Kemajuan teknologi tak angkat pengetahuan keuangan rakyat
OJK menyebut kebutaan keuangan masyarakat juga kerap menimbulkan tindak kejahatan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut pengetahuan keuangan masyarakat masih tergolong minim. Hanya 21 persen dari penduduk Indonesia melek keuangan. Angka ini tentu tak sejalan dengan majunya teknologi saat ini.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan pemanfaatan teknologi informasi di sektor jasa keuangan seharusnya dapat berkembang sehingga dapat meningkatkan akses keuangan di Tanah Air.
"Bayangkan saja jumlah telepon seluler lebih dari 270 juta atau melebihi penduduk Indonesia. Orang-orang di desa sudah memiliki telepon seluler namun survei kami mereka tak paham literasi keuangan," ujarnya di Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (19/6).
Menurutnya, ketidakseimbangan antara majunya teknologi dan pengetahuan literasi keuangan menimbulkan satu kesenjangan akses komunikasi.
"Artinya banyak masyarakat yang tidak melek finansial sehingga tentu saja tidak membuka akses keuangan masyarakat. Tentunya peran teknologi informasi sangat penting," jelas dia.
Diakui Muliaman perkembangan layanan jasa keuangan memang sulit, terlebih edukasi ke masyarakat. Kondisi ini kerap dimanfaatkan pihak-pihak tak bertanggungjawab sehingga berpotensi merugikan konsumen dan masyarakat, bahkan mengganggu sistem keuangan.
"Perkembangan layanan jasa keuangan semakin kompleks," ungkapnya.
Maka dari itu, OJK mengaku terus melakukan koordinasi dengan beberapa pihak untuk mewujudkan masyarakat melek keuangan. Salah satunya hari ini OJK dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sepakat melakukan kerja sama dalam koordinasi perlindungan konsumen produk dan layanan sektor jasa keuangan berbasis teknologi informasi dan telekomunikasi.
Baca juga:
Promosi kartu kredit & produk keuangan lewat SMS akan dihentikan
OJK janji lindungi transaksi keuangan berbasis IT
OJK minta BPR sediakan uang tunai saat puasa dan lebaran
Perkuat kinerja, OJK perdalam ilmu dari lembaga pengawas Jepang
OJK minta program edukasi keuangan dilaporkan
-
Apa yang dikatakan OJK mengenai sektor jasa keuangan Indonesia saat ini? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial. seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
-
Bagaimana OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial. seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
-
Mengapa OJK menyatakan sektor jasa keuangan Indonesia stabil? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial. seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
-
Bagaimana OJK mendorong penguatan governansi di sektor jasa keuangan? OJK telah meminta agar Industri Jasa Keuangan terus memperkuat governansi antara lain dengan penerapan manajemen risiko dan manajemen anti-fraud serta penyuapan.
-
Kenapa OJK menyelenggarakan Pasar Keuangan Rakyat (PKR) di Sumbawa Barat? Perluasan akses keuangan merupakan salah satu strategi yang efektif untuk menurunkan tingkat kemiskinan dan meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Melalui akses pembiayaan yang mudah dan murah, penciptaan pusat-pusat kegiatan ekonomi baru di berbagai daerah akan dapat terwujud,” kata Ogi, Minggu (29/10).
-
Apa kondisi sektor jasa keuangan nasional menurut OJK? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 25 Oktober 2023 menilai sektor jasa keuangan nasional terjaga stabil didukung permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga sehingga meningkatkan optimisme bahwa sektor jasa keuangan mampu memitigasi risiko meningkatnya ketidakpastian global baik dari higher for longer suku bunga global maupun peningkatan tensi geopolitik.