SBY Unggah Podcast, Curhat Soal Konflik Demokrat dan 'Sahabat yang Sangat Melukaiku'
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengunggah sebuah podcast di akun media sosialnya. SBY mencurahkan isi hatinya mengenai konflik kudeta Partai Demokrat, hingga pergulatan batinnya.
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengunggah sebuah podcast di akun media sosialnya. SBY mencurahkan isi hatinya mengenai konflik kudeta Partai Demokrat, hingga pergulatan batinnya.
Podcast berjudul 'Kebenaran dan Keadilan Datangnya Sering Lambat, Tapi Pasti' itu memiliki durasi sepanjang 18 menit 42 detik. Salah satunya diunggah di akun Youtube Susilo Bambang Yudhoyono.
-
Apa yang dilakukan Aira Yudhoyono bersama kakeknya, Susilo Bambang Yudhoyono? Mereka menikmati waktu bersama dengan penuh keasyikan, saling memperhatikan berbagai hal di sekitar mereka!
-
Kenapa SBY memberi lukisan kepada Prabowo? "Ini Pak Prabowo keyakinan saya atas pemipin kita mendatang, atas harapan saya, dan juga doa kita semua agar Pak Prabowo kokoh kuat seperti batu karang ini memajukan Indonesia, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menegakkan hukum dan keadilan, dan tugas-tugas lain yang diemban oleh beliau nanti. Semoga berkenan," imbuh SBY.
-
Apa yang ditolak mentah-mentah oleh Prabowo Subianto? Kesimpulan Prabowo lawan perintah Jokowi dan menolak mentah-mentah Kaesang untuk menjadi gubernur DKI Jakarta adalah tidak benar.
-
Apa yang diusung Prabowo Subianto dalam acara tersebut? Ketua Umum Pilar 08, Kanisius Karyadi, mengatakan bahwa kegiatan yang diikuti oleh 70 ribu lebih peserta ini merupakan bentuk dukungan terhadap Prabowo Subianto dalam menjaga dan merawat Persatuan Indonesia, sejalan dengan Sila ke-3 Pancasila.
-
Apa yang diresmikan oleh Prabowo Subianto di Sukabumi? Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto meresmikan lima titik sumber air di Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (30/12/2023).
-
Kapan Surya Paloh bertemu dengan Prabowo dan menegaskan dukungan NasDem terhadap pemerintahannya? Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh bertemu dengan presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto, di Kertanegara, Jakarta, Kamis (25/4). Dalam pertemuan itu, Surya Paloh menegaskan dukungan terhadap pemerintahan Prabowo dengan Gibran Rakabuming Raka nanti
Namun suara dalam podcast bukan suara Presiden Keenam RI itu. Tetapi naskahnya ditulis oleh SBY sendiri.
"Di keheningan malam itulah aku berkontemplasi untuk mencari hikmah dari cobaan baru yang kualami. Dalam kekuatan iman yang kumiliki aku bertanya kepada Sang Pencipta, juga mengadu mengapa cobaan ini mesti datang seperti ini," begitu potongan bunyi Podcast SBY dikutip Kamis (18/3).
"Perbuatan dan perlakuan sejumlah "sahabat" yang sangat melukaiku. Juga melukai orang-orang yang setia yang mencintai dan berjuang di sebuah perserikatan partai politik, yang selama 20 tahun aku juga ikut bersamanya. Sesuatu yang tidak pernah kubayangkan bahwa itu bakal terjadi. Sesuatu yang menabrak akal sehat etika dan budi pekerti. Juga bertentangan dengan sifat keperwiraan dan kekesatriaan," lanjutnya.
Begini isi teks lengkap podcast SBY berjudul 'Kebenaran dan Keadilan Datangnya Sering Lambat, Tapi Pasti':
Malam itu Cikeas bagai kota mati atau seperti dusun kecil yang terbentang di kaki bukit yang sunyi. Suasana sungguh mencekam, hening dan sepi. Ketika kubuka jendela di dekat sajadah mendiang istriku yang sedikit lusuh namun menyimpan kenangan yang teramat dalam yang kini menjadi teman setiaku ketika aku bersujud ke pangkuan ilahi, di kejauhan kupandangi langit yang pekat kehitaman. Tak ada cahaya rembulan atau gemerlapnya bintang-bintang. Rintik hujan yang turun sejak senja haripun kini telah pergi. Tinggal derak pohon dan dedaunan yang terdengar lirih berdesir pertanda angin malam masih menyapa dan menghampiri.
Kututup kembali jendela tua di kamarku, dan aku mencoba merebahkan diriku di ranjang, mengingat jam dinding telah menunjukan angka dua belas. Namun, entah mengapa sulit sekali memejamkan kedua mataku. Hatiku terjaga, pikiranku mengembara. Aku bangkit kembali dari tempat tidurku dan duduk di kursi coklat tua tepat di depan televisi lamaku. Sepertinyaa, aku harus menata hati dan pikiranku yang tiba-tiba terbang ke mana-mana. Nampaknya pula aku harus bertafakur berkontemplasi, seperti yang sering kulakukan di sepanjang perjalanan hidupku. Terutama ketika aku tengah menghadapi cobaan dan ujian Tuhan.
Di keheningan malam itulah aku berkontemplasi untuk mencari hikmah dari cobaan baru yang kualami. Dalam kekuatan iman yang kumiliki aku bertanya kepada Sang Pencipta, juga mengadu mengapa cobaan ini mesti datang seperti ini. Perbuatan dan perlakuan sejumlah "sahabat" yang sangat melukaiku. Juga melukai orang-orang yang setia yang mencintai dan berjuang di sebuah perserikatan partai politik, yang selama 20 tahun aku juga ikut bersamanya. Sesuatu yang tidak pernah kubayangkan bahwa itu bakal terjadi. Sesuatu yang menabrak akal sehat etika dan budi pekerti. Juga bertentangan dengan sifat keperwiraan dan kekesatriaan.
Sebenarnya, aku tak hendak meratap atau meminta-minta kepada Allah di luar yang seharusnya kumohonkan kepadaNya. Aku anak desa yang dibesarkan di tanah Pacitan yang ketika aku remaja penuh tantangan, baik alam maupun kehidupan. Masa laluku jauh dari kecukupan dan kemudahan. Aku kerap terbanting dalam duka dan nestapa, meski sekejap pun tak pernah kufur dari rasa syukur. Justru dalam usiaku yang memasuki tujuh dasawarsa ini, aku sering mengalami kesulitan bagaimana caraku berterima kasih kepada sang Khaliq, yang telah memberiku begitu banyak berkah dan anugerah. Dalam kekhusyukan tafakur yang aku lakukan, tiba-tiba aku terlibat dalam percakapan di lubuk hatiku yang paling dalam. Tentu aku tidak mampu untuk mengerti dan memahami apakah dialog dalam batinku ini tuntunan ilahi. Atau Allah tengah membukakan pintu kalbuku, dan memintaku untuk menggunakan semua yang telah diberikan kepadaku, akal intuisi dan keyakinan yang kumiliki, dan yang terus aku asah sepanjang perjalanan hidupku.
Dialog dan percakapan batinpun segera berlangsung. Tidak ada emosi tidak ada kegaduhan dan tidak ada pula fitnah serta pertengkaran. Teduh, tulus, dan jujur.
Kenapa kau harus bersedih? Tidakkah cobaan dan ujian begini telah engkau alami berpuluh-puluh kali. Aku tahu, hari-harimu memang sungguh berat dan seolah awan hitam menyelimuti hidupmu. Aku tahu di usiamu yang memasuki masa senja ini engkau tidak pernah membayangkan bahwa hal begini bakal terjadi. Hatimu pasti luka sedih dan terhina. Betapa partai politik yang kau gagas berdirinya, serta pernah kau pimpin dan besarkan kini harus mendapatkan perlakuan seperti ini. Sesuatu yang ketika kuasa ada dalam dirimu, ada dalam tanganmu, perlakuan tak terpuji seperti itu tak pernah kau lakukan. Tapi itulah hidup. Itulah takdir. Itulah dunia kita. Namun, kau tak perlu berkecil hati. Tidakkah kau telah melalui berbagai cobaan dan ujian, dan kau mampu mengatasinya? Ingat bersama kesukaran ada kemudahan. Setiap masalah ada solusinya.
Kuyakini ini tuntunan yang pertama. Aku masih khusyuk dalam perenungan diri. Dialog dalam batinku yang sunyi terus berlangsung. Bisikan nurani juga terus berlanjut.
Bagaimana dan langkah seperti apa yang patut engkau lakukan? Kalau itu yang kau tanyakan, sebenarnya kau telah menemukan jawabannya. Tidakkah para pemimpin partai yang tengah diobok-obok sekarang ini telah berketetapan hati untuk berjuang, guna mempertahankan kedaulatan, kehormatan dan eksistensi perserikatan yang sama-sama kalian cintai. Langkahmu sudah benar. Itu misi yang suci. Itu juga tanggung jawab terhadap jutaan anggota partai yang sangat tidak adil jika mereka kehilangan masa depannya. Apalagi kau sendiri telah mengatakan bahwa misi suci itu hendak dilaksanakan secara damai, berdasarkan konstitusi dan merujuk pada pranata hukum yang berlaku. Itulah jalan yang Insya Allah akan senantiasa dirahmati Tuhan. Betapapun besarnya amarah kalian, kau memilih untuk tidak memerangi kemungkaran dengan cara-cara yang sama mungkarnya. Sebuah akhlak dan peradaban politik yang mendidik dan meneduhkan.
Kuyakini, inilah tuntunan yang kedua. Aku makin khusyuk dalam kontemplasi yang kulakukan.
Malam semakin larut. Seolah bumi berhenti berputar. Desiran angin dan pepohonan di depan rumahku pun tak lagi kudengar. Aku bersyukur, karena semua pertanyaan batin yang kusimpan dalam hati sanubariku, satu-satu telah mendapatkan jawabannya.
Era kini, adalah era politik pasca kebenaran. Artinya, politik tanpa disertai kebenaran. Banyak fitnah, pembunuhan karakter, berita bohong serta muslihat dan tipu daya. Banyak yang berduka dan menjadi korban. Terkadang uang dan kekuasaan menyatu, menjelma menjadi kekuatan maha dahsyat yang bisa melindas dan menggilas siapa saja. Menghalalkan segala cara bukanlah sebuah aib dan pertanda matinya etika. Di tengah suasana seperti itu, engkau dan para pemimpin partai yang saat ini tengah mencari keadilan, mesti berbangga karena kalian tak tergoda untuk mudah berburuk sangka. Menuduh sembarangan. Sifat yang tidak suudzon, adalah sifat yang terpuji.
Sebagian orang memang mengatakan bahwa jika kita hidup di zaman edan, jangan bersikap dan bertindak waras karena pasti tidak mendapatkan apa-apa. Namun, jalan seperti itu bukan yang kau pilih. Akibatnya, kau hadapi satu keniscayaan. Partai yang kau sayangi sering terguncang dan tersandung-sandung. Itu konsekuensinya. Namun, jika itu yang kau pilih, yakinkan semuanya kuat, tabah dan tegar, baik lahir maupun batin. Hidup tak seindah bulan purnama. Hidup memerlukan kesabaran dan pengorbanan.
Inilah tuntunan ketiga yang aku yakini. Renunganku makin dalam. Aku tak ingat lagi, sudah berapa lama aku sudah berada dalam dunia kalbu yang penuh keheningan itu. Alam pun seakan menemani dan ikut berempati.
"Aku tahu ada keresahan yang ada dalam pikiranmu. Bagaimana jika hukum tidak berpihak kepada yang benar. Bagaimana pula jika ada jarak yang menganga antara hukum dan keadilan. Kau tidak berdosa jika mencemaskan itu, karena kau berpijak di alam nyata. Bukan dalam dunia legenda yang serba indah dan penuh pesona. Namun, yakinlah bahwa di negeri ini masih banyak yang berhati mulia. Saudara-saudaramu, di pinggir-pinggir kota dan di pelosok-pelosok desa, juga ikut berempati dan berdoa. Ikut merasakan apa yang kau rasakan. Dengan semuanya ini, percayalah bahwa para pemegang palu keadilan akan mendapatkan tuntunan Tuhan untuk senantiasa bertindak adil dan benar"
Kembali kuyakini ini adalah tuntunan yang keempat. Ketika waktu telah bergeser perlahan menyambut datangnya fajar di dini hari, aku bagai mendapatkan isyarat bahwa hampir rampung jawaban yang kumohonkan. Jawaban terhadap istikharah yang aku lakukan. Aku biasa memadukan antara olah nalar, intuisi dan tuntunan Yang Maha Kuasa. Terlalu sombong jika manusia merasa memiliki segalanya, dan tak menyadari kelemahan dan kekurangannya.
Inilah bisikan kalbu terakhir, atau yang kelima, dalam perenunganku di malam yang syahdu itu.
Kau harus bersyukur ketika jagad raya mengamini kata-katamu bahwa tak ada jalan yang lunak untuk meraih cita-cita yang besar. Juga tak ada yang serba mudah untuk mengatasi masalah yang berat. Terhadap itu semua, sejarah telah mencatat bahwa yang kau katakan itu juga telah kau jalankan dalam perjalanan hidupmu. Saat ini kau juga tengah melakukannya lagi. Artinya kau bukan termasuk golongan yang mudah menyerah. Semangat dan tekadmu tak mudah patah. Ini modal penting bagimu dan semua pemimpin partai, dalam meraih sukses di hadapan. Barangkali kau sering merasa lemah ketika menghadapi yang kuat. Apalagi sangat kuat.
Namun, jangan lupa, jika Tuhan menakdirkan, yang lemah-lemah itu akan diangkat menjadi yang kuat. Sementara itu, barangkali kau juga merasa sangat berat untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan yang sejati. Seolah jalan di hadapanmu tertutup. Tak ada yang terbuka. Ada jurang yang sangat dalam dan tebing tinggi yang amat terjal. Namun percayalah, hukum kehidupan mengajarkan bahwa pada akhirnya kebenaran dan keadilan akan datang. Datangnya mungkin lambat, tapi pasti
Di pengujung bisikan nurani itu aku segera terjaga. Aku tengadahkan tanganku seraya berucap "terima kasih Tuhan". Betapa tenteram rasa hatiku ketika Sang Pencipta kuyakini telah menguatkan hati dan pikiranku. Aku dilahirkan untuk mencintai kedamaian. Bukan pertentangan dan kekerasan. Namun, bagaimanapun aku lebih mencintai kebenaran dan keadilan. Jika kebenaran dan keadilan tegak, damailah hati kita. Damailah negara kita. Damailah dunia kita. Ya Allah, kabulkanlah permintaanku akan hadirnya kedamaian, kebenaran dan keadilan di negeri tercinta ini. Kepada-Mu aku berserah diri, dan kepada-Mu aku memohon pertolongan.
Cikeas, 15 Maret 2021
Baca juga:
Jhoni Allen: Kita Hormati SBY, Tapi Kita Bukan Bekerja Untuk SBY
Jhoni Allen Gugat AHY: Dia Baru Masuk Demokrat Enggak Berkeringat Langsung Nikmatin
Datang ke Bali, Moeldoko Bungkam Ditanya soal KLB Demokrat
Jhoni Allen Yakin Menkumham Sahkan Kepengurusan KLB Demokrat Deli Serdang
Jhoni Allen: Pahami UU MD3, yang Jadikan Saya DPR Rakyat, Bukan SBY-AHY
Kubu Moeldoko: SBY Diam-Diam Jadi Penguasa Tunggal Demokrat