Menikmati Juara Dunia bersama Messi
Megabintang, Messi, akan menjalani partai puncak di Piala Dunia terakhirnya. Biasanya cinta mewujud di ujung perjuangan. Namun, jika Messi menyudahi karirnya dengan romantis, maka saya sebagai penikmat bola sangat bisa menerimanya, termasuk fans CR7.
©2021 Merdeka.com
-
Di mana Piala Dunia FIFA 2022 diadakan? Piala Dunia FIFA 2022 adalah turnamen Piala Dunia pertama yang diselenggarakan di negara Arab, tepatnya di Qatar.
-
Apa yang terjadi pada pertandingan Timnas Indonesia melawan Arab Saudi di Kualifikasi Piala Dunia 2026? Timnas Indonesia tampil dengan performa yang mengesankan saat berhadapan dengan Arab Saudi. Meskipun sering berada di bawah tekanan, Skuad Garuda berhasil melakukan tujuh percobaan tembakan. Pertandingan ini berlangsung pada matchday pertama Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026, yang diadakan pada Jumat (6/9/2024) dini hari WIB. Di Stadion King Abdullah, Indonesia berhasil menahan imbang Arab Saudi dengan skor 1-1.
-
Kapan Timnas Indonesia tiba di Arab Saudi untuk kualifikasi Piala Dunia 2026? Sebagian anggota Timnas Indonesia telah tiba di Arab Saudi menjelang Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia pada Senin pagi, 2 September 2024, waktu setempat.
-
Di mana pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2026 antara Indonesia dan Arab Saudi akan dihelat? Indonesia menjalani laga tandang ke markas Arab Saudi di Stadion King Abdullah, Jumat 6 September 2024.
-
Di mana pertandingan Timnas Indonesia melawan Arab Saudi di Kualifikasi Piala Dunia 2026? Di Stadion King Abdullah, Indonesia berhasil menahan imbang Arab Saudi dengan skor 1-1.
-
Di mana Piala Dunia 2026 akan diadakan? Meskipun begitu, Van Dijk yakin bahwa ia masih mampu tampil di level tertinggi bersama tim nasional Belanda di turnamen yang akan diadakan di Kanada, Meksiko, dan Amerika Serikat tersebut.
*Artikel ini ditulis oleh Fithra Faisal Hastiadi, Doktor bidang Ekonomi Internasional, Internisti, dan anggota tim Yellow Force UI.
Seperti 4 tahun silam, kali ini saya harus menyaksikan momen penentuan Juara Dunia 2022 di luar negeri. Jika Piala Dunia 2018 saya menyaksikannya di Beijing, bersama Prof Lam Peng Er dan beberapa kolega ASEAN dari NUS, setelah Forum North East Asia Think Tank, Piala Dunia tahun ini saya akan menyaksikannya di Tokyo, jelang acara ASEAN Japan Center yang membicarakan outlook Indo-Pacific. Nasib memang, jauh dari keriuhan nobar di Jabodetabek.
Pada 2018 lalu, dengan analisis data statistik pemain dan tim, praduga awal saya kebetulan terbukti sahih. Dengan kompleksitas telaah data, probabilita juara pada 2018 berada di antara dua tim besar, yaitu Prancis dan Brazil, dengan Prancis berada dalam competitive edge. Itu sebabnya Prof Lam Peng Er mengajak saya menonton final piala dunia untuk mendapatkan “live comentary” yang berdasar data.
Untuk tahun ini, telaah data juga sedikit menguntungkan Prancis dibanding Argentina. Meski sama-sama menelan satu kekalahan, kekalahan Prancis kontra Tunisia, lebih karena pertandingan tersebut formalitas saja, yang tidak mempengaruhi kelolosan, bahkan untuk menggeser posisi Prancis sebagai pemuncak grup D.
Berbeda sekali dengan Argentina yang justru keok di partai perdana lawan Saudi Arabia, yang biasa jadi bulan-bulanan timnas negara mapan. Ketika melihat line-up Argentina kontra Saudi Arabia, saya sebenarnya menduga Argentina akan kewalahan, meski kekalahan akhirnya juga terlalu mengejutkan.
Lini tengah Argentina diisi oleh para pesakitan. Leandro Paredes jarang tampil di Juventus, sejak pindah dari PSG. Entah karena belum bisa beradaptasi atau memang karakternya yang tidak sesuai dengan kebutuhan allenatore Juve Massimo Allegri, yang jelas Paredes kehilangan sentuhannya akibat jarang bermain.
Rodrigo De Paul pun punya masalah serupa di Atletico Madrid. Sejak memutuskan pindah dari Udinese ke tim sekota Real Madrid tersebut, pemain yang sebenarnya sempat diincar Inter Milan ini, juga masih belum dipercaya benar untuk menyemen posisi di lini tengah los Colchoneros. Efeknya pun sama, De paul tidak kelihatan di lini tengah argentina. Padahal dua poros sentral tengah ini seharusnya mampu menjaga keseimbangan tim, alih-alih bolong di tengah. Ketika bolong, maka Argentina cenderung mengandalkan sektor sayap.
Celakanya, dua sektor sayap diisi oleh dua pemain tua yang tidak bisa terus menerus kerja rodi: Angel de maria dan Papu Gomez.
Lini belakang pun sami mawon. Cristian Romero memang menjadi bek terbaik di Serie A, sebelum pindah ke Tottenham Hotspurs. Namun, dia sepertinya masih sulit menemukan kinerja sebaik di tim London Utara ini.
Bagaimana dengan Otamendi? Masa jayanya sudah lewat. Sebenarnya saya lebih ingin melihat Romero bersanding dengan Lisandro Martinez, tapi Argentina masih membutuhkan bek berpengalaman.
Jurus Argentina
Dalam beberapa pertandingan setelahnya, pelatih Argentina Lionel Scaloni terpaksa mengutak-atik lini tengah. Salah satunya dengan memasukkan Alexis Mac Allister di sisi tengah kiri. Dalam beberapa pertandingan terakhir, Lautaro yang tidak optimal posisinya pun diganti dengan wonderkid baru, Julian Alvarez.
Striker cadangan keempat di Manchester City ini pun menjadi permata, berkilauan, dan menjadi tandem klop untuk Lionel Messi di lini depan. Setelah itu, Argentina tak terbendung.
Bak air bah menerjang siapa pun lawannya. Apalagi de Paul sudah lumayan nyetel ketika dipasang agak melebar ke kanan dalam formasi 4-4-2. Mac Allister dan de Paul ibarat pemain tipikal mezzala yang memiliki kemampuan bergerak vertikal dan horizontal. Kehadiran de Paul dan Mac Allister pada posisi mezzala, terbukti membuat lini tengah argentina bergerak lebih dinamis.
Badai Cidera Prancis
©2022 Merdeka.com
Kini Prancis. Adalah tetap negara gudangnyq pemain berbakat, bahkan surplus pemain di lini belakang dan tengah. Akibatnya banyak juga pemain yang tidak bisa diangkut ke Piala Dunia Qatar. Seperti Ngolo Kante, Paul Pogba, dan sang penerima Ballon d’Or Wak Haji Karim Benzema --kondisi cedera.
Namun, itu tampaknya tidak mengurangi keganasan lini tengah dan depan, Prancis yang dihuni wonderkid Real Madrid Aurélien Tchouaméni, pemain PSG Kylian Mbpappe, dan hero milik Milan, Oliver Giroud. Sebenarnya timnas Prancis juga punya pemain pesakitan, seperti Ousmane Dembélé, yang mood-nya naik-turun di Barcelona FC. Dan Antoine Griezman di Atletico Madrid.
Namun, Deschamps, pelatih Prancis, bermain dengan pakem ajeg, kecuali ketika kalah saat bentrok lawan Tunisia dengan formasi 4-2-3-1. Apalagi para pemain juga sudah sangat taktis dalam menerjemahkan pakem itu di lapangan. Statistik pertandingan pun mendukung itu.
Pertemuan Prancis kontra Argentina ibarat jurus pakem bertemu dengan fleksibilitas. Kestabilan bertemu kedinamisan. Lionel Scaloni sempat merombak formasi andalan 4-4-2 menjadi 4-3-3 ketika bersua Polandia dan Australia. Bahkan menjadi formasi "malu-malu" (5-3-2) ketika "laga keras" versus Belanda.
Namun, formasi 4-4-2 ala Scaloni menjanjikan kestabilan dalam fase menyerang dan bertahan. Puncaknya adalah ketika meluluh-lantakkan Kroasia di semifinal. Sementara Prancis, tetap meyakinkan sesuai dengan dugaan data statistik.
Di final malam ini, Prancis akan kehilangan beberapa pemain andalan seperti Theo Hernandez, Aurélien Tchouaméni, Kingsley Coman, Raphael Varane, dan Ibrahim Konate akibat tertular camel flu --dan kabarnya terpaksa tidak memainkan Giroud akibat cedera lutut, skuad Prancis kali ini cukup dalam, sehingga kualitas pemain cadanga tak beda jauh dengan tim inti.
Jadi siapa yang akan mengangkat Piala Dunia 2022?
Data statistik hingga final menunjukkan skuad Prancis punya peluang terbesar untuk menang. Meski kini probabilitanya agak berkurang akibat beberapa pemain inti yang mungkin urung tampil karena sakit. Namun, sepakbola adalah permainan romantis, seperti disampaikan Luiz Ronaldo, sang legenda Brazil.
Megabintang, Messi, akan menjalani partai puncak di Piala Dunia terakhirnya. Biasanya cinta mewujud di ujung perjuangan. Sebenarnya saya adalah pendukung CR7 garis keras.
Namun, jika Messi menyudahi karirnya dengan romantis, maka saya sebagai penikmat bola sangat bisa menerimanya. Apalagi para pendukung GOAT ini sudah lelah berdebat soal siapa yang terbaik. Messi, sudahi saja debat ini, dengan menjadi raja yang sebenarnya.