Ini langkah yang harus dilakukan Jokowi wujudkan proyek 35.000 MW
Jokowi harus memangkas waktu pengerjaan yang terbilang sangat singkat.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Fabby Tumiwa menilai, ada beberapa hal yang harus menjadi sorotan atau perhatian dalam megaproyek pembangkit listrik 35.000 megawatt. Proyek besar ini ditargetkan rampung pada tahun 2019, dan pengerjaannya terbilang cukup singkat.
Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah untuk memangkas waktu pengerjaan proyek tersebut.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Mengapa PLN, ACWA Power, dan Pupuk Indonesia berkolaborasi membangun proyek ini? Kerja sama ini juga menjadi bukti hubungan bilateral yang kuat antara Indonesia dan Arab Saudi.
-
Apa yang Jokowi lakukan di Lampung? Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengunjungi Lampung. Salah satu tujuan kunjungan ini untuk mengecek jalan rusak di wilayah tersebut.
-
Bagaimana PLN dan ACWA Power akan membangun proyek ini? Kesepakatan ketiga perusahaan ini akan berlangsung pada business matching di flagship event KTT ASEAN ke-43 yaitu ASEAN Indo Pacific Forum (AIPF) yang berlangsung pada 5 - 6 September 2023. Kerja sama ini juga menjadi bukti hubungan bilateral yang kuat antara Indonesia dan Arab Saudi.
-
Apa yang akan dihasilkan dari proyek kolaborasi PLN, ACWA Power, dan Pupuk Indonesia? Proyek ini akan menghasilkan hidrogen yang berfungsi sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan.
"Yang harus dipahami proyek ini pencanangannya 5 tahun tapi dimulai 2015. Ini kan sifatnya struktural. Upaya untuk memperpendek proses perizinan memperingkas, pembebasan lahan bagus kalau ada 30 persen. Lumayan di tahun pertama," kata Fabby dalam diskusi Energi Kita yang digagas merdeka.com, RRI, Sewatama, IJTI, IKN dan IJO di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (20/12).
Selain itu, perlu kejelasan payung hukum dan proses konsolidasi yang matang dan terkoordinasi dari tingkat pusat hingga ke tingkat daerah.
"Catatan kritis saya melihat konsolidasi berjalan cukup lama. Seperti Perpres penugasan dari Maret, padahal RUPTL sudah siap tinggal ditandatangani. Memang baiknya Perpres segera keluar karena itu jadi payung hukum. PLN kurang pede kalau belum ada aturan yang melindungi," jelas Fabby.
Selain itu, proyek besar ini juga membutuhkan pendanaan yang sangat besar. Alokasi pendanaan ini tidak bisa sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Oleh sebab itu, perlu dukungan iklim investasi yang positif, di tengah kondisi perekonomian global yang sedang menurun.
"Proses pendanaan kurang optimal karena susah membangunnya. Caranya memperbaiki iklim investasi. Pelayanan 1 pintu dipercepat distreamlining. Pembebasan lahan perlu dipercepat," imbuhnya.
Selain itu, rasa aman para investor untuk menanamkan modalnya di proyek listrik 35.000 MW pun perlu dijaga. Caranya adalah dengan memastikan alur pasokan dan kebutuhan.
"Upaya untuk investor secure pendanaan, kalau industrinya gak siap masuk gimana? Supply chain juga penting. Ini proyek manajemenya yang luar biasa. Kita bersaing dengan negara lain merebutkan produsen," tutup Fabby.
(mdk/idr)