BCA Ingatkan Potensi Gangguan di Harbolnas 11.11
Hari ini merupakan hari belanja online nasional (harbolnas) yang dinamakan 11.11. Semua marketplace dan e-commerce saling bersaing menghadirkan diskon besar-besaran. Namun di sisi lain, transaksi harbolnas tahun ini tidak sebesar sebelum-sebelumnya.
Hari ini merupakan hari belanja online nasional (harbolnas) yang dinamakan 11.11. Semua marketplace dan e-commerce saling bersaing menghadirkan diskon besar-besaran. Namun di sisi lain, transaksi harbolnas tahun ini tidak sebesar sebelum-sebelumnya.
Direktur Bank Central Asia (BCA), Santoso, mengungkapkan hal itu karena tahun ini harbolnas dibagi menjadi beberapa hari. Tidak bertumpu pada satu hari seperti dulu.
-
Apa masalah utama yang dialami nasabah BCA? M-Banking BCA error banyak dikeluhkan para nasabah di media social X, Rabu (26/6/2024). Mereka mengeluhkan tak bisa menggunakan layanan perbankan berbasis digital atau M-banking itu sejak pagi tadi.
-
Apa yang dilakukan pelaku kepada BA? Selama lima bulan, sejak Mei-September 2022, korban disekap dan disetubuhi pelaku berinisial JM itu.
-
Apa yang terjadi pada Perang Badar? Meskipun kalah jumlah dan persenjataan, pasukan Muslimin berhasil memenangi perang ini dengan bantuan Allah SWT dan malaikat-Nya. Perang Badar juga menjadi bukti pertama bahwa Islam adalah agama yang benar dan mampu menghadapi tantangan dan musuh-musuhnya.
-
Apa itu kartu kredit BCA? Kartu kredit BCA adalah salah satu produk perbankan yang ditawarkan oleh Bank Central Asia (BCA), salah satu bank swasta terbesar di Indonesia. Kartu kredit BCA memungkinkan nasabah untuk melakukan transaksi pembayaran secara mudah, cepat, dan aman, baik di dalam maupun luar negeri.
-
Kapan BBNKB dikenakan? BBNKB berlaku bila seseorang melakukan transaksi jual beli mobil bekas dan akan dikenakan biaya balik nama sehingga kendaraan tersebut memiliki nama sesuai dengan pemilik atau pembelinya.
-
Kapan BNI meluncurkan hibank? Silvano melanjutkan, perseroan meluncurkan hibank sebagai solusi untuk menggarap sektor UMKM yang lebih dinamis.
"Zaman dulu iya tinggi (transaksi) harbolnas 1111 ini tinggi. Tapi ingat kalau kita perhatikan dengan beberapa program belanja via e-commerce sudah dipecah-pecah ada yang 12.12, 11.11, 10.10, 9.9 jadi menurut saya rada spreading, jadi tidak bisa seperti dulu lagi," kata dia saat ditemui di Hotel Indonesia, Jakarta, Senin (11/11).
Santoso mengungkapkan, meski catatan transaksi jadi menurun pada harbolnas kali ini, namun hal ini jadi langkah antisipatif meminimalisir gangguan saat tingginya transaksi harbolnas.
"Karena tertumpu pada satu tanggal juga punya risiko, risiko yang terbesar adalah transaksi tiba-tiba spike. Kalau sudah spike biasanya tidak tahan kepada e-commerce provider. Artinya tidak tahan tuh gini, tiba tiba suddenly hit pada satu titik begitu banyak sehingga sistem mereka jadi masalah (eror). Nah belajar dari itu itu biasanya kita kurangin," ungkapnya.
Dia mencontohkan, misal e-commerce dalam satu hari normal biasanya melayani transaksi sebanyak satu juta hingga 1,5 juta. Namun, saat momen harbolnas jumlah transaksi meningkat menjadi 10 hingga 12 juta.
"Hang langsung karena semua transkasi itu ada otentifikasi pin, nah pin nya itu tidak kuat karena pada waktu satu jam itu harus menghandle sekian juta transaksi. Karena inget ya e-commerce beda dengan banking," ujarnya.
Dia menjelaskan, perbankan tahan menghadapi jutaan transaksi karena merupakan aktivitas sehari-hari mereka. "BCA setiap hari bisa dapat hit lebih dari 30 juta transaksi sehari, tapi kalau kita bicara commerce tidak pernah terjadi ya setinggi itu paling maksimum transaksi itu sejuta, terus tiba-tiba hit jadi 10 juta (saat harbolnas) itu kan kaget," ujarnya.
Transaksi e-Commerce Diakui Tumbuh
Namun secara umum, Santoso mengungkapkan porsi transaksi e-commerce khususnya di BCA terus meningkat setiap tahunnya. Di BCA, secara keseluruhan transaksi e-commerce mencapai 20 persen. Merupakan angka yang cukup tinggi.
"Belanja e-commerce dari data kita sekitar 20 persen per tahun, meningkat cepat. Itu dulu sudah kita prediksi kan ini tidak lama lagi e-commerce akan makin tinggi dan ini kalau kita amatin akan terus naik," ujarnya.
Jelang Harbolnas, YLKI Ingatkan Masyarakat Tak Terjerat Diskon Abal-Abal
Perilaku belanja berbasis daring atau makin digandrungi masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda milenial. Harga yang lebih murah menjadi pertimbangan utama, apalagi masih diiming imingi diskon, cash back, pay later dan lain sebagainya.
Tidak heran jika strategi marketing, iklan dan promosi para pelaku market place di Indonesia makin ofensif menjerat calon konsumennya. Salah satu bentuk strategi marketingnya yang ofensif itu adalah Harbolnas atau Hari Belanja Online Nasional, setiap tanggal 11 November.
Belanja online banyak sisi positifnya, seiring dengan keniscayaan fenomena ekonomi digital. Namun demikian banyak catatan terkait hal ini, terkhusus pada aspek perlindungan konsumen.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengingatkan konsumen untuk tetap mengedepankan perilaku belanja yang kritis dan rasional. Belanjalah berdasar pada kebutuhan (bukan keinginan.
"Jangan terjerat bujuk rayu diskon, sebab banyak diskon hanyalah gimmict marketing, alias diskon abal abal. Cermatilah bentuk bentuk diskon yang diberikan, termasuk jenis barang yang diberikan diskonnya. Konsumen juga jangan makin konsumtif berbelanja dengan iming iming pay later, yang pada akhirnya akan terjerat hutang," ucap Tulus dikutip keterangannya.
Hati-hati Belanja Online
Tulus mengingatkan agar konsumen mengedepankan kewaspadaan dan ekstra hati hati dalam belanja online. Cermatilah profil pelaku usaha dari market place yang menawarkan belanja online yang bersangkutan. Jangan sampai konsumen dirugikan oleh transaksi belanja online dari market place yang tidak kredibel.
"Alih alih konsumen malah tertipu. Sebab berdasar data pengaduan YLKI selama 5 tahun terakhir, pengaduan belanja online selalu menduduki rating tiga besar. Dan ironisnya persentase pengaduan tertinggi yang dialami konsumen adalah barang tidak sampai ke tangan konsumen. Artinya masih banyak persoalan dalam belanja online dalam hal perlindungan konsumen," tegasnya.
Selanjutnya, Tulus mengingatkan agar para pelaku market place juga harus mengedepankan strategi promosi, iklan dan marketing yang bertanggungjawab, dan menjunjung etika bisnis yang fairness, dan mematuhi regulasi yang ada. Bukan malah sebaliknya, iklan dan promosi yang membius konsumen yang beda beda tipis dengan aksi penipuan;
"Pemerintah harus secara ketat mengawasi praktik belanja online, khususnya Kementerian Perdagangan, Kementerian Kominfo, Otoritas Jasa Keuangan, Badan POM, dan kementerian/lembaga lainnya yang berkompeten. Kuatnya fenomena belanja online, ironisnya, justru tidak paralel dengan kuatnya pengawasan oleh pemerintah," jelas Tulus.
(mdk/bim)