Politikus PDIP sebut sistem laporan kunker rendahkan martabat DPR
Kegiatan politik seperti kunjungan kerja seharusnya tidak bisa diatur-atur orang lain.
DPR kembali dilanda isu tak mengenakkan terkait temuan sementara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa ada kunjungan kerja (kunker) fiktif anggota dewan. Kunker fiktif itu diduga sampai senilai Rp 945 miliar.
Menjawab tudingan itu, anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, M Prakosa, menyatakan bahwa sebenarnya tudingan fiktif itu kurang berdasar. Sebab dugaan fiktif muncul karena sistem pertanggungjawaban yang dibuat bagi anggota dewan adalah lumpsum.
Padahal, kegiatan politik seperti kunjungan kerja tidak bisa diatur-atur orang lain. Yang menentukan adalah politisi itu sendiri, apakah masih ingin terpilih atau tidak.
"Yang memutuskan dia hadir atau tidak dalam suatu rapat atau kunjungan, ya politisi itu sendiri. Oleh karena itu pertanggungjawaban dibuat lumpsum. Lumpsum pun sebenarnya tidak pas," kata Prakosa dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (13/5).
Menurutnya, sistem yang pas adalah seperti yang dipraktikkan di negara-negara dengan pemilihan langsung. Yakni politisi mendapat suatu jumlah biaya tertentu dalam satu tahun untuk kebutuhan bertemu konstituen dan kunjungan kerja.
Dari situ, apakah si anggota memakai staf atau tidak untuk daerah pemilihan masing-masing, akan menjadi keputusan politiknya.
"Sementara kalau DPR kita sekarang ini sebenarnya merendahkan martabatnya sendiri. Karena kalau kita akan kunjungan dapil, harus minta uang ke Sekjen DPR. Setelah Sekjen oke, baru kita bisa ke dapil," kata dia.
Dengan praktik demikian, anggota dewan sepertinya berada di bawah Sekjen DPR, paling tidak dalam hak keuangan.
"Sementara anggota parlemen di negara-negara lain pasti punya hak keuangan, tidak seperti di Indonesia yang diperlakukan seperti pegawai. Masa akan melakukan kegiatan harus minta Sekjen? Dan setelah selesai kegiatan harus membuat laporan pertanggungjawaban?" beber Prakosa.
"Sepertinya Sekjen seakan seperti atasan yang memutuskan kita untuk dapat berkegiatan. Sekjen DPR itu kan bagian dari Eksekutif atau Pemerintah. Jadinya, kalau mau melakukan kegiatan politik adalah harus izin pemerintah atau eksekutif," jelasnya lagi.
BPK sebelumnya menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 945.465.000.000 dalam kunjungan kerja perseorangan yang dilakukan oleh anggota DPR.Laporan ini sudah diterima oleh Sekretariat Jenderal DPR dan diteruskan ke 10 fraksi di DPR.
-
Kenapa DPR mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung? Kasus kakap yang telah diungkap pun nggak main-main, luar biasa, berani tangkap sana-sini. Mulai dari Asabri, Duta Palma, hingga yang baru-baru ini soal korupsi timah.
-
Apa jabatan Purwanto di DPRD DKI Jakarta? Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Purwanto meninggal dunia pada Selasa (5/12) pukul 20.05 WIB.
-
Apa yang dilakukan anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta saat rapat paripurna? Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Cinta Mega kedapatan tengah bermain game slot saat rapat paripurna penyampaian pidato Penjabat (Pj) Gubernur terhadap Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2022 di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Kamis (20/7).
-
Bagaimana cara DPR mendukung kinerja Kejagung? Lebih lanjut, selaku mitra kerja yang terus memantau dan mendukung Kejagung, Sahroni menyebut Komisi III mengapresiasi setiap peran insan Adhyaksa.
-
Kapan Gita KDI dilantik menjadi anggota DPR? Gita KDI dilantik menjadi anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa pada 2011 lalu.
-
Apa yang didukung oleh DPR terkait kerja sama Australia dan Jawa Barat? Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin menyampaikan apresiasi dan dukungannya.
Baca juga:
BPK akui telah audit laporan keuangan Kunker anggota DPR
Skandal kunjungan kerja fiktif Rp 945 M guncang DPR
Sekjen DPR tunggu laporan fraksi terkait dana kunker fiktif
Fitra minta KPK ungkap kunker fiktif anggota DPR yang rugikan negara
Gerindra sebut tak mungkin anggotanya di DPR lakukan kunker fiktif
Sekjen DPR sebut tidak ada batasan waktu laporan Kunker