Gugat Jokowi Rp 1 triliun, kubu Djan Faridz minta putusan sela
"Hukum harus tetap ditegakkan," kata Humphrey.
PPP kubu Djan Faridz melakukan gugatan kepada Presiden Jokowi, Menko Polhukam Luhut B Pandjaitan dan Menkum HAM Yasonna Laoly ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan ini terkait pemerintah yang tidak mengesahkan SK PPP kepengurusan hasil muktamar Jakarta yang dipimpin Djan Faridz. Padahal sudah ada amar putusan Mahkamah Agung (MA) soal dualisme internal partai.
Tim kuasa hukum PPP kubu Djan Faridz, Humphrey R Djemat mengakui jika gugatan ini akan mengganggu proses Pilkada serentak. Hanya menurut dia, hukum harus ditegakkan dan meminta agar hakim mengeluarkan putusan sela.
"Hukum harus tetap ditegakkan. Kami paham bahwa agenda politik untuk pilkada harus dipersiapkan, kami minta permohonan provinsi sebelum pokok perkara, penetapan setelah itu dalam waktu singkat," ujarnya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (29/3).
Kata Humphrey, dalam keputusan sela yang diminta olehnya untuk segera mengesahkan keputusan Jakarta juga membatalkan perpanjangan Surat Keputusan (SK) muktamar Bandung. Diketahui, Menkum HAM Yasonna justru mengeluarkan SK perpanjangan kepengurusan muktamar Bandung, bukan mengesahkan muktamar Jakarta seperti putusan MA.
"Semua kegiatan penerbitan SK ke Bandung yang kayanya dipersiapkan Romy (Romahurmuziy) itu nanti dinyatakan ilegal dan tidak dapat dilakukan dan penetapan sela ini berlaku serta merta," katanya.
Lanjutnya, sidang kedua ini akan ditawarkan proses perdamaian atau mediasi kepada Jokowi cs. Humphrey juga akan mencabut gugatan yang sebesar Rp 1 triliun apabila pemerintah mengabulkan dan segera mengesahkan Djan Faridz sebagai Ketua Umum PPP yang sah.
"Sidang ini menentukan karena ada proses mediasi, prosesnya 40 hari," pungkasnya.
Sebelumnya, Tim kuasa hukum PPP kubu Djan Faridz, Humphrey hari ini menghadiri sidang gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menko Polhukam Luhut Panjaitan dan Menkum HAM Yasonna H Laoly. Tak tanggung, mereka meminta Rp 1 triliun sebagai ganti rugi karena tidak mengesahkan kepengurusan Muktamar Jakarta yang menurutnya termasuk ke dalam kualifikasi perbuatan melawan hukum.
"PPP sebagai penggugat menyatakan adanya pemerkosaan hak-hak penggugat yang sedang terus dilakukan oleh pemerintah selaku penguasa dengan sarana yang tidak dimiliki pihak lain yaitu kekuasaan. Kerugian materilnya berupa tidak diterimanya dana bantuan partai politik tahun 2015 dan kerugian immaterilnya senilai Rp 1 triliun," kata Humphrey di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (15/3).