PKB takut jika UU MD3 tak direvisi jadi alat gulingkan Jokowi
Banyak pengalaman bahwa DPR kerap kali memaksakan pemerintah untuk berbuat sesuatu yang sulit dilakukan.
Sekjen PKB Abdul Kadir Karing mengungkap alasan kekhawatirannya terhadap pasal 98 soal hak DPR dalam UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD (MD3). Menurut dia, pasal ini bisa dengan mudah DPR melakukan pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Karding mengatakan, sejak awal bahan negosiasi KIH dan KMP yang utama menjadi negosiasi adalah bagaimana UU MD3 itu tidak parlementer. Menurut dia, UU MD3 harus tetap pada posisi presidensil sesuai dengan UUD dan kesepakatan dasar.
"Sejak awal memang kita pasal 98 ini adalah bagian dari negosiasi kita. Pasal 98 ayat 6,7, 8, pasal 60 tatib. Itu yang menyatakan bahwa seluruh rapat-rapat, keputusan-keputusan rapat gabungan, rapat komisi itu mengikat dan wajib dilaksanakan oleh pemerintah. Jika tidak dilaksanakan maka komisi dapat menggunakan haknya untuk melaksanakan interpelasi, hak angket dan hak menggunakan pertanyaan untuk anggota berdasarkan aturan yang ada," kata Karding di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/11).
Karding menilai hal ini yang berbahaya bagi pemerintah. Karena dalam aturan ini, pintu masuk untuk menggulingkan Jokowi sangat banyak.
"Ini berbahaya. Ini berbahaya bagi pemerintahan, dia bisa menjadi pintu masuk untuk terus diganggu. Jadi ini harus dipahami oleh publik. Kami justru yang utama ini, bukan soal bagi kursi," terang dia.
Karding juga mengakui jika memang dirinya takut dengan kekuatan DPR yang sangat mudah menggulingkan Jokowi dalam aturan ini. Apalagi, kata dia, banyak pengalaman bahwa DPR kerap kali memaksakan pemerintah untuk berbuat sesuatu yang sulit dilakukan.
"Coba bayangkan ya seluruh rapat komisi misalnya ada satu poin saja yang tidak dilaksanakan pemerintah tidak optimal itu bisa menjadi pintu masuk untuk interpelasi. Itu menurut saya kita ini sudah tidak lagi di posisi sistem presidensil tetapi kita sudah masuk di sistem parlementer. Ini yang menurut kami penting," imbuhnya.
"Anda tidak tahu pengalaman lapangan. Misalnya begini ya saya kasih contoh. Ada satu poin program yang dipaksa oleh DPR harus disetujui oleh pemerintah. Pemerintah tiba-tiba setuju saja tapi tidak mampu melaksanakan. Ini itu akan menjadi pintu masuk untuk interpelasi. Ini yang harus dipahami publik," tutur Karding.
Dia menyatakan dengan UU ini sangat mudah DPR menggunakan hak interpelasi. Bukan tidak mungkin, lanjut dia, hanya karena masalah kecil parlemen menggunakan hak interpelasi.
"Kalau dulu itu untuk interpelasi hanya kasus-kasus besar. Kalau nanti itu kasus kecil pun bisa diinterpelasi. Misalnya ya disepakati bahwa setiap kunjungan kerja diikuti oleh dirjen. Tiba-tiba dirjennya tidak ikut. Itu bisa jadi pintu masuk. Dipermasalahkan. Jadi ini akan terganggu terus," pungkasnya.