Jatuh Bangun Sering Diremehkan, Pria Ini Kini Sukses Budidaya Belut dan Miliki 200 Kolam
Seorang pembudidaya belut mampu kembangkan hingga 200 kolam meski sempat diremehkan hingga merugi.
Seorang pembudidaya belut mampu mengembangkan hingga 200 kolam meski sempat diremehkan hingga merugi.
Jatuh Bangun Sering Diremehkan, Pria Ini Kini Sukses Budidaya Belut dan Miliki 200 Kolam
Pantang menyerah dan tekad yang tinggi membuat seorang pembudidaya belut bernama Suwardi mampu membuat bisnisnya semakin maju.
Suwardi mengembangkan bisnis budidaya belut di daerah Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY.
- Ibunda Dirawat di Rumah Sakit, Aksi Pria Beri Kejutan Datang Menjenguk dari Bekasi-Cirebon Ini Bikin Haru
- “Terpaksa” Pulang ke Kampung Halaman Demi Mertua, Pria Bantul Ini Teruskan Usaha Ayah Jadi Pembuat Keris
- Pria ini Bangunkan Warga untuk Sahur dengan Cara Unik, Putar Terompet Ala Militer Bak Kumpulkan Prajurit Apel
- Pria Tak Dikenal Lempar Batu ke Mobil yang Parkir di Halaman Rumah, Aksinya Bikin Warganet Geram
Meski sempat mendapat banyak tantangan hingga kegagalan, tak menyurutkan niatnya untuk berusaha sampai akhirnya mampu memajukan budidaya belut di daerahnya.
Seperti apa kisah selengkapnya? Melansir dari kanal YouTube SeribuMimpi, Kamis (14/3) berikut informasinya.
Inspirasi Bisnis dari Teman
Suwardi mengaku bahwa inspirasinya datang dari teman-temannya yang juga mengembangkan bisnis sampingan.
Karena merasa ingin menambah sumber pendapatan, ia pun akhirnya memilih untuk budidaya belut dengan harapan mampu membantu perekonomian keluarganya.
"Saya tidak riset tapi ini termotivasi dari beberapa teman yang selain mereka memiliki aktivitas lain sebagai pekerja harian atau pekerja sampingan, mereka juga punya pekerjaan sampingan yang itu untuk mendongkrak perekonomian mereka."
"Hingga akhirnya saya berpikir kalau mereka bisa seperti itu, kenapa saya enggak? Kenapa saya harus mengandalkan dari satu pintu saja?"
"Hingga akhirnya saya berpikir ingin sekali seperti mereka memiliki sampingan untuk mendapat pendapatan atau mencukupi perekonomian keluarga saya," ucapnya.
Alasannya memilih budidaya belut memiliki banyak faktor. Salah satunya karena minimnya anggaran serta lokasi yang terbatas.
Lebih lanjut ia mengaku awalnya hanya sekedar iseng-iseng karena kegemarannya dalam menangkap belut sewaktu kecil.
"Kenapa saya gak budidaya ayam karena tempat saya dulu sebelum di sini di tengah kampung, takutnya mengganggu tetangga. Kalau kambing atau sapi modalnya terlalu tinggi. Kalau memelihara ikan lahan yang dibutuhkan cukup banyak hingga akhirnya saya berpikir di belut."
"Kenapa saya berpikir di belut karena saya berpikir di sekitaran saya ini kok enggak ada. Nah saya langsung teringat sewaktu saya di Jawa Barat dulu di Bogor kerjaan dulu saya masih kecil sering mancing belut. Hingga akhirnya saya ingin sekali budidaya belut walaupun dulu saya iseng-iseng aja," tambahnya.
Meski demikian ia mendapat tantangan pertama dalam mengembangkan bisnisnya itu. Apalagi tidak semua orang suka dan berminat dengan belut.
Kegagalan dan Tantangan Budidaya Belut Sampai Diremehkan
Sama halnya dengan pengusaha lain, Suwardi tak luput dari kegagalan dalam mengembangkan usaha.
Setelah berusaha selama bertahun-tahun, ia beberapa kali mengalami kegagalan karena kurangnya pengetahuan akan membudidaya belut.
"Dulu saya sering mendapati kegagalan-kegagalan entah dari mana itu pokoknya saya sudah tiga kali gagal itu. Kegagalan itu datang dari sisi pengetahuan dari media lumpur, mungkin juga dari mana saya menyediakan bibit dan dari perawatan," ucapnya.
Ia pun hanya belajar dari pengalaman selama mengembangkan bisnisnya.
Tak jarang ia sampai ribut dengan sang istri karena harus menyiapkan dana besar setiap kali ingin memulai budidaya.
Harga bibit belut pada saat itu berkisar Rp60-Rp70 ribu per kilo dan minimal harus membeli sebanyak 5KG.
Istrinya pun tak jarang sampai keberatan saat Suwardi setiap saat menggelontorkan dana besar untuk bisnis tersebut.
Selain mencari ke beberapa pembudidaya belut lain, Suwardi pun sempat mencari belut di platform online. Namun tetap saja ia gagal.
"Saya pernah beli di online saya ada rezeki. Setelah itu nyampai di rumah gak sampai dua minggu tewas lagi. Hingga kemudian saya coba lagi sampai cari dana dan sampai beberapa bulan kemudian setelah dana terkumpul saya coba lagi saya dapat bibit yang cukup unggul," tambahnya.
Seiring bertambahnya waktu, ia pun belajar banyak akan mengembangkan bisnis tersebut.
Awalnya ia hanya mengembangkan dari gentong plastik. Setelah dipanen selama 3-5 bulan, bibit tersebut jadi tambah banyak hingga akhirnya bertambah hingga menjadi 6 kolam.
Sukses mengembangkan budidaya, kini masalah baru muncul lantaran ia kesulitan menjual belut.
Tak jarang Suwardi sampai menawarkan ke teman-temannya namun ditolak, Harga Rp80 ribu per kilo belut dianggap mahal dan rekannya lebih memilih ayam daripada belut.
Sukses Kembangkan Bisnis
Suwardi mendapat masukan dari temannya untuk menjual belut di sosial media supaya menjangkau lebih banyak orang.
"Ada beberapa teman yang nyaranin ke saya kamu kan punya facebook, TikTok daripada digunakan buat nonton, kenapa gak dipakai buat menawarkan iklan kamu aja akhirnya saya tawarkan di facebook. Setelah di facebook banyak tuh yang menawarkan dari luar daerah," tambahnya.
Sampai saat ini jangkauan bisnisnya tersebut bisa tetap hidup dengan berjualan via sosial media.
Pengetahuannya akan belut pun terus bertambah. Ia pun bisa membedakan jenis belut yang bisa dibudidayakan dan tidak di kolamnya.
"Untuk belut yang bisa dibudidaya adalah jenis belut super atau belut rawa dan bukan hanya belut-belut lokal atau belut sawahan. Kalau belut sawah ini tidak bisa digunakan untuk budidaya karena sudah terkontaminasi dengan pupuk-pupuk pertanian. Selain itu cara menangkapnya juga dengan cara disetrum sehingga secara tidak langsung tubuhnya ini sudah cacat," jelasnya.
Suwardi juga menjelaskan bagaimana cara merawat belut termasuk dalam hal memberi pakan yang ideal bagi belut-belutnya.