Jenderal TNI Angkat Tukang Becak jadi Anak, Alasannya Sungguh Luar Biasa
Berikut kisah Jenderal TNI angkat tukang becak menjadi anaknya.
Berikut kisah Jenderal TNI angkat tukang becak menjadi anaknya.
Jenderal TNI Angkat Tukang Becak jadi Anak, Alasannya Sungguh Luar Biasa
Siapa pun berhak mendapatkan kehidupan yang layak.
Baik itu diperoleh dengan cara berjuang dan berusaha sekuat tenaga, maupun karena adanya kasih sayang dari seseorang. Seperti kisah tukang becak satu ini.
Ia diketahui diangkat menjadi seorang anak oleh sosok Jenderal TNI. Lantas bagaimana kisah Jenderal TNI angkat tukang becak menjadi anaknya?
Melansir dari berbagai sumber, Minggu (29/10), simak ulasan informasinya berikut ini.
- Melepas Jenderal Dudung Abdurachman dengan Penuh Air Mata, Ada Momen Sang Bintang 4 Sujud Syukur
- Menilik Nasihat Nenek Moyang Sunda di Naskah Amanat Galunggung, Ajak Anak Cucu Jaga Tanah Kelahiran
- Jenderal Bintang Dua Minta Maaf sampai 5 kali Gara-Gara Ulah Anak Buahnya
- Menangis saat Ucapkan Ijab Kabul, Ini Momen Haru Adik Gantikan Ayah jadi Wali Nikah Sang Kakak
Kerusuhan yang menimbulkan kerugian Rp 17,5 miliar ini mengakibatkan sekitar 2.000 rumah dan toko hancur, dibakar dan dijarah. Tak kurang dari 80 mobil dan 150 sepeda motor jadi sasaran amuk massa.
Tragedi berbau SARA yang meletus dan mencekam hari-hari di ibukota Sulawesi Selatan ini kemudian dikenang sebagai Peristiwa September.
Kala itu, Panglima Kodam Wirabuana dipegang oleh Mayjen Agum Gumelar.
Ia melihat seorang pemuda duduk di atas becaknya ketika patroli. Padahal ribuan orang sudah sibuk menjarah toko-toko yang terbakar. Dengan pakaian sipil, Agum bertanya pada pemuda tersebut kenapa tidak ikut menjarah toko-toko seperti ribuan orang. Siapa sangka, jawaban dari pemuda tukang becak bernama Mustafa ini mampu mengejutkan Agum.
"Itu perbuatan haram. Saya tidak pernah diberi makan barang haram oleh orang tua saya," kata Mustafa tegas seperti dituliskan Agum dalam biografinya Agum Gumelar Jenderal Bersenjata Nurani terbitan Pustaka Sinar Harapan 2004.
Saat itu, Mustafa tidak tahu dengan berhadapan dengan seorang Panglima Kodam. Dengan desakan Komandan Kodim dan Kapolres, Mustafa akhirnya menerima uang pemberian itu.
Uang dari Agum pun tak dipakai oleh Mustafa. Dia hanya menyimpannya saja.
Mustafa merupakan seorang pemuda jujur berkemauan besar. Ia rupanya rela meninggalkan kampungnya di Janeponto demi untuk melanjutkan pendidikan bangku SMA di Makassar.
Pemuda ini tidak mau hanya menjadi seorang lulusan SMP dan menjadi petani saja. Mustafa mempunyai mimpi bisa sekolah setinggi-tingginya.
Demi mewujudkan mimpi tersebut, Mustafa yang saat itu masih berusia belasan tahun, tidak malu menjadi tukang becak. Sementara dalam sehari-hari, Ia ditampung oleh sang paman.
Menariknya, Mustafa baru tahu bahwa Pangdam Wirabuana mencari tukang becak setelah koran-koran ramai memberitakannya. Pangdam Wirabuana sendiri mencari Mustafa untuk diberi penghargaan sebagai teladan.
Itulah yang lantas membuat Mustafa akhirnya bertemu dengan Agum Gumelar. Tak disangka, Mustafa kemudian diangkat menjadi anak angkat oleh Agum Gumelar.
Semua biaya sekolah Mustafa pun akan ditanggung oleh sang Jenderal. Agum juga mengajak Mustafa tinggal di rumah dinas Pangdam.
merdeka.com
Pada tahun 1998, Agum dipindah ke Jakarta. Ia berniat mengundang Mustafa untuk mengikuti perayaan Sumpah Pemuda di Ibukota. Tetapi, ada kabar duka dari Makassar.
Mustafa telah menghembuskan napas terakhirnya. Rupanya, Mustafa sudah sejak lama sakit-sakitan. Namun, Mustafa tidak pernah menyampaikan kondisi kesehatannya kepada Agum.
merdeka.com
Mustafa sempat dirawat di sebuah rumah sakit, namun karena tidak ada biaya sehingga perawatannya pun hanya asal-asalan.
Agum kemudian melayat ke Janeponto. Di sana, Ia diambut oleh ribuan warga. Mereka semua berduka atas kepergian seorang pemuda tukang becak yang layak menjadi teladan. Mustafa pun secara tidak resmi diangkat menjadi Pahlawan Kejujuran dari Janeponto.
merdeka.com