Praktisi hukum sebut Ahok tak ada unsur sengaja di kasus nista agama
Praktisi Hukum, Andi Syafrani melihat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak melakukan penistaan agama meski menyinggung surah Al Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu, beberapa waktu lalu. Dia melihat tidak ada unsur kesengajaan disampaikan Ahok.
Praktisi Hukum, Andi Syafrani melihat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak melakukan penistaan agama meski menyinggung surah Al Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu, beberapa waktu lalu. Dia melihat tidak ada unsur kesengajaan disampaikan Ahok.
Itu disampaikan Andi saat diskusi dalam dengan topik 'Ahok dan Tuduhan Penodaan Agama: Kasus Agama Apa Politik?' di rumah pemenangan Ahok-Djarot, Jalan Lembang, Jakarta Pusat, Selasa (15/11).
"Sengaja itu kan ada niat. Niat dalam fiqih diartikan menjadi satu kesatuan dalam memenuhi syarat ibadah. Kalau tidak ada niat maka tidak ada artinya ibadah. Nah begitu ada niat harus selaras dengan perbuatan," kata Andi.
Seharusnya, kata Andi, kepolisian seharusnya hanya memberi teguran kepada Ahok dalam menyikapi kasus dugaan penistaan agama dilakukan Ahok. Teguran bisa berupa lisan atau tertulis dan diminta tidak mengulangi hal serupa di kemudian hari.
Andi menambahkan, salah besar ketika Ahok dikenakan pasal 156a KUHP bersumber dari Penetapan Presiden no 1 tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama. Dalam Penpres pasal 4 menyebutkan seseorang akan dipidana maksimal lima tahun jika dengan sengaja di muka umum melakukan perbuatan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
"Jangan buru-buru pakai hukum pidana. MK (Mahkamah Konstitusi) menegaskan ini harus diperhatikan proses-proses penegakan hukum dalam penpres itu seperti teguran secara tertulis, ada pembubaran kalau organisasi. Harus dikasih peringatan dulu, misalkan main bola pakai kartu kuning, bukan langsung kartu merah," papar dia.
Terkait aksi demonstrasi 4 November 2016 di depan Istana Merdeka, Andi menyebut sudah ditunggangi aktor politik. Aksi tersebut dikaitkan dengan momentum Pilkada DKI 2017 diikuti Ahok.
"Ini momentum publik dan ada kontestasi politik. Peristiwa ini menyeret energi, emosi karena ini menyangkut oleh sebagian kelompok dipandang nilai. Padahal kalau mau dilihat secara jernih ini tidak harus menyeret perasaan-perasaan seperti itu," jelasnya.
Alumni Universitas Melbourne, Australia ini menuturkan terlalu berlebihan berbagai pihak menuding Ahok menistakan Agama Islam. Sebab, plesetan ayat-ayat suci Alquran kerap dilakukan para santri di pesantren namun tidak dipersoalkan.
"Saya sebut di pesantren kita plesetkan ayat, agama, itu tidak dianggap penodaan agama. Hanya saja ini mungkin karena aktornya tokoh politik," tuntasnya.