Pilwali Surabaya terancam ditunda, warga dukung UU Pilkada digugat
Dukungan diberikan dengan bukti pengumpulan KTP warga ke kantor pengacara di Jalan Genteng Muhammadiyah, Surabaya.
Puluhan warga Surabaya, Jawa Timur, mengeruduk rumah seorang pengacara di Kota Pahlawan ini, Rabu (29/7) sore. Mereka mengaku mendukung Advokat M Sholah untuk menggugat Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015, tentang Pilkada.
Dukungan diberikan dengan bukti pengumpulan KTP warga ke kantor si pengacara di Jalan Genteng Muhammadiyah, Surabaya.
Aprizaldi, salah satu warga yang ikut datang ke kantor pengacara itu mengatakan, dukungan ini dilakukan, karena dia dan warga Surabaya yang lain menganggap Undang-undang Nomor 8 itu seolah tak memberi kesempatan pasangan calon mendaftar sebagai kandidat Pilkada, sehingga berpotensi hanya ada satu pasang calon.
"Jika hanya ada satu pasangan calon, maka sesuai undang-undang itu, KPU akan menunda Pilkada. Dengan demikian, hak politik warga untuk memilih di Pilkada serentak tahun 2015, tidak bisa digunakan," kata Apri.
Ketika Pilkada ditunda tahun 2017, daerah akan dipimpin Plt (pejabat sementara) hingga dua tahun ke depan.
"Penundaan Pilkada karena hanya calon tunggal seperti di Surabaya ini, berdampak buruk bagi kelangsungan pemerintahan daerah, karena hanya dipimpin seorang Plt yang tak bisa mengambil kebijakan strategis saat menghadapi masalah," papar Apri.
Kembali dia melanjutkan, ketika hak partai politik untuk mengajukan pasangan bakal calon kepala daerah tidak digunakan, KPU tetap tidak bisa membatalkan proses demokrasi yang tengah berjalan.
"Logikanya begini. Sama dengan warga yang memiliki hak pilih tapi tidak memilih atau golput saat Pemilu digelar. Pemilu tetap tidak dibatalkan kan, tetap digelar kan," kata dia.
Dia juga menegaskan, dalam tatanan politik di Indonesia, ada proses politik untuk memecahkan masalah calon tunggal, yaitu bumbung kosong.
"Meski hanya satu pasang calon, proses Pemilu harus tetap jalan. Untuk itu, kami, warga Surabaya akan mendukung siapapun yang ingin menggugat undang-undang itu demi kelangsungan demokrasi. Dukungan berupa pengumpulan KTP ini kita lakukan spontan," akunya.
Kembali Apri menjelaskan, penggalangan dukungan berupa KTP itu dia lakukan bersama rekan-rekannya, warga Surabaya, pasca-keputusan KPU memperpanjang pendaftaran selama tiga hari setelah batas akhir pendaftaran Selasa (28/7), Pilwali Surabaya tetap dihuni pasangan tunggal, yaitu Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana.
"Dukungan kami ya dengan cara mengumpulkan 31 KTP dari 31 kecamatan yang ada di Surabaya. Ini kita lakukan setelah KPU memperpanjang pendaftaran calon kepala daerah Selasa kemarin," pungkasnya.
Sementara itu, M Sholeh yang mendapat support warga untuk menggugat Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 itu, mengatakan akan segera melaksanakan dukungan tersebut, dan akan disampaikan ke Mahkamah konstitusi (MK) pada Kamis (30/7).
Kata dia, dukungan warga itu sebagai tindak lanjut atas gugatannya ke MK yang sempat dilayangkan pada 22 Juli lalu. Menurutnya ada kebuntuan hukum pada aturan Pilkada, yang menyarankan harus ada minimal dua pasang calon.
"Aturan itu tidak memberi solusi ketika syarat tidak tercapai. Undang-undang tersebut hanya menyatakan memperpanjang masa pendaftaran selama tiga hari, setelah itu tidak ada solusi (hanya calon tunggal," terangnya.
Mantan aktivis PRD ini mengatakan, penundaan Pilkada bertentangan dengan Pasal 201 Undang-undang Pilkada, yang menyebut kepala daerah yang masa jabatannya habis 2015 sampai semester pertama 2016, pelaksanaan Pilkadanya di bulan Desember 2015.
"Jadi enggak mungkin bisa ditunda," tegasnya.
Untuk menyelesaikan masalah itu, Sholeh menambahkan, pihaknya mengusulkan ke MK, satu pasangan yang mendaftar tetap sah sepanjang negara sudah memberikan hak kepada Parpol untuk mendaftar.
"Ketika hak itu tidak digunakan calon perseorangan, Parpol atau gabungan Parpol, maka proses Pilkada tetap jalan, dan bukan salah negara," jelas alumni Universitas Wijaya Kusuma ini.
Jika gugatannya dikabulkan MK akhir Agustus atau September, maka proses Pilkada bisa dilanjutkan meski hanya ada satu pasang calon. Tapi jika belum ada keputusan dan KPU menetapkan menunda Pilkada 2015 ke 2017, Sholeh mengaku pihaknya akan melakukan perlawanan melalui jalur konstitusional ke MK.
"Prinsipnya undang-undang mengalami kebuntuan, tidak ada jaminan saat ditunda 2017, tidak digoyang lagi, sampai kiamat tidak akan ada Pilkada. Ini merupakan sarana demokrasi lokal lima tahun sekali dan sudah dijamin UUD 1945," tandasnya.