Tim Jokowi-JK protes akuntabilitas pencoblosan via pos di LN
Timses Jokowi-JK memprotes pelaksanaan pemungutan via pos dan drop box yang tidak transparan.
Tim Pemenangan Jokowi-JK menyaksikan ada pola anomali dari hasil penghitungan suara Pilpres 2014 di luar negeri. Menurut anggota Timses Jokowi-JK, Eva Kusuma Sundari, anomali ini bersumber pada perhitungan via pos dan drop box.
"Berdasar penghitungan real count TPS-TPS di semua negara pasangan nomor 2 JKW-JK dinyatakan menang secara mencolok. Situasi berubah ketika real count memasukkan hasil perhitungan via pos dan drop box," kata Eva melalui pernyataan tertulis, Minggu (13/7).
Keadaan berbalik tersebut, ungkap Eva, terjadi di Malaysia dan Saudi. "Dikhawatirkan Hong Kong yang saat ini Jokowi-JK menang 72 persen akan mengalami situasi yang sama oleh sebab yang sama," ujar anggota DPR ini.
Oleh karena itu, tegas Eva, Timses Jokowi-JK memprotes pelaksanaan pemungutan via pos dan drop box yang tidak transparan, tertutup dan tidak melibatkan partisipasi publik, terutama saksi-saksi.
"Pelaksanaan amat eksklusif hanya melibatkan pihak perwakilan dan PPLN setempat," ujar Eva.
Eva memaparkan, kejanggalan paling mencolok terjadi di Malaysia. "Berbeda dengan peraturan di Singapura yang mengharuskan KBRI mempunyai semua alamat BMI (buruh migran Indonesia) maka di Malaysia manajemen BMI sepenuhnya di tangan agen-agen sehingga alamat-alamat pemilih diperoleh dari mana? Yg non-kantong Jokowi-JK?" ujar dia.
"Demikian juga terkait jumlahnya (suara via pos) yang semula direncanakan 20 ribu berlipat menjadi 40 ribu, sehingga pantas Migrant Care menduga ada penggelembungan suara sebesar 22 ribu," tutur Eva.
Karena pelaksanaan penghitungan via pos dan drop box yang tidak akuntabel tersebut, Tim Jokowi-JK menuntut Bawaslu dan KPU melakukan audit terhadap Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) dan petugas Pemilu Malaysia.
"Termasuk membuka akses saksi untuk memeriksa validitas alamat-alamat via pos dan surat suara tersebut termasuk yang dari drop box," ujar dia.
"Kecurangan via pos dan drop box ini beralasan karena hal yang sama pernah dilakukan seorang caleg (FY) di Pemilu 2009 berupa vote buying sebanyak 35 ribu suara yang terbongkar saksi karena pola coblosan yang sama," beber Eva.
Oleh karen itu, kata Eva, Timses Jokowi-JK meminta saksi untuk menolak tanda tangan berita acara hingga tuntutan tersebut dilaksanakan.
"Jika hal tersebut tidak dilakukan maka kita menuntut semua hasil suara berdasar dari 2 sumber tersebut tidak disertakan dalam penghitungan total perolehan," ujarnya.