Ini Dua Aksi Dilakukan Pemerintah Jokowi Atasi Perubahan Iklim
Kasubdit Adaptasi Ekologi Alami Direktorat Adaptasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Nuraeni menyebut ada dua aksi nyata yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi perubahan iklim, yaitu mitigasi dan adaptasi.
Perubahan iklim saat ini menjadi isu krusial dunia. Masalah ini bahkan dibahas langsung dalam pertemuan G20 beberapa waktu lalu. Presiden Jokowi menilai sangat penting sinkronisasi kebijakan antara negara maju dan berkembang mengenai perubahan iklim. Menurut dia, negara-negara maju harus lebih menunjukkan langkah konkret dalam pengendalian iklim, khususnya dukungan pendanaan untuk negara berkembang.
Jokowi menyampaikan, Indonesia telah menunjukkan langkah konkret dalam hal pengendalian iklim dalam beberapa tahun terakhir. Mulai dari, menekan laju deforestasi hingga ke titik terendah selama 20 tahun terakhir.
-
Bagaimana cara Jokowi mengatasi perubahan iklim? Presiden Jokowi mengatakan ingin mengurangi dampak perubahan iklim yang saat ini terjadi di beberapa negara termasuk Indonesia. ”Karena memang ancaman perubahan iklim sangat bisa kita rasakan dan sudah kita rasakan. Dan, kita tidak boleh main-main terhadap ini, kenaikan suhu bumi, kekeringan, banjir, polusi, sehingga dibutuhkan langkah-langkah konkret untuk mengatasinya,” kata Presiden Jokowi.
-
Kenapa Jokowi mengatakan ancaman perubahan iklim itu nyata? “Karena memang ancaman perubahan iklim sangat bisa kita rasakan dan sudah kita rasakan. Dan, kita tidak boleh main-main terhadap ini, kenaikan suhu bumi, kekeringan, banjir, polusi, sehingga dibutuhkan langkah-langkah konkret untuk mengatasinya,” kata Presiden Jokowi.
-
Kenapa Presiden Jokowi mengajak para pemimpin dunia untuk memperkuat pasokan air? Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak para pemimpin dunia untuk memperkuat pemenuhan air bagi kebutuhan 500 juta petani kecil sebagai penyumbang 80 persen pangan dunia.
-
Bagaimana Indonesia mendorong pemerintah agar mengatasi perubahan iklim di Sidang Umum ke-44 AIPA? “Dalam aspek itu, peran dan visi parlemen sangat penting dan besar untuk tidak hentinya selalu mendorong pemerintah agar melakukan segala upaya tidak hanya bisnis as usual, tapi juga out of the box, melampaui daripada konsep-konsep biasa,” ujar Wakil Ketua BKSAP DPR RI ini.
-
Mengapa Indonesia menagih janji pendanaan negara maju untuk mengatasi perubahan iklim di Sidang Umum ke-44 AIPA? Pada 15th Conference of Parties (COP15) of the UNFCCC di Denmark tahun 2009, Putu mengungkap bahwa negara maju berkomitmen tujuan kolektif memobilisasi 100 miliar dolar per tahun mulai 2020 untuk aksi iklim bagi negara berkembang, yaitu aksi mitigasi terhadap perubahan iklim dan transparansi pelaksanaan. "Sehingga ini memang belum kita mampu mewujudkan. Dan harapannya jika ini tuntutan Indonesia harapannya juga menjadi tuntutan kawasan ASEAN kepada negara-negara yang maju," Putu Supadma Rudana.
-
Mengapa Presiden Jokowi menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam pengelolaan air? “Ini untuk meneguhkan komitmen dan merumuskan aksi nyata terkait pengelolaan air inklusif dan berkelanjutan,” ujar Jokowi. Hal ini dikatakan Presiden RI, karena air memegang peran penting dan sentral bagi kehidupan umat manusia. Bahkan begitu pentingnya hingga air disebut sebagai the next oil di masa depan. Begitu pula jika dilihat dari sisi ekonomi. Kekurangan air, ujar Presiden Jokowi, dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen sampai 2050.
Selain itu, kata Jokowi, tingkat kebakaran hutan di Indonesia berkurang 82 persen. Indonesia juga akan melakukan restorasi sebesar 64 ribu hektare lahan mangrove.
Kasubdit Adaptasi Ekologi Alami Direktorat Adaptasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Nuraeni menyebut ada dua aksi nyata yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi perubahan iklim, yaitu mitigasi dan adaptasi.
Mitigasi dilakukan dalam rangka mengurangi emisi, contohnya ekosistem potensial gambut dan mangrove yang bisa berperan dalam pengurangan gas emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Sedangkan adaptasi yakni upaya untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim agar potensi kerusakan berkurang, peluang yang ditimbulkan bisa dimanfaatkan, serta konsekuensi yang ditimbulkan akibat perubahan iklim bisa teratasi.
"Perubahan iklim jelas berdampak pada kehidupan, pemerintah dalam hal ini kami dari KLHK sudah mencoba identifikasi modalitas atau support system untuk memastikan komitmen kita bisa tercapai. Kita sudah mencoba menyediakan peta jalan untuk adaptasi perubahan iklim sebagai pelengkap dokumen Nationally Determined Contribution (NDC)," katanya dikutip dari Antara, Selasa (2/11).
Strategi Lainnya
Sementara itu, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menerapkan strategi 3R yaitu rewetting, revegetation, dan revitalization, guna mendukung Indonesia mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen dengan upaya sendiri atau 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.
Kepala Kelompok Kerja Kerjasama Hukum dan Hubungan Masyarakat BRGM, Didy Wurjanto mengatakan, strategi R1 (rewetting) seperti membuat sumur yakni dengan membangun sekat kanal, R2 (revegetasi) yakni menanami hutan mangrove, dan R3 adalah revitalisasi ekonomi.
Dalam pelaksanaannya, lanjut dia, BRGM melibatkan langsung masyarakat lokal agar bisa merasakan secara langsung manfaatnya, termasuk dalam peningkatan ekonomi.
"Jadi BRGM tidak hanya bekerja untuk pengendalian iklim, tapi restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove ini juga bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ini sangat penting," ujarnya.
BRGM saat ini sudah membangun 17 ribu Infrastruktur Pembasahan Gambut (IPG), 5.000 sekat kanal, serta rehabilitasi ratusan hektare ekosistem mangrove. "Paket -paket revitalisasi ekonomi juga sudah diberikan, kita kembangkan bersama masyarakat," katanya.
Melalui upaya-upaya tersebut, tambahnya, BRGM optimis jika komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim di tahun 2030 dapat tercapai.
(mdk/idr)