Sosok Jokowi dinilai ubah logika rakyat
"Kalau ada media yang mencaci Jokowi, maka komentarnya akan mencaci wartawan."
Kehadiran Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta setahun lalu dinilai mengubah pandangan dan logika rakyat. Selama ini, rakyat kerap kali mencaci pejabat jika banyak media mengkritisi kebijakan atau program tertentu.
Sebaliknya, jika itu terjadi pada Jokowi, maka yang terjadi adalah sebaliknya.
"Ini menarik, jika saya membaca berita tentang Jokowi, saya lihat komentarnya. Kalau ada media yang mencaci Jokowi, maka komentarnya akan mencaci wartawan. Kalau ada pengamat yang mencaci Jokowi maka komentarnya akan mencaci pengamat. Ini logika rakyat," kata Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang pada sebuah diskusi di Kedai Kopi Deli, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (6/9).
Kondisi itu juga memberikan hasil positif terhadap partai jika Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri mengeluarkan keputusan untuk mencapreskan Jokowi. Hal itu terbukti dari survei-survei mengenai elektabilitas di mana PDIP akan meraih lonjakan besar jika mencapreskan mantan Wali Kota Solo itu.
"Ada korelasi positif antara popularitas Jokowi sebagai calon dan popularitas partai kalau Jokowi jadi presiden," tandasnya.
Tak hanya PDIP, keberadaan Jokowi bisa meningkatkan elektabilitas semua partai yang ingin mengusungnya sebagai presiden. Sosoknya juga akan menimbulkan animo masyarakat untuk memilih dalam pemilihan umum mendatang, sehingga Jokowi memiliki 'bargaining'.
Akan tetapi, jika PDIP tidak memilihnya sebagai capres dan Jokowi tetap berniat maju, justru akan melemahkan dirinya.
"Publik bisa melihat kalau Jokowi tetap maju dan tidak dicalonkan PDIP, nanti akan banyak orang yang katakan Jokowi gila kekuasaan. Bisa dikatakan Jokowi mengkhianati Megawati, khianati Prabowo hanya untuk merebut kursi RI-1. Mungkin, rakyat tetap memilih, tapi akan ada ancaman untuknya," tandasnya.
Meski begitu, dia meyakini Jokowi tetap berpegang teguh terhadap filosofi masyarakat Jawa, sehingga ia akan setia kepada keputusan Megawati. Pencalonannya pun juga menimbulkan perlawanan dari partai yang selama ini mendukungnya, yakni Gerindra.
"Kalau tidak ada izin dari Megawati, dia pasti tidak akan mengatakan 'saya siap' nyapres. Kalau itu terjadi, maka Gerindra dan Prabowo akan terima itu. Kalau tidak, maka itu akan menjadikan Jokowi sebagai lawan, akan terjadi pertarungan," pungkasnya.