Politikus PDIP: Prabowo Ternyata Menjadi Promotor Satu Pasangan Calon Gubernur Jateng
Menurutnya, hal ini bertolak belakang dengan sikap Prabowo sebelumnya yang pernah bilang tidak akan intervensi Pilkada.
Anggota komisi II DPR fraksi PDIP Deddy Sitorus mengkritisi sikap Presiden Prabowo Subianto yang terang-terangan meng-endorse calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi-Taj Yasin. Menurutnya, hal ini bertolak belakang dengan sikap Prabowo sebelumnya yang pernah bilang tidak akan intervensi Pilkada.
Hal ini disampaikan Deddy saat rapat dengar pendapat dengan Menteri Dalam Negeri, Pj kepala daerah di Komisi II DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/11).
- Sindiran Politisi PDIP: Hati Saya Bergetar Dengar Pidato Prabowo Bilang Tidak Ada Titip di Pilkada
- Puan Tarik Pramono Bertemu Prabowo, PDIP Tegaskan Bukan Minta Endorse
- Prabowo Segera Umumkan Cagub Jateng, Sekjen Gerindra: Kader Harus Siap
- Politikus PDIP Sebut Keppres Pemberhentian Prabowo Harus Dicabut Sebelum Beri Pangkat Baru
"Saya Minggu lalu mendengar pidato Presiden Prabowo, hati saya tergetar pak, ketika beliau mengatakan 'tidak ada titip dalam Pilkada, silakan semua yang junior-junior', saya terharu," kata Deddy.
"Karena sebelumnya banyak sekali peristiwa-peristiwa yang membuat kita meragukan di beberapa tempat, provinsi yang intervensi berbagai kekuatan negara itu sangat nyata, telanjang, dan masif," sambungnya.
Namun, kebahagiaan Deddy luntur hanya dalam waktu tiga hari akibat sikap Prabowo yang berbeda dari sebelumnya. Dia menganggap Prabowo kini sebagai promotor calon gubernur Jateng.
"Tapi kebahagian saya dengan pidato presiden itu, luntur hanya dalam waktu 3 hari. Ketika kemudian Presiden Republik Indonesia yang sangat kita hormati, Pak Prabowo Subianto, ternyata kemudian menjadi endorsement, promotor untuk satu pasangan calon gubernur di Jawa Tengah," ucapnya.
Deddy mengakui memang tidak ada larangan bagi presiden kampanye sesuai pembelaan Istana, namun menurutnya, undang-undang mensyaratkan cuti bila ingin berkampanye maupun mengkampanyekan kandidat.
"Istana mengatakan tidak ada larangan presiden kampanye. Oh iya, betul. Tapi undang-undang kita mensyaratkan, kalau mau kampanye, harus cuti. Jadi juru bicara Istana ini enggak ngerti undang-undang," ucapnya.
"Definisi kampanye dalam undang-undang kita juga jelas, ketika mempromosikan dan seterusnya dan seterusnya," ujar Deddy.
Dia menilai, ketika seorang Presiden RI turun kelasnya menjadi juru kampanye satu calon, maka masyarakat kehilangan harapan bahwa pilkada ini bakal berlangsung dengan jujur dan adil.
"Kenapa? Betul, Pak Prabowo Subianto seorang ketua umum Partai Gerindra berhak mengendorse calonnya. Tetapi kalau itu dilakukan sebelum masa kampanye, sangat boleh, sebagai ketua umum," terang Deddy.
"Tetapi ketika menjadi seorang presiden, ya itu tadi, ada tahapan regulasi yang harus diikuti," sambungnya.
Deddy menerangkan, selain ketua umum Gerindra, Prabowo memegang jabatan penting yakni Presiden, kepala pemerintahan dan panglima tertinggi angkatan bersenjata.
Deddy khawatir publik menangkap interpretasi lain yakni ketika Prabowo mengendorse Luthfi-Taj Yasin, malah dianggap instrumen di bawahnya perlu mengikuti.
"Saya takutnya, walaupun mungkin Pak Presiden tidak berniat, bahkan tidak terpikirkan bahwa itu menjadi acuan untuk seluruh instrumen kekuasaan di bawahnya, bisa ditangkap secara berbeda, bisa multi interpretasi, pak," ujarnya.
Atas hal itu, Deddy berujar, bahwa Prabowo perlu memberi penjelasan bahwa tidak berarti instrumen kekuasaan negara, pemerintahan, angkatan bersenjata yang ada di bawah komando Presiden boleh cawe-cawe dalam pilkada.
"Kami menghargai hak beliau sebagai ketua umum partai. Kita enggak mungkin bicara yang di bawah kalau atasnya enggak bener," tutup Deddy.