Pilkada serentak kurang persiapan, potensi konflik meningkat
Banyak daerah yang belum siap karena anggaran untuk KPU belum cair.
Kurangnya persiapan yang dilakukan penyelenggara pilkada serentak pada Desember mendatang dapat menimbulkan konflik di masyarakat. Berdasarkan catatan Bawaslu, sampai saat ini ada 127 daerah yang belum siap untuk melakukan pilkada serentak.
Hal itu tersebut diungkapkan anggota Badan pengawas Pemilu (Bawaslu), Nasrullah, dalam diskusi 'Pilkada Serentak dalam Bayang-bayang Konflik' di kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (23/4).
"Kalau kerangka fasilitasnya tidak jelas ini potensi konflik karena masyarakat sudah siap, tapi tidak difasilitasi," ujarnya.
Ketidaksiapan sejumlah daerah menggelar pilkada serentak, kata dia, karena belum rampungnya anggaran yang diberikan kepada KPU-KPU di daerah.
Namun, menurut Direktur Institut Titian Perdamaian, Muhammad Miqdad, pelaksanaan pilkada bukan satu-satunya penentu konflik. "Pilkada bukan satu-satunya faktor penentu konflik, namun sebagai faktor akselerator," paparnya.
Sementara peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Philips J Vermonte menjelaskan, masa paling rawan dalam pelaksanaan pilkada adalah saat kampanye.
"Berdasar data-data, hampir semua memperlihatkan bahwa masa yang paling rawan terjadi konflik adalah saat kampanye. Jumlah konflik terlihat meningkat pada saat itu. Ini jadi penting karena mereka menyelenggarakan untuk pemilu," jelas Philips.
Di sisi lain, Philips menilai, pilkada serentak ini merupakan langkah yang baik bagi pemerintah untuk menyiapkan pelaksanaan pemilu serentak. "Karena kalau pemilu tidak serentak, itu bisa jadi acuan untuk partai yang kalah untuk memegang suatu daerah. Dengan pemilu serentak, akan menyulitkan mobilitas mereka," tutupnya.