Kilang apung LNG di Blok Masela disebut bakal majukan ekonomi
Teknologi FLNG diklaim memiliki tingkat keamanan dan keselamatan yang dapat di terima.
Pemerintah saat ini masih menunggu hasil kajian konsultan independen kelas dunia dalam memutuskan pengembangan Blok Masela. Ditargetkan sebelum akhir tahun ini kajian tersebut selesai dan ada keputusan. Ada dua opsi dalam pengembangan Blok tersebut yakni FLNG (kilang terapung) atau kilang darat menggunakan pipa sepanjang 600 Km.
Wakil Rektor IV Bidang Penelitian Inovasi dan Kerja Sama, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Ketut Buda Artana menyarankan agar pemerintah mengembangkan kilang terapung atau FLNG. Potensi kelautan yang ditawarkan Indonesia dapat dimanfaatkan dan dikembangkan secara maksimal, dan bukan tidak mungkin akan menjadi mesin pendorong ekonomi bangsa.
-
Apa fungsi utama Gedung Kesenian Jakarta saat ini? Saat ini, gedung tersebut masih aktif digunakan sebagai lokasi pertunjukkan seni khas nusantara maupun luar negara.
-
Kenapa KEK Singhasari penting? KEK Singhasari berkonsentrasi pada platform ekonomi digital untuk bersinergi dengan perkembangan antara bisnis pariwisata dan ekonomi digital.
-
Kapan Pasar Loak Lemahwungkuk buka? Pasar ini diketahui hadir setiap hari Minggu, mulai pagi hingga siang dengan pilihan barang yang komplet.
-
Apa bentuk khas Kue Petulo Kembang? Kue petulo kembang ini terbilang unik karena bentuknya seperti mi gulung yang memiliki beragam warna.
-
Di mana Waduk Kebon Melati berada? Berlokasi di Jalan Dukuh Pinggir, Kelurahan Kebon Melati, Kecamatan Tanah Abang, Kota Jakarta Pusat, lokasi ini menampilkan pemandangan pepohonan hijau di tengah kota.
-
Kapan Waduk Kembangan buka? Jam operasional Waduk Kembangan adalah setiap hari, mulai pukul 07.00 hingga 19.30 WIB.
"Teknologi Floating Liquified Natural Gas (FLNG) memang masih terbilang sangat baru dan hingga saat ini belum ada fasilitas FLNG yang secara resmi telah dioperasikan. Indonesia menjadi satu dari sedikit negara yang dianggap memiliki kapasitas dan potensi untuk menggunakan teknologi revolusioner yang mampu memberikan akses kepada lokasi gas yang paling sulit dijangkau ini," ucap Ketut dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (22/12).
Menurutnya, kajian teknis yang ada saat ini, baik dari teknologi bangunan apung (FLNG) dan sistem pengikatannya (mooring system) sudah terbukti atau proven dapat dilakukan di Indonesia. Namun, membawa teknologi ini ke Indonesia bukanlah tanpa tantangan.
Jika proyek ini dapat berjalan sesuai rencana, hal pertama yang harus dilakukan adalah meningkatkan kapasitas galangan kapal di Indonesia, karena untuk proses finalisasi pabrikasi fasilitas FLNG ini dibutuhkan galangan kapal seluas 485 meter, sementara galangan kapal terbesar di Indonesia saat ini hanya sebesar 380 meter.
"Di masa depan, bukan tidak mungkin kita memiliki galangan kapal terbesar kedua di dunia setelah Ulsan di Korea Selatan dan memiliki kemampuan untuk berkompetisi dalam industri manufaktur perkapalan dan industri lainnya yang berbasis kelautan," katanya.
Berbagai bentuk simulasi dan pengujian di laboratorium juga telah dilakukan oleh Konsorsium Maritim untuk mengukur tingkat keamanan dan keselamatan dari FLNG ini. Hasilnya menunjukkan bahwa teknologi FLNG memiliki tingkat keamanan dan keselamatan yang dapat di terima.
"Jika ditinjau lebih jauh, industri perkapalan Korea Selatan adalah salah satu sektor penggerak perekonomian negara ini pasca perang dunia ke-II dan mampu memberikan kontribusi signifikan ke pertumbuhan industrialisasi negara serta menjadi salah satu pemain teratas global berdasarkan value dan nomor dua setelah China berdasarkan volume."
Sebelumnya, praktisi migas tergabung dalam Forum Tujuh Tiga Institut Teknologi Bandung (Fortuga-ITB) Yoga Suprapto menilai pembuatan kilang terapung atau FLNG untuk pengembangan proyek Lapangan Gas Abadi-Masela berisiko tinggi. Makanya, teknologi itu masih sedikit yang menggunakan.
"Banking, asuransi nggak mau biayai, belum proven teknologinya. Jadi bisa bayangkan Timor Leste saja menolak saat bekerja sama dengan Australia untuk lapangan gas Sunrise," kata Yoga saat ditemui di Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta, Selasa (22/12).
Hanya Shell yang saat ini tengah membangun Floating LNG Prelude di Australia. Meski kapasitasnya separuh dari rencana LNG terapung Masela, namun panjangnya mencapai hampir 500 meter, lebar 75 meter dan berat terisi 600 ribu ton.
"Penggunaan teknologi Floating LNG sampai saat ini dibiayai secara off balance sheet perusahaan besar seperti Shell," ujar Yoga.
Dia menambahkan, di lokasi yang memiliki cadangan gas relatif kecil atau tersebar di banyak yang tempat, Proyek Floating LNG bakal menghadapi dua tantangan besar. Yakni, kestabilan operasi karena goncangan kapal dan keselamatan disebabkan peralatan yang berdekatan satu sama lain.
"Sulit membayangkan Indonesia hanya menjadi kelinci percobaan," ujar Yoga.
Baca juga:
Alumni ITB: Proyek kilang apung LNG Masela berisiko tinggi
Alumni ITB tuding konsultan asing Blok Masela tak kredibel
Sering gempa, pengembangan Blok Masela tak cocok gunakan pipa gas
Konsorsium Maritim sarankan pemerintah bangun FLNG di Blok Masela
Kilang terapung bikin industri maritim Indonesia bangkit