Faisal Basri Heran Pemerintah Selalu Sebut Ada Masalah dengan Investasi Indonesia
Faisal Basri mengaku cemas bahwa setiap kebijakan yang diarahkan untuk mendorong investasi, didasarkan pada pemikiran dan diagnosa masalah yang tidak tepat.
Ekonom, Faisal Basri mengaku heran dengan pernyataan pemerintah yang menyebut bahwa investasi di Indonesia bermasalah. Menurut dia, tidak ada persoalan dengan kinerja investasi di Indonesia. Investasi Indonesia bahkan termasuk yang tertinggi dibandingkan negara-negara lain di ASEAN.
"Apa yang salah dengan investasi kita? Tidak ada yang salah. Investasi per PDB ya, 32,3 persen dari PDB. Negara ASEAN lain, semua di bawah 30 persen," kata dia dalam diskusi di Jakarta, Rabu (17/7).
-
Kapan Faisal Basri meninggal? Namun takdir berkata lain, Ramdan mengaku kalau sekira pukul 04.30 WIB atau waktu Subuh tadi, Faisal telah menghembuskan nafas terakhirnya, setelah melalui masa kritis pada dua hari lalu.
-
Apa yang dikhawatirkan Faisal Basri mengenai family office? Alih-alih menguntungkan negara, Faisal justru mengkhawatirkan rencana tersebut akan menjadi tempat pencucian uang, seperti yang terjadi di Singapura.
-
Di mana Faisal Basri dimakamkan? Sebagai informasi, nantinya pemakaman almarhum Faisal Basri akan dilakukan sekitar Ba’da Ashar dari Masjid Az Zahra, Gudang Peluru, Tebet, Jakarta Selatan.
-
Kapan Faisal Basri memberikan tanggapannya tentang "family office"? Ekonom Senior Internasional, Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri menanggapi rencana pemerintah yang ingin membentuk skema investasi keluarga atau dikenal dengan istilah 'family office'.
-
Apa bisnis yang dijalankan Faisal Nasimuddin? Bukan orang sembarangan, Faisal Nasimuddin dikenal sebagai seorang pengusaha sukses yang bergerak di bidang otomotif. Ia juga dikenal sebagai ketua pegawai eksekutif kumpulan syarikat NAZA.
-
Siapa yang menyatakan duka atas wafatnya Faisal Basri? Guru Besar Hukum Tata Negara Mahfud MD, mengaku berduka atas berpulangnya salah satu tokoh ekonom bangsa, Faisal Basri.
"Investasi kita hanya dikalahkan China, 40 persen lebih dari PDB," ujarnya.
Faisal Basri mengaku cemas bahwa setiap kebijakan yang diarahkan untuk mendorong investasi, didasarkan pada pemikiran dan diagnosa masalah yang tidak tepat."Kemudian kalau kita lihat kredit perbankan 12 bulan terakhir itu double digit terus, 11 persen. Investasi asing tahun 2018 itu kita nomor 16 terbesar di dunia. Naik dari 2017 urutan 18. Nggak ada yang salah dengan investasi. Diagnosis ini yang saya takut salah," tegasnya.
Menurut dia masalah yang sebenarnya yang terjadi di Indonesia adalah tinggi nilai ICOR (Incremental Capital output Ratio). Skor ICOR Indonesia saat ini jauh lebih rendah dibandingkan zaman orde baru. Makin tinggi nilai ICOR menunjukkan makin tidak efisiennya investasi di suatu negara.
"Yang salah, investasi banyak hasil sedikit. Jadi ada masalah dengan efisien investasi. ICOR-nya tinggi. Untuk menambah satu unit output di Indonesia sekarang dibutuhkan modal 6,2. Zaman orde baru bisa tumbuh double digit karena ICOR-nya 4 persen. Jadi 32 bagi 4 ya 8 persen pertumbuhannya. Sekarang 32 dibagi 6,2 ya 5,17. Kenapa ICOR tinggi. Tapi tiba-tiba super deduction tax," jelas dia.
Karena itu, dia berharap para pejabat negara, terutama para menteri dapat membuat kajian atau diagnosa yang tepat terkait persoalan dalam perekonomian.
"Saya takut semua kebijakan ini datang dari mulut presiden. Sidang kabinet, presiden bilang investasi tidak nendang. Presiden datang ke sidang kabinet bilang ekspor tidak nendang. Oleh karena itu mau bikin Kementerian Investasi, Kementerian Ekspor terus semua mengiyakan tanpa mendiagnosis," tandasnya.
Baca juga:
Menteri Jonan: Investasi Asing di Blok Masela Jadi yang Terbesar Sejak 1968
Inilah Penyebab Indonesia Tak Signifikan Raup Cuan Perang Dagang
Walhi Nilai Jokowi Lebih Mengedepankan Investasi Ketimbang Manusia & Lingkungan
Jokowi Disinggung Selalu Bergantung Negara Lain, Ini Pembelaan Sri Mulyani
Ada Sekitar 150 Sengketa Izin Investasi Belum Terselesaikan
Warning Jokowi Untuk Pejabat yang Pemalas, Hajar dan Copot