Saat Ketua MUI tanggapi Jokowi soal pisahkan politik dan agama
Ketua MUI yang tak sejalan dengan Presiden Jokowi. Sejumlah pihak resah dengan pertarungan Pilgub DKI yang diramaikan dengan isu agama. Jokowi pun mengimbau agar persoalan politik dan agama dipisahkan. Sayang, pandangan Jokowi ini berbeda dengan KH Ma'ruf Amin.
Rakyat DKI Jakarta tengah disuguhkan adu ide dan gagasan oleh para kandidat calon gubernur dan wakil gubernur Ahok-Djarot vs Anies-Sandi di Pilgub DKI 2017. Tak sedikit, momen saling serang dan sindir satu sama lain dilakukan baik oleh sang calon, ataupun para tim pemenangannya.
Sayang, adu visi dan misi yang harusnya mencerdaskan pemilih Jakarta justru dibumbui dengan aroma SARA. Tak cuma menimpa Ahok dengan penistaan agama, pribadi Anies juga diserang yang disebutkan tak pernah menunaikan ibadah haji.
Isu agama yang meramaikan Pilgub DKI ini pun disayangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi meminta, agar dipisahkan antara politik dan agama.
"Memang gesekan kecil-kecil kita ini karena Pilkada. Benar nggak? Karena pilgub, pilihan bupati, pilihan walikota, inilah yang harus kita hindarkan," kata Presiden saat meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, seperti dilansir Antara, Jumat (24/3).
Kepala Negara meminta tidak mencampuradukkan antara politik dan agama yang saat ini berujung pada konflik di masyarakat. "Dipisah betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik," katanya.
Jokowi meminta pemuka agama mengingatkan umatnya tentang keragaman ini harus dirawat agar tidak menimbulkan perpecahan.
"Para ulama agar disebarkan, diingatkan, dipahamkan pada kita semua, bahwa kita ini memang beragam, anugerah yang diberikan Allah bahwa kita beragam," kata Jokowi.
Namun pernyataan Jokowi ini tidak sejalan dengan Ketua MUI KH Ma'ruf Amin. Menurut dia, politik dan agama justru tak bisa dipisahkan.
Dalam pandangannya, politik dan agama seharusnya bisa saling menopang agar kehidupan berbangsa menjadi kuat.
"Agama dan politik itu kan saling mempengaruhi, kehidupan politik kebangsaan itu juga harus memperoleh pembenaran dari agama, kalau enggak ya bagaimana?," kata Ma'ruf, di Hotel Crowne Plaza, Jakarta Pusat, Senin (27/3).
Dia mencoba menafsirkan maksud pernyataan Presiden Joko Widodo beberapa hari lalu yang menyatakan bahwa kehidupan agama dan politik tidak boleh dicampuradukkan.
"Itu harus saling menguatkan tapi bukan dalam arti agama yang radikal. Ya mungkin yang dimaksud oleh Presiden itu paham-paham yang bertabrakan sehingga menimbulkan masalah," ujarnya.
Rais Aam PBNU ini mengatakan, agama berfungsi mencari pembenaran. Sehingga tidak mungkin jika keduanya yakni agama dan politik dipisahkan.
"Tapi kalau tidak ada pembenaran dari agama bagaimana? Makanya agama, negara dan pancasila itu kan saling menopang saling menguatkan," ucap Ma'ruf.