Capres Jokowi tak ingin ambil pusing masalah buruh outsourcing
Jokowi lebih memilih mengikuti aturan karena tidak mengetahui permasalahan.
Calon presiden Joko Widodo mengaku tidak paham mengenai permasalahan buruh alih daya atau outsourcing di Indonesia. Dia lebih memilih untuk mengikuti aturan saja untuk amannya.
Dia menambahkan, sampai saat ini belum membaca mengenai peraturan outsourcing. "Itu regulasinya ada. Kita ikuti saja regulasinya. Ikuti regulasinya seperti apa. Regulasinya seperti apa saya gak ngerti. Coba dicek regulasinya," ungkapnya di kawasan Subang, Jawa Barat, Selasa (17/6).
Sebelumnya, kubu lawan yakni Prabowo menjanjikan kenaikan upah bagi buruh dengan sistem kerja outsourcing. Kenaikan upah sebesar 30 persen dan revisi kebutuhan hidup layak menjadi 84 item pada 2015 merupakan sejumlah janji calon presiden dari koalisi Partai Gerindra, Golkar, PKS, PAN, PPP, dan PBB ini.
Ketua Umum Partai Gerindra, Suhardi bahkan mengklaim jika partainya merupakan satu-satunya partai penolak sistem outsourcing. "Memang bukan pekerjaan yang mudah, tapi bukan hal yang yang mustahil untuk segera dihapuskan," ujar Suhardi saat menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Stadion Utama Gelora Bung Karno, beberapa waktu lalu.
Atas janji tersebut, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pun mendukung Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Rajasa untuk menjadi pasangan calon presiden-wakil presiden 2014.
Seperti diketahui, wajar jika belakangan ini buruh kerap kali berunjuk rasa menuntut penghapusan sistem kerja alih daya atau outsourcing di Indonesia. Bahkan, buruh yang sudah lama bekerja menuntut agar diangkat menjadi karyawan tetap.
Pasalnya, tenaga outsourcing memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih rendah ketimbang karyawan kontrak dan tetap.
"Sangat jauh, dengan karyawan yang kontrak saja perbedaannya bisa 30 persen," ucap Kepala Kajian Pekerjaan Layak Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nawawi Asmat, saat memaparkan hasil riset tentang pekerjaan layak dan agraria untuk kurangi kemiskinan, di Jakarta.
Sebagai ilustrasi, jika pegawai kontrak bergaji Rp 3 juta per bulan maka tenaga outsourcing hanya bergaji Rp 2.100.000. Itu lantaran sudah dipotong oleh perusahaan alih daya yang mempekerjakan mereka.
"Perbedaan ini akan semakin tinggi jika dibandingkan dengan pegawai tetap," kata Nawai tanpa menyebut berapa besar perbedaannya.