Bansos Masyarakat Disunat untuk Subsidi BBM
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi subsidi BBM, LPG dan listrik tahun ini akan lebih besar dibandingkan tahun 2021. Tak hanya karena energi mahal, tapi juga karena adanya peningkatan volume BBM dan LPG seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat.
Harga minyak dunia yang melonjak drastis hingga di atas USD 100 per barel menjadi tantangan berat di awal 2022 ini. Kondisi diperparah karena pemerintah dan PT Pertamina masih menahan harga BBM subsidi dan non-subsidi seperti Pertamax. Berbagai macam pertimbangan pemerintah, seperti perekonomian masyarakat yang belum begitu pulih akibat pandemi Covid-19.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi subsidi BBM, LPG dan listrik tahun ini akan lebih besar dibandingkan tahun 2021. Tak hanya karena energi mahal, tapi juga karena adanya peningkatan volume BBM dan LPG seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat.
-
Siapa yang mengungkapkan wacana pembatasan pembelian BBM subsidi? Dilansir dari Antara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pernah mengungkapkan wacana pembatasan pembelian BBM bersubsidi.
-
Mengapa Pertamina mengkaji peningkatan kadar oktan BBM Subsidi? “Kalau misalnya dengan harga yang sama, tapi masyarakat mendapatkan yang lebih baik, dengan octan number lebih baik." Nicke menegaskan, Program Langit Biru Tahap 2 ini merupakan kajian internal di Pertamina dan untuk implementasinya nantinya akan diusulkan kepada pemerintah, dan nantinya akan jadi kewenangan pemerintah untuk memutuskan.
-
Apa yang ingin dicapai dengan mengalihkan subsidi BBM? Jadi yang teman-teman pantas membutuhkan subsidi ini kita tentunya akan jaga. Jadi masyarakat yang ekonominya rentan pasti akan terus berikan, kita tidak mau naikan harganya," tegasnya di Jakarta, Senin (5/8)."Tapi mungkin ada teman-teman juga yang ke depannya sebenarnya harusnya sudah enggak butuh lagi subsidinya, itu bisa diarahkan untuk tidak menggunakan," kata Rachmat.
-
Kenapa pemerintah mau mengalihkan anggaran subsidi BBM? Melalui opsi tersebut, pemerintah bakal mengalihkan anggaran subsidi untuk membiayai kenaikan kualitas BBM melalui pembatasan subsidi bagi sebagian jenis kendaraan.
-
Bagaimana cara Pertamina memastikan penyaluran BBM subsidi tepat sasaran? ia menambahkan, Pertamina Patra Niaga terus mendukung upaya pemerintah agar penyaluran BBM subsidi tepat sasaran. Dengan cara melakukan pendataan pengguna BBM Subsidi melalui pendaftaran QR Code pada laman www.subsiditepat.mypertamina.id.
-
Kapan Pertamina menyesuaikan harga BBM? PT Pertamina (Persero) kembali menyesuaikan harga BBM nonsubsidi per 1 November 2023.
Penggunaan BBM sampai bulan Februari mengalami peningkatan menjadi 1,39 juta kiloliter dari sebelumya hanya 1,18 juta kiloliter. Volume gas LPG juga mengalami kenaikan menjadi 632,7 juta kilogram dari sebelumnya, 603,2 juta kilogram. Sedangkan jumlah pelanggan listrik bersubsidi ikut naik dari 37,2 juta menjadi 38,2 juta.
Akibatnya, pada periode tersebut terdapat lonjakan pembayaran subsidi sebesar Rp11,48 triliun, dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama hanya Rp10,08 triliun.
"Tahun ini ada lonjakan Rp11,48 triliun, ini subsidi reguler kita, tapi masih ada sisa pembayaran subsidi tahun 2021 sebesar Rp10,17 triliun," kata Sri Mulyani dalam konferensi APBN KiTa, Jakarta, Senin (28/3).
Sri Mulyani mengakui sudah ada kenaikan harga komoditas dari tahun lalu. Namun, belum ada perubahan tarif pada pada BBM, LPG dan listrik. Artinya, beban pemerintah membayar subsidi energi ini semakin besar.
Akibatnya, tahun lalu terjadi kenaikan signifikan pada subsidi kurang bayar tahun 2021 yakni Rp10,17 triliun. Sri Mulyani memperkirakan subsidi yang dibayarkan pemerintah akan semakin besar karena harga komoditas dunia terus merangkak naik. Sementara pemerintah belum melakukan penyesuaian harga tingkat masyarakat.
"Sampai saat ini harga energi belum ada perubahan, dampaknya subsidi akan lebih besar," kata dia.
Sunat Dana Bansos
Guna membayar subsidi tersebut, pemerintah tak lagi memberi bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat. Dana tersebut akan digunakan untuk menambal subsidi energi yang membengkak.
Sri Mulyani mengatakan bahwa belanja sosial pemerintah tahun ini tidak lagi ditujukan untuk subsidi berupa perlindungan sosial masyarakat akibat pandemi Covid-19. Dana bantuan sosial tersebut akan diarahkan untuk subsidi BBM, LPG dan listrik.
"Bantuan sosial dalam bentuk non targeted ini subsidi BBM, LPG dan listrik sudah disalurkan Rp21,7 triliun," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Senin (28/3).
Langkah ini diambil pemerintah karena tahun 2022 terjadi lonjakan harga komoditas. Akibatnya beban anggaran pemerintah untuk membayar subsidi membengkak. Maka, untuk mengurangi beban tersebut, bantuan sosial diarahkan untuk membantu subsidi energi.
"Kalau tahun 2020 dan 2021 ini target bansos by name by address, dan buat UMKM. Kalau tahun ini untuk subsidi barang yaitu BBM, LPG dan listrik yang sudah menghabiskan Rp21,7 triliun," kata dia.
Meski begitu, pemerintah tetap menyalurkan bantuan sosial melalui Kementerian Sosial. Sampai bulan Maret, tercatat sudah 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) untuk Program Keluarga Harapan (PKH). Lalu 18,8 juta KPM untuk program Kartu Sembako. "Untuk bansos ini sudah kita lakukan pembayarannya," kata dia.
Pemerintah juga telah menyalurkan premi iuran PBI JKN bulan Februari untuk 82,9 juta jiwa melalui Kementerian Kesehatan. Sedangkan penyaluran PIP telah disalurkan kepada 6,99 juta siswa di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dan Kementerian Agama.
"Untuk penerima PIP ini telah diberikan kepada 6,99 juta siswa dalam Program Indonesia Pintar," kata Sri Mulyani.
Utang Pemerintah ke Pertamina dan PLN
Di samping subsidi yang membengkak, pemerintah ternyata juga masih punya utang atau tanggungan ke PT Pertamina dan PLN. Sri Mulylani menyebut bahwa pemerintah masih memiliki utang kompensasi yang belum dibayarkan pemerintah kepada PT Pertamina dan PLN periode hingga akhir 2021 sebesar Rp109 triliun.
"Total pemerintah memiliki kewajiban Rp109 triliun (kepada Pertamina dan PLN)," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA, Senin (28/3).
Sri Mulyani merinci, sisa kewajiban pemerintah kepada Pertamina sebesar Rp45,9 triliun pada 2020. Namun, pemerintah baru membayar sebesar Rp30 triliun pada 2021, sehingga masih ada sisa sebesar Rp15,9 triliun.
Kemudian, total utang pemerintah kepada PLN sebesar Rp17,9 triliun pada 2020. Pemerintah sudah melunasi seluruh utang tersebut pada 2021. Biaya kompensasi melonjak tajam karena kenaikan harga energi dan komoditas dunia
"Dalam audit BPKP kami terima bahwa kompensasi melonjak yaitu biaya BBM akan melonjak menjadi Rp68,5 triliun dan listrik Rp24,6 triliun," papar Sri Mulyani.
Jika hasil audit BPKP dan sisa utang pemerintah ditambah, maka totalnya menjadi Rp109 triliun. "Ini shock di mana APBN mengambil peran dari minyak dan listrik, jadi masyarakat terdampak, tapi APBN yang mengambil konsekuensi," jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan, beban kompensasi ini sebagai syok absorber dari kenaikan harga minyak dan listrik dunia. Namun masyarakat tidak dibebani karena semua dibebankan kepada pemerintah.
"Masyarakat ini tidak kena dampak, tapi diambil dari APBN. Fungsi ini akan terus berlangsung selama 3 bulan ini dan akan menyebabkan tagihan kompensasi yang akan kita perhitungkan," kata dia mengakhiri.
(mdk/idr)