Identifikasi Polusi Udara Harus Merujuk ISPU, Ini Penjelasannya
Standar konsentrasi baku mutu Indonesia memakai 55 mikrogram per meter kubik.
Identifikasi data masalah polusi udara harus selalu merujuk kepada hasil Indeks Standar Pencemaran Udara/ISPU.
Identifikasi Polusi Udara Harus Merujuk ISPU, Ini Penjelasannya
Identifikasi Polusi Udara Harus Merujuk ISPU, Ini Penjelasannya
Peneliti sekaligus Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Puji Lestari mengingatkan masyarakat untuk lebih cerdas dalam melihat fenomena perbedaan metode pengukuran kualitas udara, terutama kualitas udara di Jakarta.
"KLHK sudah betul dalam menggunakan standar konsentrasi baku mutu dan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ucap Puji dikutip di Jakarta, Selasa (26/9).
- Hasil Identifikasi Tengkorak di Saluran Air Jaktim: Pria Berusia 44-65 Tahun
- Menkumham Yasonna Beri Pemkot Denpasar Penghargaan sebagai Informasi dan Dokumentasi Hukum Terbaik
- Pemprov DKI Jakarta Klaim Data Kualitas Udara IQAir Tidak Akurat
- Polusi Udara Memburuk, 9.709 Warga Jakarta Barat Terserang ISPA
Puji mengimbau, identifikasi data masalah polusi udara harus selalu merujuk kepada hasil Indeks Standar Pencemaran Udara/ISPU yang dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Mengutip laman KLHK, ISPU merupakan komitmen pemerintah untuk memberikan informasi mutu udara yang tepat dan akurat kepada masyarakat dalam rangka upaya pengendalian pencemaran udara. Hal ini dibuktikan dengan terus meningkatnya jumlah stasiun pemantauan otomatis kontinyu yang dimiliki KLHK.
Puji Lestari mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mengkhawatirkan soal kualitas udara di Jakarta.
Puji mengatakan bahwa acuan kualitas udara dari produsen air purifier, IQAir tidak sesuai dengan standar yang ada di Indonesia. Alat detektor perusahaan tersebut menggunakan standar pengukuran yang dipakai di Amerika Serikat.
Adapun IQAir, paparnya, memakai standar Amerika dengan standar baku mutu 25 mikrogram per meter kubik.
"Dengan demikian, angka yang kualitas yang dipaparkan di website IQAir terlihat memburuk," katanya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto mengungkapkan, data di situs informasi kualitas udara dunia IQAir tidak akurat. Sebab, alat pemantau kualitas udara IQAir ditempatkan secara asal dan tidak sesuai dengan kajian.
"Alat IQAir kan ditempatkan tidak dengan sebuah kajian, tidak dengan sebuah kriteria penempatan alat, tapi memang misalnya kita beli ya kita bebas tempatkan di mana, ngasal saja," kata Asep kepada wartawan di Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/9).
"Kami berharap agar pemerintah bisa menghentikan publikasi kualitas udara dari IQAir, itu meresahkan masyarakat. Kita sudah punya ISPU yang mampu mengukur kualitas dengan baik," kata Guswanto.
Dia menjelaskan, IQAir harganya lowcost, kira-kira Rp2 jutaan namun tidak pernah dikalibrasi.
"Bisa dipasang di mana saja, tanpa melihat mitigasi permasalahannya, bisa di tempat orang merokok. Tolong Pak Dirjen Gakkum peredaran Alat IQ Air ini tolong diberhentikan."