Ragam Cerita Pelatih-pelatih Asal Belanda di Indonesia: Dari Wiel Coerver hingga Wim Rijsbergen
Merefleksikan kembali perjalanan para pelatih asal Belanda yang pernah melatih Timnas Indonesia.
Dengan dipecatnya Shin Tae-yong dari posisi pelatih Timnas Indonesia, PSSI kini dihadapkan pada tugas untuk menemukan pengganti yang tepat. Nama Patrick Kluivert muncul sebagai kandidat utama untuk mengisi posisi tersebut. Bagi generasi 90-an dan awal 2000-an, Patrick Kluivert mungkin merupakan sosok yang cukup dikenal. Lahir di Amsterdam, Belanda, Kluivert dikenal sebagai striker handal yang pernah membela beberapa klub besar Eropa, termasuk Ajax, AC Milan, Barcelona, PSV, dan Lille. Setelah mengakhiri kariernya sebagai pemain, Kluivert beralih ke dunia kepelatihan. Namun, jika dilihat dari prestasinya, rekam jejak pelatih berusia 48 tahun ini di dunia kepelatihan masih diragukan.
Kluivert pernah menjabat sebagai asisten pelatih untuk Timnas Belanda dan Kamerun, serta menjadi pelatih interim untuk Timnas Curacao. Di level klub, perannya sebagian besar juga sebagai asisten pelatih, seperti saat di AZ, Brisbane Roar, NEC, dan Ajax. Kluivert baru menjadi pelatih kepala pada tahun 2023 ketika melatih klub Turki, Adana Demirspor. Penting untuk dicatat bahwa waktu Kluivert dalam melatih baik di klub maupun timnas tergolong singkat, biasanya hanya satu hingga dua tahun. Jika Patrick Kluivert resmi menjadi pelatih Timnas Indonesia, ini bukanlah pengalaman pertama bagi Tim Garuda dilatih oleh pelatih asal Belanda. Mari kita telusuri kembali 'sejarah lama' tentang kontribusi pelatih Belanda di Timnas Indonesia di berbagai periode.
- Cerita Van Gaal dan Kluivert Bawa Belanda Finish Ketiga di Piala Dunia 2014: Bisa Sukses Bersama Timnas Indonesia?
- Wawancara dengan FIFA, Tijjani Reijnders Bangga Berdarah Indonesia
- Luar Biasa! Sumpah Mees Hilgers dan Eliano Reijnders Sebagai WNI Petugas Kemenkumham Terbang ke Belanda
- Kisah Menarik Keluarga Reijnders: Sang Adik Berlatih Bersama Timnas Indonesia, Sementara Kakaknya Mencetak Gol untuk Belanda.
Wiel Coerver
Timnas Indonesia pernah dilatih oleh Wiel Coerver, seorang pelatih asal Belanda yang dikenal dengan julukan Albert Einstein-nya sepak bola. Coerver menjadikan Indonesia sebagai salah satu objek eksperimennya dalam dunia sepak bola. Setelah sukses membawa Feyenoord Rotterdam meraih juara Piala UEFA pada tahun 1974, ia menghadapi tantangan yang berbeda ketika melatih sepak bola Indonesia pada tahun 1975. Pada saat itu, PSSI yang dipimpin oleh Ketua Umum Bardosono, menunjuknya untuk mempersiapkan Timnas Indonesia menghadapi Olimpiade Montreal di Kanada pada tahun 1976. Setahun setelah itu, Wiel Coerver kembali ke Belanda untuk melatih Go Ahead Eagles, namun ia kembali lagi ke Indonesia untuk menangani PSSI Garuda dalam SEA Games 1979.
Di bawah kepemimpinannya, Timnas Indonesia menunjukkan performa yang mengesankan, dimulai dengan proses seleksi yang sangat ketat. Setelah terpilih, para pemain dilatih dengan intensitas yang tinggi. Salah satu highlight dari Wiel Coerver bersama Timnas Indonesia adalah pengembangan metode Pyramid of Player Development. Metode ini berfokus pada penguasaan bola individu, kecepatan, dan permainan dalam kelompok kecil, serta memberikan perhatian khusus pada setiap individu. Program latihan utamanya adalah penguatan fisik dan penggunaan bola dalam setiap sesi latihan. Saat pertama kali melatih Timnas Indonesia, Wiel Coerver memperjuangkan kesejahteraan para pemain di hadapan pengurus PSSI, dengan prinsip bahwa ia tidak ingin mendapatkan penghasilan lebih tinggi dibandingkan dengan pemainnya.
Prinsip tersebut sempat menuai kritik dari PSSI karena dianggap mengutamakan uang di atas nasionalisme. Namun, para pemain justru lebih mengutamakan semangat tim. Bagi mereka, mengenakan seragam Garuda merupakan kebanggaan dan tanggung jawab yang besar. Selain itu, Wiel Coerver juga berbagi ilmunya dengan pelatih-pelatih lokal yang berpotensi, seperti Sinyo Aliandoe, Harry Tjong, dan Bertje Matulapelwa. Selama berada di Indonesia, ia sering mengadakan diskusi dengan pelatih lokal untuk mencetak lebih banyak pelatih, sehingga Indonesia dapat memaksimalkan potensi para pemainnya. Meskipun menghadapi kendala bahasa saat melatih, Coerver beruntung karena banyak pemain Indonesia yang dapat berkomunikasi dalam bahasa Belanda, seperti Ronny Pattinasarany dan Rudy Keltjes. Oleh karena itu, penting bagi para pemain untuk aktif mengembangkan kemampuan yang mendukung proses latihan mereka.
Foppe de Haan
Salah satu pelatih asal Belanda yang tidak berhasil meraih kesuksesan bersama Timnas Indonesia adalah Foppe de Haan. Foppe de Haan bukanlah pelatih biasa; ia telah melahirkan banyak bintang sepak bola dunia, seperti Marco Van Basten, Klaas-Jan Huntelaar, dan Ryan Babel. Ia pernah menjabat sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia U-23 saat Asian Games 2006 yang berlangsung di Qatar. Pelatih yang sukses membawa Belanda meraih gelar juara Piala Eropa U-21 pada tahun 2006 dan 2007 ini diharapkan dapat mengangkat performa Tim Garuda Muda. Namun, hasil yang didapatkan sangat jauh dari harapan yang diinginkan.
Setelah menghabiskan 19 tahun melatih SC Heerenveen dari tahun 1985 hingga 2004, De Haan diberi waktu empat bulan untuk mempersiapkan Timnas U-23 melalui program pelatihan di Belanda, dengan bantuan pelatih lokal, Bambang Nurdiansyah. Sayangnya, performa di lapangan tidak sesuai harapan. Timnas U-23 mengalami kekalahan telak 0-6 dari Irak, kalah 1-4 dari Suriah, dan hanya mampu bermain imbang 1-1 melawan Singapura. Akibat hasil buruk ini, Ketua Umum PSSI saat itu, Nurdin Halid, memutuskan untuk memberhentikan De Haan dari jabatannya.
Foppe de Haan pernah mengungkapkan bahwa melatih Timnas Indonesia, bahkan di level U-23, merupakan tantangan yang sangat berat. Beberapa highlight yang disampaikan olehnya menunjukkan bahwa pemain Indonesia sudah mengalami salah urus sejak usia dini dan tidak mendapatkan pelatihan yang memadai. De Haan menyatakan bahwa seharusnya di level U-23, ia bisa fokus melatih pemain untuk memahami strategi sepak bola, tetapi kenyataannya ia masih harus mengajarkan teknik-teknik dasar. Selain itu, ia juga menyoroti pola kerja yang tidak ideal di Timnas Indonesia, termasuk adanya intervensi dalam pemilihan pemain.
Wim Rijsbergen
Pelatih asal Belanda yang pernah menjabat sebagai pelatih Timnas Indonesia adalah Wim Rijsbergen. Ia mengambil alih posisi tersebut setelah sebelumnya menjabat sebagai pelatih PSM Makassar. Sejak Juli 2011, Wim Rijsbergen ditunjuk untuk menggantikan Alfred Riedl dalam memimpin timnas Indonesia. Rekam jejaknya sebagai pelatih cukup baik. Sebagai pemain, Wim menjadi bagian penting dalam tim Belanda pada Piala Dunia 1974 dan 1978. Ia juga berkontribusi dalam kesuksesan Feyenoord meraih gelar Liga Belanda 1973-1974 dan Piala UEFA di musim yang sama.
Dalam karier kepelatihannya, Wim Rijsbergen telah menangani beberapa klub di Liga Belanda, termasuk FC Volendam, NAC Breda, dan Groningen. Bersama FC Volendam, ia berhasil membawa timnya mencapai final Piala Belanda pada tahun 1994-1995. Selain itu, Wim juga pernah merasakan pengalaman di Piala Dunia sebagai asisten Leo Beenhakker di Timnas Trinidad dan Tobago pada tahun 2006. Setelah turnamen tersebut, ia dipercaya untuk menjabat sebagai pelatih kepala Timnas Trinidad dan Tobago. PSSI memiliki harapan besar bahwa Wim Rijsbergen bisa meningkatkan prestasi Timnas Indonesia dibandingkan Alfred Riedl, yang hanya mampu membawa Indonesia menjadi runner-up di Piala AFF 2010.
Namun, selama enam bulan masa jabatannya, Wim Rijsbergen tidak mampu menghadirkan prestasi yang diharapkan. Ia gagal membawa timnya lolos ke babak selanjutnya dalam kualifikasi Piala Dunia 2014. Dalam total 11 pertandingan resmi internasional yang dipimpin olehnya, Indonesia hanya mencatat dua kemenangan, tiga hasil imbang, dan enam kekalahan. Selama masa kepelatihannya, Wim Rijsbergen sering menjadi sorotan publik. Ia dikenal jarang memberikan instruksi kepada pemain, dan lebih banyak terlihat mencatat kejadian di lapangan. Hubungannya dengan beberapa pemain Timnas Indonesia pun tidak berjalan harmonis, yang menambah opini negatif dari publik, terutama karena timnas tidak menunjukkan performa yang memuaskan.
Akibat dari hasil yang kurang memuaskan tersebut, Wim Rijsbergen akhirnya diberhentikan dari jabatannya oleh PSSI pada Januari 2012.
Pieter Huistra
Pelatih Borneo FC Samarinda, Pieter Huistra, memiliki pengalaman yang cukup panjang dalam dunia sepak bola Indonesia. Huistra pernah menjabat sebagai pelatih interim Timnas Indonesia selama sebulan. Pada tanggal 7 Mei 2015, PSSI resmi mengangkat Pieter Huistra sebagai pelatih interim untuk Timnas Indonesia senior. Tugas Huistra saat itu adalah memimpin tim dalam dua pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2018 Zona Asia Grup F, yaitu melawan Taiwan pada 11 Juni 2015 dan Irak pada 16 Juni 2015. PSSI memiliki alasan tertentu mengapa status interim disematkan kepada Pieter Huistra. Pada waktu itu, situasi dianggap tidak mendukung bagi Timnas Indonesia untuk memiliki pelatih tetap.
Namun, sebulan setelah penunjukan Huistra, PSSI menerima sanksi dari FIFA karena dianggap mengalami intervensi yang kuat dari pemerintah. Dari segi rekam jejak, Pieter Huistra bukanlah sosok yang asing di Belanda. Sebagai seorang pemain, ia pernah memperkuat beberapa klub besar seperti FC Groningen, Twente, dan Rangers. Selain itu, Pieter Huistra juga pernah menjadi bagian dari Timnas Belanda dengan catatan delapan caps untuk skuad De Oranje. Dalam karir kepelatihannya, Huistra juga pernah menangani berbagai klub di Belanda, termasuk FC Groningen, Vitesse, dan De Graafschap.