Timses sebut jualan politik Ahok-Djarot lebih berkelas
Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, dianggap mengutamakan sentimen agama di putaran II. Cara ini dikritik kubu lawannya, Basuki T Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat. Mereka mengklaim cara dipakai dalam Pilgub DKI lebih berkelas.
Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, dianggap mengutamakan sentimen agama di putaran II. Cara ini dikritik kubu lawannya, Basuki T Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat. Mereka mengklaim cara dipakai dalam Pilgub DKI lebih berkelas.
Juru Bicara pasangan Ahok-Djarot, Ansy Lema, menyebut selama ini lebih mengutamakan program kerja dan memunculkan rekam jejak. Bahkan pihaknya menentang pelbagai upaya mementingkan sentimen SARA.
"Jualan politik Basuki-Djarot adalah barang yang berkelas yaitu berupa rekam jejak, visi misi dan program kerja. Kami (kubu) Basuki-Djarot sangat anti dan pantang menggunakan atau mengeksploitasi sentimen SARA, khususnya agama untuk sekedar mendapatkan kekuasaan," kata Ansy Lema dalam keterangannya, Rabu (5/4).
Menurut Ansy, pasangan Ahok-Djarot mengedepankan akal sehat dalam berpolitik. Sebab, para pendukung berasal dari latarbelakang berbeda. Bahkan setiap kesempatan pertemuan di hadapan komunitas, kata dia, Ahok tidak pernah meminta mereka memilih seorang pejabat publik berdasarkan kesamaan identitas sebagai tolak ukur.
"Pak Ahok selalu mengatakan, 'kalau tidak ada yang lebih baik dari parameter-parameter itu, ya Anda harus memiliki Basuki-Djarot'. Nah, ini sebenarnya bentuk apresiasi terhadap rasionalitas atau politik akal sehat dalam demokrasi ini," jelasnya.
Penjelasan Ansy ini sekaligus menyinggung sikap Eep Saefulloh Fatah sebagai konsultan politik Anies-Sandiaga. Dia menilai Eep telah mencederai demokrasi dan memiliki konsekuensi hukum. Sebab menggunakan rumah ibadah sebagai sarana kegiatan politik. Menurut dia, ini dilakukan Eep seperti terekam dalam sebuah video belakangan ini menjadi viral di media sosial.
Atas masalah ini, timses Ahok-Djarot meminta KPUD DKI dan Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara, segera mengambil tindakan tegas. Terutama terhadap setiap bentuk kampanye sengaja mengeksploitasi sentimen agama. Apalagi, lanjut dia, dikhawatirkan bila didiamkan maka model kampanye seperti itu akan diikuti banyak daerah lain. Ini mengingat Jakarta sebagai barometer politik di Indonesia.
"Ini seharusnya sudah harus ditindak lanjuti oleh penyelenggara pemilu. Kalau pembiaran ini dilakukan, seolah-olah masyarakat merasa bahwa ini praktik yang benar, padahal aturan itu secara tegas, jelas dan lugas mengatakan bahwa rumah ibadah itu tidak bisa dijadikan tempat berkampanye," terangnya.