Dulu kaya raya, 4 negara ini kini menderita sebab harga minyak
Harga minyak dunia masih bertahan di bawah USD 50 per barel.
Rendahnya harga minyak dunia masih berlangsung hingga saat ini. Banyak negara-negara penghasil minyak harus menelan pil pahit akibat harga minyak yang terus bertahan di bawah USD 50 per barel sejak pertengahan tahun lalu.
Penyebab rendahnya harga minyak tersebut adalah dinamika pasar yang melibatkan permintaan dan penawaran yang masih belum stabil. Salah satunya, dari sisi penawaran adalah revolusi energi Amerika yang berhasil menciptakan pasokan energi yang banyak. Sementara dari sisi permintaan, pelemahan ekonomi global membuat banyak negara mengurangi konsumsi energinya akibat menurunnya daya beli masyarakat.
-
Mengapa hasil imbang melawan Arab Saudi dianggap berharga? "Timnas Indonesia menunjukkan perjuangan yang luar biasa," kata Erick Thohir di akun Instagram-nya. Dia juga menambahkan, "Ini adalah poin berharga dari markas Arab Saudi, yang menduduki peringkat ke-56 FIFA dan sering tampil di Piala Dunia."
-
Apa yang ditemukan di situs Qurh, Arab Saudi? Komisi Kerajaan AlUla (RCU) Arab Saudi mengumumkan penemuan menakjubkan saat tim arkeologi di situs Qurh di Kegubernuran AlUla menemukan kapak tangan zaman Paleolitik yang diperkirakan berusia lebih dari 200.000 tahun.
-
Apa yang diraih Timnas Indonesia di markas Arab Saudi? Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong, merasa sangat senang. Hal ini disebabkan oleh keberhasilan Skuad Garuda meraih poin di markas Arab Saudi dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026.
-
Kenapa Timnas Indonesia ke Arab Saudi? Sebagian anggota Timnas Indonesia telah tiba di Arab Saudi menjelang Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia pada Senin pagi, 2 September 2024, waktu setempat.
-
Kapan patung unta di Arab Saudi ditemukan? Sederet patung unta berukuran sesuai aslinya ditemukan pada 2018 lalu di Arab Saudi utara.
-
Kapan Timnas Indonesia main lawan Arab Saudi? Timnas Indonesia akan menghadapi Arab Saudi dalam laga pertama putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 di Stadion King Abdullah Sports City, Jeddah, pada Jumat (6/9/2024) dini hari WIB.
Revolusi energi di Amerika Serikat, di mana negara tersebut telah berhasil dengan teknologi terbaru mereka untuk mengeluarkan minyak dari kerak bumi yang paling halus membuat produksi minyak meningkat. Sementara, hingga saat ini negara-negara penghasil minyak atau OPEC masih belum mengeluarkan kebijakan dalam menyeimbangkan produksi minyak dunia.
"Output Amerika Serikat sangat tangguh. Setiap jenis kenaikan akan dihadang," ucap analis senior Bloomberg Intelligence, Vincent Piazza seperti dilansir dari CNN di Jakarta. Amerika Serikat saat ini memompa 9,5 juta barel minyak per hari.
Berikut beberapa negara yang harus menelan pil pahit akibat rendahnya harga minyak dunia.
Arab Saudi
Rendahnya harga minyak dunia (masih di bawah USD 50 per barel) memaksa pemerintahan Arab Saudi untuk memikirkan pencabutan subsidi energi.
Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Arab Saudi saat ini lebih murah 10 persen dibanding Eropa, berdasarkan laporan International Energy Agency. Fakta ini merembet bahwa pemerintah Saudi mengeluarkan dana yang besar setiap tahun untuk membuat harga BBM di negaranya murah.
Laporan International Monetary Fund (IMF) tahun lalu menyebut, pemerintah Arab Saudi menghabiskan sekitar 10 persen dari PDB atau sekitar USD 60 miliar untuk subsidi bensin, solar, listrik dan gas alam.
Sumber pemerintah Arab Saudi membenarkan pihaknya saat ini sedang mengkaji rencana pencabutan subsidi BBM. "Tidak ada keputusan, tapi sedang kita pelajari," ucap sumber tersebut seperti dilansir CNN, Rabu (28/10).
IMF dalam sebulan ini telah meminta pemerintah Arab Saudi untuk meninjau ulang kebijakan subsidi energi. Hal ini perlu dilakukan untuk mengontrol defisit anggaran Arab Saudi yang membengkak hingga 20 persen dari PDB karena rendahnya harga minyak dunia.
IMF pada minggu lalu juga sudah mengingatkan Arab Saudi, jika harga minyak tetap berada di bawah USD 50 per barel, maka Arab Saudi akan miskin dan kehabisan uang dalam lima tahun ke depan. IMF memperkirakan, Arab Saudi membutuhkan harga minyak USD 106 per barel untuk menyeimbangkan kembali neraca anggaran antara pendapatan dan pengeluaran negara.
Para ahli juga mengatakan, Arab Saudi tidak mungkin menaikkan pajak untuk mendongkrak pendapatan negara. Namun, Arab Saudi hanya dimungkinkan untuk memotong beberapa pengeluaran negara.
Rusia
Menteri Keuangan Rusia, Anton Siluanov mengaku khawatir dengan kesehatan ekonomi negaranya. Menurut dia, cadangan devisa Rusia terancam habis pada 2016 mendatang jika harga minyak dunia bertahan rendah yaitu di bawah USD 50 per barel.
Anton di depan parlemen Rusia mengatakan, jika harga minyak dunia masih di bawah USD 50 per barel dan nilai tukar mata uang tetap terhadap dolar Amerika (USD), maka pendapatan negara terancam hilang USD 14,14 miliar.
"Cadangan devisa kami di 2015 bakal tergerus USD 40,85 miliar, lebih dari setengahnya," kata Siluanov seperti dilansir CNBC, Rabu (28/10).
"Ini artinya bahwa 2016 mendatang kita kemungkinan akan kehabisan cadangan devisa, jika terus seperti ini," sambungnya.
"Jika harga minyak dunia tetap USD 44 per barel dan nilai tukar tetap 62 Rubel per USD, maka anggaran kita akan jatuh dalam waktu singkat. Kita benar-benar menghadapi risiko ini," tegasnya.
Cadangan devisa Rusia berasal dari pendapatan anggaran baik dari produksi dan ekspor minyak dan gas alam. Ini telah menjadi instrumen utama untuk menutupi defisit anggaran pemerintah yang disebabkan rendahnya harga minyak dunia.
Kementerian Keuangan Rusia mengatakan telah menghabiskan USD 6 miliar cadangan devisa untuk menutup defisit anggaran pada September lalu. Angka ini naik dua kali lipat jika dibanding pengeluaran cadangan devisa pada Juli dan Agustus lalu.
Pada Juli lalu, Kementerian Keuangan Rusia mengatakan ingin kembali menambah cadangan devisa jika harga minyak dunia berada di atas USD 70 per barel. Dana ini dinilai sangat penting dan kemungkinan mendapatkannya juga sudah pupus karena harga minyak dunia masih bertahan di bawah USD 50 per barel.
Kondisi Rusia diperkirakan masih akan terus memburuk karena tidak ada harapan bahwa harga minyak dunia akan segera naik. Melemahnya perekonomian China dan melimpahnya pasokan minyak global menahan harga minyak dunia di bawah USD 50 per barel.
Padahal, Rusia selama ini sangat bergantung pada penjualan minyak sebagai sumber pendapatan negara.
Kuwait
Anjloknya harga minyak dunia tidak hanya menghantam ekonomi Rusia dan Arab Saudi. Kuwait sebagai negara penghasil minyak juga kesulitan karena harga minyak dunia hingga kini masih bertahan di bawah USD 50 per barel.
Jika harga minyak dunia tetap seperti ini, maka pendapatan negara akan turun 60 persen dan warga negara Kuwait harus siap dengan reformasi ekonomi yang akan dilakukan penguasa.
Penguasa Kuwait, Sheikh Sabah Al Ahmad Al Sabah mengatakan akan memulai sesi baru perekonomian soal pemotongan anggaran. Namun, dia belum menjelaskan secara spesifik anggaran sektor apa yang dipotong.
Negara OPEC ini telah memberikan program jaminan kesejahteraan pada masyarakatnya. Namun, mereka tidak menarik pajak secara besar-besaran pada rakyatnya maupun pada 2,8 juta orang asing yang tinggal di sana.
"Harus ada langkah cepat, serius dan mendesak menyelesaikan reformasi ekonomi yaitu dengan pemotongan belanja publik," ucapnya seperti dilansir AP, Rabu (28/10).
"Saya menyatakan ini adalah fakta dan konsekuensi krisis dan saya meminta pemerintah untuk mengambil langkah reformasi yang mendesak," tambahnya.
Harga minyak dunia telah anjlok lebih dari 50 persen sejak pertengahan tahun lalu. Sementara Kuwait dan beberapa negara Timur Tengah lainnya memiliki cadangan minyak yang besar. Rendahnya harga menekan perekonomian mereka.
Oman
Rendahnya harga minyak dunia menghantam perekonomian Oman. Meski demikian, negara ini tetap berkomitmen untuk berinvestasi dan memperkuat diversifikasi ekonomi.
Harga minyak dunia kini masih berkisar di bawah USD 50 per barel dan mendorong ekonomi Oman ke titik terendah. Defisit anggaran Oman mencapai 2,68 miliar rial dalam delapan bulan pertama tahun ini. Angka ini anjlok parah dari sebelumnya surplus 205,7 juta rial di tahun sebelumnya.
Hal tersebut menjadikan defisit anggaran Oman ini melebihi 15 persen dari PDB. Sedangkan negara ini kekurangan cadangan fiskal dalam bentuk aset yang saat ini dikelola oleh dua perusahaan pengelola dana hanya sekitar USD 20 miliar.
Meski demikian, Oman tetap terus maju dengan ambisius memperluas basis industri dan menciptakan lapangan kerja. Proyek industri dan infrastruktur saat ini dalam proses pembangunan dan memakan biaya miliaran dolar.
"Dalam kondisi harga minyak yang rendah, tujuan utama pemerintah dan bank sentral Oman adalah untuk memperkuat proses pertumbuhan dan memberikan perangsang untuk proses diversifikasi," ucap Gubernur Bank Sentral Oman, Hamood Sangour Al Zadjali seperti dilansir Reuters, Rabu (28/10).
International Monetary Fund menyebut, untuk menambah anggaran, Oman dimungkinkan untuk memotong subsidi listrik yang nilainya mencapai USD 7 miliar per tahun. Selain itu, Oman juga harus mempertimbangkan untuk menaikkan pajak.
"Di sisi pendapatan, pemerintah sedang mempertimbangkan mengurangi beberapa beban dengan memotong subsidi," tegas Hamood.
(mdk/idr)