Politikus Demokrat sebut Jokowi ngawur setuju paedofil dikebiri
Dia beralasan sesuai hukum yang berlaku pelaku seksual terhadap anak diatur berupa hukuman pidana maupun hukuman mati.
Anggota Komisi VIII Khatibul Umam Wiranu menolak dengan tegas keinginan Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu kebiri bagi pelaku seksual terhadap anak. Bahkan, dia tak segan menyatakan keinginan Jokowi itu sangat ngawur.
"Tidak setuju. Itu pernyataan dan persetujuan Presiden sungguh sangat ngawur," kata Khatibul saat dihubungi merdeka.com, Kamis (22/10).
Penolakan dari Politikus Demokrat ini dikarenakan sesuai hukum yang berlaku pelaku seksual terhadap anak diatur berupa hukuman pidana maupun hukuman mati.
"Hukuman pidana kita yang diatur KUHP hanya mengenal hukuman kurungan, hukuman seumur hidup, dan atau hukuman mati. Kami menolak itu," tegasnya.
Adapun, kata dia, Komisi VIII DPR nantinya akan memanggil Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa untuk dimintai penjelasannya. Sebab, Khofifah merupakan penggagas hukuman kebiri itu.
"Dengan Mensos sudah dijadwalkan Raker dalam minggu ini. Nanti kita sampaikan," tandasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Kantor Presiden Jakarta, Selasa petang menyetujui tindakan keras berupa peningkatan sanksi hukum khususnya bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak berupa hukuman pengebirian.
"Bahwa kita prihatin banyak kejahatan kekerasan seksual sehingga rasanya kita sepakat kejahatan ini luar biasa dan ditangani luar biasa," kata Jaksa Agung HM Prasetyo dalam keterangan pers di Kantor Presiden usai ratas, Selasa (20/10).
Jaksa Agung mengatakan mekanisme hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan tersebut disepakati berupa pengebirian yang akan dikoordinasikan dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan.
"Dengan pengebirian ini memberikan efek deteren, menimbulkan orang harus berpikir seribu kali (bila ingin melakukan kejahatan-red) dan ini terobosan baru dan memberikan perubahan," katanya.
Prasetyo mengatakan untuk payung hukum maka Presiden akan menyiapkan Perppu karena sifat yang mendesak dan memerlukan penanganan segera.
"Bagaimana hukuman tambahan dilakukan, kalau perlu di terbitkan Perppu, kalau revisi Undang-Undang akan lebih lama sementara tuntutan ini semakin mendesak, sehingga mendesak perppu mengatur hukuman tambahan," katanya.