Cegah Persaingan Tak Sehat, Pemberian Diskon Ojek Online Perlu Diatur
Pemerintah dan sejumlah pemangku kebijakan didukung untuk membatasi pemberian diskon pada tarif ojek online atau ojol.
Pengamat Transportasi Universitas Trisakti, Yayat Supriatna mendukung wacana pemerintah dan sejumlah pemangku kebijakan yang akan membatasi pemberian diskon pada tarif ojek online atau ojol. Menurut Yayat, jika diskon dibiarkan maka akan terjadi persaingan yang tidak sehat di antara penyedia aplikasi ojol dan berpotensi mematikan usaha jasa angkutan konvensional.
"Jadi yang penting perusahaan rekanannya itu kalau kasih diskon, tolong perhatikan aspek-aspek layanan publik. Jangan sampai pemberian diskon besar-besaran oleh rekanan apliaktor buat angkutan konvensional juga ikut-ikutan mati," ujar Yayat di Jakarta.
-
Siapa yang menggunakan layanan transportasi online di Indonesia? Berdasarkan riset Google, Temasek, dan Bain & Company pada 2022, layanan transportasi online digunakan oleh 80 persen populasi Indonesia.
-
Kapan layanan transportasi online mulai marak di Indonesia? Layanan transportasi online mulai marak di Indonesia sekitar tahun 2014-2015.
-
Apa yang ditawarkan oleh bus wisata atap terbuka di Jakarta? Bus wisata atap terbuka menjadi wisata alternatif bagi sebagian warga Jakarta untuk menikmati liburan, terlebih ketika memasuki masa libur sekolah seperti saat ini.
Seiring dengan wacana pembatasan diskon tarif Ojol, Yayat berpendapat, tidak tepat jika pembatasan diskon diatur oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Menurutnya, instansi yang tepat mengeluarkan aturan tersebut adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) dan pihak-pihak terkait.
"Ini bukan ranahnya Kemenhub, tapi di luar itu. Nanti OJK dan KPPU yang mengatur, makanya pertemuan diharapkan ada penjelasan aturan yang menjadi payung hukum untuk mengatur diskon oleh KPPU, OJK, BI, beserta perusahaan aplikasi," imbuhnya.
Pada kesempatan berbeda, Ekonom Senior, Raden Pardede berpandangan wacana pembatasan diskon tarif harus lebih dulu mengamati fenomena yang terjadi di lapangan. Untuk itu, jajaran KPPU harus bisa mengambil langkah yang tepat untuk menyikapi wacana pembatasan dan persoalan yang ditimbulkan dari banjirnya diskon tarif dari perusahaan aplikasi penyedia jasa ojol.
"Ya itu dilihat oleh KPPU saja apakah memang telah terjadi kartel atau telah terjadi war pricing," imbuh Raden.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana menerbitkan aturan terkait pemberian diskon tarif transportasi online semisal ojek online, pada akhir Juni.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menegaskan, kebijakan tersebut dibuat bukan untuk melarang atau bahkan meniadakan pemberian diskon ojek online, melainkan untuk membatasi semata.
"Saya mau meluruskan. Aturan itu dibuat bukan untuk melarang diskon. Diskon masih bisa, dengan catatan ada batasan, seperti batasan harga dan waktu. Batasan itu nanti ditentukan oleh Kemenhub," jelas dia kepada Liputan6.com, Rabu (12/6/2019).
Dia menyebutkan, batasan ini dibuat agar tidak terjadi potensi predatory pricing pada pihak aplikator yang saling mematikan lini usaha pesaing.
"Soalnya kami melihat ada potensi predatory pricing. Diskon ada batasannya. Kalau arahnya tidak sehat, itu dilarang. Kita mau menjaga sustainibility industri ojek online," tuturnya.
"Sudah ngomong ke KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Itu (pemberian diskon) boleh dalam ilmu marketing, tapi ada aturannya," dia menambahkan.
(mdk/idr)