenangkan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
-
Kapan Golkar akan menyelesaikan penyusunan koalisi untuk Pilgub Banten? Airlangga menyebut partainya masih menyusun koalisi untuk Pilkada Banten 2024."Nanti kita susun," ucap dia.