Politikus Golkar sebut KPU tolol
Firman meminta KPU memprioritaskan revisi UU Pilkada ketimbang mengusulkan islah kepada Partai Golkar.
Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak becus. Pasalnya KPU telah menawarkan islah bagi Golkar tanpa dasar peraturan yang jelas. Menurutnya lebih urgent merevisi Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) daripada UU MD3.
"Usul islah ini kan usulan KPU. Itulah yang saya bilang ketololan KPU. KPU itu tidak punya otoritas untuk mengusulkan islah kepada partai politik. Ketua KPU jangan ikut pendahulunya yang lalu, ujung-ujungnya pada masuk penjara," hardik Firman Subagyo, Anggota Komisi IV DPR RI di ruang rapat komisi, Senayan, Jakarta, Senin (25/5).
Di sisi lain baginya permasalahan islah Golkar tak berhubungan dengan revisi UU Pilkada. Terkait penyelesaiannya menjadi urusan internal partai. Maka dari itu tak ada undang-undang yang mengaturnya.
"Islah terpisah daripada revisi undang-undang. Islah ini kan urusan internal Golkar, tidak diatur dalam undang-undang," tuturnya.
Selain itu atas intervensi dari KPU, Firman merasa mereka turut bermain politik. Pasalnya KPU pada dasarnya tak punya otoritas untuk mengatur internal partai politik.
"Saya mau tanya, otoritas KPU untuk mengatakan untuk islah diatur dalam pasal mana? Undang-undang apa? Ini kan udah kepentingan semua," tudingnya.
Lebih lanjut Firman menduga bahwasanya KPU berkepentingan untuk mengurangi saingan dalam Pilkada nanti. Tentunya dengan cara memainkan agar Golkar dan PPP tidak bisa mengikuti Pilkada.
"Ini kan permainan politik supaya partai politik gak bisa ikut Pilkada dan kemudian berlenggang-lengganglah mereka itu," ungkapnya.
Dia juga menyatakan bahwa revisi UU Pilkada jauh lebih urgent daripada merevisi UU MD3. Dia menyayangkan pula bahwa revisi UU MD3 yang lalu cenderung politis. Tujuannya praktis hanya agar koalisi KIH bisa menjadi berbagai alat kelengkapan dewan. Perubahan tersebut hanya berdasarkan kepentingan beberapa kelompok semata.
"Revisi undang-undang Pilkada jauh lebih penting daripada MD3 kemarin. Karena kalau MD3 kemarin hanya untuk memberi ruang kepada KIH memasukkan dari koalisinya di unsur pimpinan alat kelengkapan dewan. Artinya hanya kepentingan sekelompok itu," tuturnya.
Menurut Firman, revisi UU MD3 tak berkaitan langsung dengan rakyat banyak. Hal tersebut berbeda dengan revisi UU MD3 yang berhubungan langsung dengan masyarakat banyak.
"Yang tidak disetujui oleh KPU itu adalah ketika ada partai politik yang bersengketa maka yang bisa mewakili untuk pilkada ialah partai politik yang telah mendapatkan keputusan pengadilan. Pengadilan itu bisa pengadilan negeri, pengadilan PTUN. Itu kan disusun ketika kemarin PTUN belum diputuskan," kata politisi Golkar itu.
Dirinya juga menyayangkan bahwa PTUN kemarin tidak sekalian memutuskan kubu ARB atau Agung Laksono yang legal sebagai pengurus. Jika waktu itu sudah ada keputusan maka sudah selesai masalah Golkar. Namun sekali lagi dia menyatakan bahwasanya ini ulah permainan politik KPU.