Genjot Surplus Perdagangan, RI Harus Dorong Ekspor ke Negara Tujuan Non Tradisional
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, Indonesia sebenarnya masih sangat berpotensi meningkatkan nilai ekspornya. Salah satunya adalah melalui intensifikasi ekspor ke negara-negara tujuan non tradisional.
Kementerian Perdagangan menargetkan surplus sebesar USD 1 miliar pada neraca perdagangan di tahun ini. Selain itu, ekspor riil barang dan jasa ditargetkan akan tumbuh sebesar 4,2 persen, ekspor non migas akan tumbuh 6,3 persen serta adanya pertumbuhan rasio ekspor terhadap jasa ekspor terhadap PDB sebesar 2,8 persen untuk tahun 2021.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, Indonesia sebenarnya masih sangat berpotensi meningkatkan nilai ekspornya. Salah satunya adalah melalui intensifikasi ekspor ke negara-negara tujuan non tradisional.
-
Kenapa ekspor telur ke Singapura bisa menjadi bukti keberhasilan Indonesia di pasar dunia? Singapura menjadi salah satu negara dengan standar mutu dan keamanan pangan yang tinggi, sehingga ekspor ini menjadi salah satu keberhasilan Indonesia di pasar dunia.
-
Kenapa bisnis baju bekas impor dilarang di Indonesia? Presiden Jokowi mengungkapkan bisnis baju bekas impor ilegal sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri.
-
Bagaimana Kemendag memfasilitasi eksportir Indonesia di pameran EIM? “Kemendag memfasilitasi puluhan eksportir Indonesia untuk memamerkan produk-produk potensial melalui pameran EIM agar pangsa pasar produk Indonesia di negara Meksiko semakin luas,” tambahnya.
-
Apa saja yang dilakukan Kemenko Perekonomian untuk mewujudkan transportasi berkelanjutan di Indonesia? Pemerintah telah menetapkan pengembangan infrastruktur sebagai salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, dengan pembentukan Proyek Strategis Nasional (PSN). Pengembangan infrastruktur yang signifikan akan terus dilanjutkan sebagaimana dijelaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 guna mewujudkan visi strategis 100 tahun Indonesia. Menko Airlangga juga menyampaikan bahwa Pemerintah telah membangun lebih dari 2.000 km jalan tol yang menghubungkan pusat-pusat komersial, industri, dan perumahan utama di tanah air, menciptakan value chain perdagangan yang lebih kuat. Dalam program PSN tersebut, Indonesia juga mengembangkan proyek transportasi perkotaan seperti MRT yang telah selesai pada tahun 2019 dan proyek LRT Jabodebek yang baru saja selesai.
-
Apa yang dilakukan Kemenkumham untuk meningkatkan perekonomian Indonesia? Menurut Yasonna, dengan diselenggarakannya Temu Bisnis Tahap VI, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian Indonesia.
-
Kenapa mobil Eropa menarik di Indonesia? Fitur-fitur yang dihadirkan oleh mobil Eropa sering dianggap lebih maju daripada yang lainnya. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi mobil Eropa di Indonesia, dan banyak yang berpendapat bahwa harga yang dibayarkan sepadan dengan fitur-fitur yang ditawarkan.
Menurutnya, pasar ekspor ke negara-negara non tradisional dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi defisit neraca perdagangan, mengingat bahwa nilai ekspor non-migas Indonesia terhadap negara yang tergolong tujuan tradisional telah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.
Nilai ekspor non-migas Indonesia dengan negara tujuan tradisional seperti Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Dilansir dari data BPS dan Kementerian Perdagangan, ekspor Indonesia ke AS meningkat dari USD 15,3 miliar pada tahun 2015 menjadi USD 17,8 miliar pada tahun 2019.
Sedangkan untuk RRT pada rentang waktu yang sama juga meningkat dari USD 13,3 miliar menjadi USD 25,9 miliar. Sedangkan untuk tahun 2020, nilai ekspor Indonesia ke RRT menempati posisi teratas dibandingkan dengan negara mitra dagang lainnya dengan nilai mencapai USD 26,6 miliar. Posisi kedua dan ketiga ditempati oleh AS dengan USD 16,7 miliar dan Jepang dengan USD 11,6 miliar.
Selain itu, tren serupa juga dialami oleh negara tujuan non-tradisional seperti Tanzania, Kenya, dan Kazakhstan. Selama kurun waktu lima tahun nilai ekspor Indonesia terhadap tiga negara tersebut meningkat masing-masing dari USD 214 juta; USD 187,7 juta dan USD 3,2 juta pada 2015 menjadi USD 262,9 juta; USD 220,6 juta dan USD 207,1 juta. Kondisi Ini menjelaskan bahwa produk Indonesia diterima dengan baik oleh negara – negara non tradisional.
"Selain peningkatan kualitas produk Indonesia supaya daya saing makin kuat, sudah saatnya pemerintah melihat potensi dari negara-negara tujuan non tradisional. Pemetaan penting dilakukan supaya pasar untuk produk Indonesia semakin luas," kata Pingkan melalui keterangan resminya, Rabu (13/1).
Dia menyebut, Indonesia harus memanfaatkan perjanjian perdagangan internasional, terutama yang sudah berlangsung, untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor Indonesia. Kesempatan ini adalah kesempatan yang baik terutama di tengah defisit neraca perdagangan.
Selain mendapatkan pangsa pasar baru, Indonesia juga dapat memperoleh penghapusan dan atau pengurangan tarif impor untuk beberapa produk Indonesia yang selama ini sudah tercantum dalam kemitraan RCEP maupun kemitraan bilateral seperti dengan Australia.
Indonesia harus mempertimbangkan negara-negara non tradisional yang berpotensi besar untuk menyerap produk-produk ekspornya. Pemerintah perlu terus menganalisis dengan baik seputar keuntungan yang selama ini telah diperoleh dari transaksi perdagangan Internasional dengan negara non tradisional.
"Indonesia sebaiknya tidak hanya mengandalkan ekspor ke negara tradisional yang selama ini sudah lama mengadakan perjanjian dagang, tetapi juga harus melebarkan sayap ekspor ke negara-negara non tradisional dengan memperhatikan pasar dan kebutuhan di negara tersebut. Perlu adanya upaya untuk membentuk segmen pasar dalam negeri yang mampu menyediakan kebutuhan-kebutuhan negara non tradisional," imbuhnya.
Pingkan menguraikan, logikanya, negara-negara tradisional yang selama ini melakukan transaksi perdagangan dengan Indonesia juga terdampak pandemi Covid-19. Untuk itu diperlukan upaya diversifikasi pasar agar kita tidak bergantung pada negara tradisional saja serta dapat memaksimalkan potensi negara lain untuk bekerjasama dengan Indonesia.
Dalam hal ini Indonesia dapat menyasar negara yang membutuhkan barang-barang yang diproduksi Indonesia seperti pangan olahan. Selain itu menyasar negara tujuan yang memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang bagus, akan memberikan peluang bagus untuk surplus perdagangan Indonesia.
Negara-negara seperti Kazakhstan, Kenya dan Tanzania memiliki peluang yang bagus menjadi tujuan ekspor karena ketiga negara ini diprediksi akan mengalami pertumbuhan jumlah penduduk kelas menengah dan juga memiliki kondisi perekonomian yang cukup stabil dalam beberapa tahun ke belakang. Belum lagi untuk negara di kawasan Afrika sekarang ini tengah mengalami pertumbuhan penduduk yang relatif cepat sehingga diprediksi kebutuhan akan produk-produk tertentu pun akan meningkat.
Pemerintah perlu melakukan beberapa upaya untuk mendongkrak nilai ekspor di negara-negara non tradisional, seperti meninjau kawasan yang memiliki potensi daya beli yang tinggi serta produk apa saja yang diminati. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan kerjasama bilateral dengan negara-negara non tradisional lewat kerangka seperti CEPA dan FTA yang dapat memberikan keuntungan dalam perdagangan seperti penghapusan dan/pengurangan hambatan bea masuk.
(mdk/azz)