Hingga Juli, Pertamina kejar penjualan 200.000 Bright Gas
Hingga saat ini tabung Bright Gas 5,5 kg telah terjual sebanyak lebih dari 100.000 tabung.
PT Pertamina (Persero) mengaku bakal memacu penjualan tabung Bright Gas 5,5 kg untuk meningkatkan volume penjualan Liquified Petroleum Gas (elpiji). Hingga saat ini tabung Bright Gas 5,5 kg telah terjual sebanyak lebih dari 100.000 tabung.
"Kami harapkan dalam jangka tiga bulan ke depan, kami dapat menjual 200.000 tabung lebih, sehingga dapat mendukung pencapaian laba yang ditargetkan perseroan," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro, di Jakarta, Kamis (12/5).
-
Kenapa Pertamina melakukan pengujian ulang terhadap tabung gas elpiji? Setiap tabung elpiji akan diuji ulang setiap lima tahun, untuk memastikan seluruh tabung yang telah digunakan konsumen, tetap memenuhi standar keamanan yang telah ditentukan.
-
Bagaimana Pertamina memastikan keamanan tabung gas elpiji yang beredar di pasaran? Setiap tabung elpiji akan diuji ulang setiap lima tahun, untuk memastikan seluruh tabung yang telah digunakan konsumen, tetap memenuhi standar keamanan yang telah ditentukan.
-
Apa peran utama Pertamina dalam membangun ketahanan energi di Indonesia? Pertamina berperan dalam menjaga ketahanan energi nasional sekaligus menjadi pemimpin dalam transisi energi, guna mendukung pencapaian target net zero emission (NZE) Indonesia.
-
Apa yang Pertamina lakukan untuk menjadi pemain utama penyimpanan karbon di Indonesia? Kesiapan Pertamina dibuktikan melalui program Carbon Capture Utilisation Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilisation Storage (CCUS).
-
Apa yang dilakukan Pertamina untuk mendukung Kemandirian Ekonomi Nasional? Nicke Widyawati menyampaikan ucapan terima kasih atas penghargaan untuk Kategori Kemandirian Ekonomi yang diberikan kepadanya Menurutnya, kemandirian ekonomi tidak terlepas dari kemandirian energi, karena energi adalah katalis untuk pertumbuhan ekonomi suatu negara.
-
Apa saja penghargaan yang diterima Pertamina? Dua kategori penghargaan yang berhasil diraih Pertamina adalah Kategori Mitra dengan Inovasi Terbanyak dan Kategori Mitra dengan Komitmen Pendanaan Terbanyak.
Pertamina yang sebelumnya merugi dari bisnis LPG hingga Rp 4 triliun per tahun, terutama akibat menjual elpiji 12 kg dibawah harga keekonomian, mulai mencatat laba sejak September 2015. Hal ini seiring penyesuaian harga yang dilakukan bertahap hingga sesuai keekonomian sejak tahun lalu. Namun, penyesuian harga elpiji 12 kg juga berdampak pada beralihnya sebagian konsumen ke elpiji 3 kg. Sebab, gap antara harga elpiji 3 kg dengan 12 kg hampir mencapai Rp 7.000 per kg.
Wianda mengatakan jika pada Januari 2014, penjualan elpiji 12 kg masih mencapai 76 ton per bulan, pada April 2015 turun menjadi 46 ton per bulan dan tinggal 42 ton per bulan pada Desember 2015.
"Karena itu, kami lahirkan Bright Gas kemasan 5,5 kg yang tujuannya adalah mengisi gap konsumen antara yang 3 kg dengan 12 kg. Dengan begitu, kami masuk di tengah-tengah, agar konsumen 12 kg itu tidak langsung ke 3 kg, tetapi ada produk penyangga," kata dia.
Menurut Wianda, ada swing user yang sebetulnya bisa kembali ke elpiji non-PSO. Pertamina mencatat yang benar-benar menggunakan 12 kg hanya sekitar 29 persen, sementara yang 3 kg atau betul-betul beralih ke 3 kg ada kurang lebih 11 persen.
"Ada 53 persen yang mereka sebetulnya masih tetap memegang tabung elpiji 12 kg, tetapi kadang mereka juga membeli 3 kg. Ini yang disebut swing user, potensinya sangat besar," jelas dia.
Selain itu, lanjut Wianda, juga ada potensi dari pengguna dengan kebutuhan sedikit atau low usability customer, dimana saat kenaikan harga pada 2014 dan 2015, menjadikan tabung 12 kg sebagai cadangan semakin banyak dari 23 persen menjadi 37 persen.
Sebetulnya konsumen ingin mendapatkan elpiji dengan harga terjangkau, yang satuan per kilonya juga lebih murah. Dengan kemasan yang lebih kecil, konsumen tentu akan mengeluarkan sedikit uang dibanding kemasan 12 kg yang harus ditebus seharga Rp 150.000. Sementara dengan kemasan 5,5 kg, konsumen hanya perlu mengeluarkan uang kurang dari Rp 60.000.
Di bisnis elpiji, tantangan terbesar adalah disparitas harga subsidi yang sangat besar mencapai 70 persen. Selain itu, konsumennya harus memiliki tabung terlebih dahulu jika ingin pindah ke nonsubsidi.
"Karena itu, kami masuk dengan strategi trade in atau tukar tabung subsidi yang 3 kg ke nonsubsidi," ungkap Wianda.
Anggota Komisi VII DPR RI Hari Purnomo, mengatakan pertumbuhan ekonomi meski tidak signifikan akan ikut mendorong penjualan elpiji Pertamina. Alasannya, kebutuhan energi masyarakat seiring waktu akan terus tumbuh, makin lama pemakaiannya makin tinggi.
"Jadi bukan semata-mata keberhasilan Pertamina menjual LPG, tapi pasarnya juga meningkat. Sama saja seperti bahan makanan bahan pokok setiap tahun meningkat," kata Hari.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria, menambahkan Pertamina mendapat penugasan khusus dari pemerintah untuk mengadakan dan menyalurkan LPG, khususnya elpiji 3kg yang disubsidi pemerintah. Hal ini terkait dengan program konversi minyak tanah ke elpiji 3 kg yang sudah terbukti berhasil menghemat anggaran pemerintah.
"Pertamina, sebagai BUMN terbukti mampu melaksanakan tugas penyediaan dan pendistribusian elpiji 3kg hampir di seluruh wilayah Indonesia, terkecuali di Maluku, Papua dan Nusa Tenggara Timur yang masih belum dilaksanakan program konversi minyak tanah ke elpiji 3 kg," ungkap dia.
Menurut dia, penugasan PSO elpiji 3 kg kepada Pertamina nyaris tidak memberikan keuntungan sebagaimana yang diharapkan oleh badan usaha yang bisnis oriented, walau sebenarnya menurut undang-undang Perusahaan Terbatas dan UU BUMN, Pertamina wajib mengejar dan menghasilkan keuntungan.
"Ini tidak mungkin bisa dilakukan oleh badan usaha swasta karenanya nyaris tidak ada komplain atau gugatan yang mempermasalahkan penugasan elpiji 3kg ke Pertamina," pungkas dia.
(mdk/sau)