Proses hukum kasus Ahok diharap tak dicemari urusan politik
Kasus penistaan agama yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama akan mulai disidang pada 13 Desember. Sidang ini akan dipimpin oleh lima hakim dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Kasus penistaan agama yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama akan mulai disidang pada 13 Desember. Sidang ini akan dipimpin oleh lima hakim dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Pakar Hukum dari UIN Andi Syafrani mengatakan, pengadilan akan mengungkap fakta kasus tersebut secara terbuka. Dia berharap, hakim objektif dalam mendengarkan keterangan saksi.
Andi juga berharap, kelima hakim terbebas dari intervensi dan kepentingan manapun. Terlebih, dikabarkan akan ada demo saat berlangsungnya sidang Ahok nanti.
"Dalam proses ini, Hakim harus terbebas dari opini apapun termasuk tekanan publik. Publik pun tidak boleh melakukan hal-hal yang bertujuan memengaruhi putusan hakim. Jangan sampai keadilan tercemar oleh faktor eksternal apalagi urusan politik," kata Andi saat dihubungi merdeka.com, Sabtu (10/12).
Andi juga sempat mengkritisi ucapan Ahok di Kepulauan Seribu yang membawa surah Al Maidah ayat 51 beberapa waktu lali. Menurut dia, ucapan itu harus dibuktikan ada atau tidaknya niat Ahok.
"Sengaja itu kan ada niat. Niat dalam fiqih diartikan menjadi satu kesatuan dalam memenuhi syarat ibadah. Kalau tidak ada niat maka tidak ada artinya ibadah. Nah begitu ada niat harus selaras dengan perbuatan," kata Andi.
Seharusnya, kata Andi, kepolisian hanya memberi teguran kepada Ahok dalam menyikapi kasus dugaan penistaan agama itu. Teguran bisa berupa lisan atau tertulis dan diminta tidak mengulangi hal serupa di kemudian hari.
Andi menambahkan, salah besar ketika Ahok dikenakan pasal 156a KUHP bersumber dari Penetapan Presiden no 1 tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama. Dalam Penpres pasal 4 menyebutkan seseorang akan dipidana maksimal lima tahun jika dengan sengaja di muka umum melakukan perbuatan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
"Jangan buru-buru pakai hukum pidana. MK (Mahkamah Konstitusi) menegaskan ini harus diperhatikan proses-proses penegakan hukum dalam penpres itu seperti teguran secara tertulis, ada pembubaran kalau organisasi. Harus dikasih peringatan dulu, misalkan main bola pakai kartu kuning, bukan langsung kartu merah," papar dia.
Alumni Universitas Melbourne, Australia ini menuturkan terlalu berlebihan berbagai pihak menuding Ahok menistakan Agama Islam. Sebab, plesetan ayat-ayat suci Alquran kerap dilakukan para santri di pesantren namun tidak dipersoalkan.
"Saya sebut di pesantren kita plesetkan ayat, agama, itu tidak dianggap penodaan agama. Hanya saja ini mungkin karena aktornya tokoh politik," tuntasnya.