Pertarungan Pilkada masih dihiasi adanya calon dari dinasti politik
Politik Indonesia masih menerapkan sistem demokrasi yang masih diisi oligarki. Kondisi ini terlihat adanya beberapa calon pemimpin daerah diusung lantaran mempunyai dukungan dari keluarga.
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz, melihat politik Indonesia masih menerapkan sistem demokrasi yang masih diisi oligarki. Kondisi ini terlihat adanya beberapa calon pemimpin daerah diusung lantaran mempunyai dukungan dari keluarga.
Para calon pemimpin daerah itu, di antaranya cagub DKI Jakarta Agus Yudhoyono yang diusung Partai Demokrat, PAN, PKB, dan PPP. Selain itu AndikaHazrumy calon wagub di Banten.
Kehadiran keduanya dianggap produk dinasti politik. Di mana Agus merupakan anak dari Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sedangkan Andika merupakan keponakan Ketua DPD I Golkar Banten Ratu Tatu Chasanah dan anak dari mantan Gubernur Banten Ratu Atut Choisiyah.
"Kasus Banten, ada pasangan Andika. Misalnya, sering dikaitkan dengan dinasti Atut. Itu kan (dinasti) muncul enggak kemarin saja. Tunjuk Wahidin (pasangan Andika) dan Andika. Mekanismenya open tidak? Kan tiba-tiba ada nama. Kemudian ada Partai Demokrat, ada Agus di DKI. Siapa yang menebak? Tapi ini karena bapaknya Ketua Umum Partai. Ini kan dinasti yang dibangun di Pemilu," kata Donal dalam keterangannya, Jakarta, Kamis (8/12).
Menurut dia, tiap orang berada di lingkaran dinasti politik maka akan meneruskan jaringan politik kerabatnya. Kondisi itu akhirnya beban politik dengan biaya yang tidak kecil.
"Dinasti politik yang terpilih akan punya jaringan politik bapaknya atau ibunya. Ini akan menjadi beban politik. Dan untuk maintenancenya enggak murah," jelas Donal.
Sementara itu, pegiat antikorupsi Jamil Mubarok menuturkan, langkah diambil Agus maju dalam Pilgub DKI 2017 dianggap masuk kategori dinasti politik. Dia memprediksi cara ini juga rawan terjadinya korupsi.
"Agus ini kategori ini masuk (dinasti). Agus sebagai putra SBY, yang secara kebetulan SBY ketum parpol. Kalau Agus jadi gubernur, jika ada titah dari SBY bersama rombongannya," ungkap Jamil.
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti justru mempunyai pandangan berbeda. Dia melihat dalam pencalonan DKI tidak ada yang baik dari ketiga calon. Sebab, langkah ketiga lantaran atas perintah petinggi partai.
"Ahok-Djarot kan atas persetujuan Megawati selaku ketua umum. Kemudian sama dengan Anies. Tapi itu namanya patron politik. Tapi Kalau Agus jelas ada hubungan darah dengan SBY," terang Ray.