Keluarga korban yakin Jokowi tuntaskan kasus pelanggaran HAM
Di tangan Jokowi, harapan penuntasan kasus pelanggaran HAM terbuka lebar.
Kasus penculikan aktivis pro demokrasi yang terjadi 17 tahun lalu, tidak kunjung tuntas diungkap. Meski sejumlah anggota Kopassus pelaku penculikan telah disidangkan di Mahkamah Militer dan dijatuhi hukuman dengan berbagai tingkatan, namun pemberi perintah penculikan tak pernah tersentuh oleh tangan hukum. Korban penculikan, 13 aktivis pro demokrasi (sebagian adalah aktivis Partai Rakyat Demoktarik), tidak pernah diketahui keberadaannya. Bila masih hidup di mana mereka sekarang, kalau sudah tewas di mana dikuburkan.
Tumpulnya hukum memunculkan penantian yang sangat panjang bagi keluarga korban. Belasan tahun mencari, mereka masih dibekap kabut gelap dan selalu membentur tembok nan tebal. Meskipun DPR RI telah mengeluarkan empat rekomendasi penyelesaian terkait dengan kasus penculikan 1997/1998, tapi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak pernah menindaklanjutinya secara serius. Aparatus penegak hukum terlihat lemah, seolah tak memiliki daya. "Pemerintah sekarang seperti tidak memiliki kekuatan untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM," kata Utomo Raharjo, ayah dari Petrus Bima Anugerah, salah satu aktivis yang hingga kini masih hilang.
Utomo meyakini jika Joko Widodo menjadi presiden, berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia akan bisa diungkap. Menurut ayah dari empat orang anak ini, dirinya tidak mungkin berharap kasus yang terjadi pada anaknya bisa diselesaikan jika Prabowo Subianto yang menjadi presiden. "Karena Prabowo merupakan salah satu bagian dari tokoh utama yang diduga terlibat dalam kasus tersebut," lanjutnya.
Pensiunan karyawan Rumah Sakit Jiwa Lawang, Malang tersebut meyakini Jokowi akan mengakhiri penantian panjang keluarga korban: mengadili dalang pelaku penculikan, termasuk menemukan keberadaan anaknya. "Kami ingin tahu di mana keberadaan Bima. Jika masih hidup di mana keberadaannya, jika sudah tidak ada di mana dikuburkan," kata Genoveva Missiati, ibunda Petrus Bima.
Calon Presiden Joko Widodo telah mengungkapkan keprihatinannya atas kasus penculikan aktivis yang tak jua terungkap. Ia menegaskan, proses pencarian orang hilang akan menjadi bagian dari kebijakan besarnya terkait penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Oleh Jokowi, upaya ini disebut sebagai bagian rekonsiliasi. Namun, sebelum melaksanakan rekonsiliasi, Jokowi mengatakan, ia harus mengetahui terlebih dahulu siapa yang benar dan salah.
Seperti diketahui, DPR RI telah mengeluarkan rekomendasi atas penuntasan kasus penculikan 13 aktivis pada kurun waktu 1997/1998. Pertama, pemerintah diminta membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc untuk mengadili para pelaku; kedua, mengerahkan segala daya upaya untuk mencari 13 aktivis yang tidak diketahui rimbanya; ketiga, merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban penculikan; keempat, meratifikasi Konvensi HAM tentang anti-penghilangan secara paksa. "Kami berharap Jokowi akan menjalankan rekomendasi tersebut jika terpilih jadi presiden menggantikan SBY," kata Utomo Raharjo. (skj)