Mirip Amerika Latin, Indonesia Berpotensi Alami Revolusi Jika Kelas Menengah Turun Kelas
Pemerintah Indonesia harus banyak belajar dari pengalaman negara lain dalam menengani permasalahan kelas menengah.
Berdasarkan data BPS, terjadi penurunan jumlah masyarakat kelas menengah pada tahun 2023 dari 23 persen menjadi 18,82 persen terhadap total penduduk di Indonesia.
Sementara persentase jumlah penduduk kelas rentan meningkat dari 18,9 persen menjadi 20,32 persen. Begitu pula masyarakat calon kelas menengah yang meningkat dari 49,6 persen menjadi 53,45 persen.
- Sekolah di Australia Hapus Pelajaran Bahasa Indonesia dari Kurikulum, Ini Penyebabnya
- Sama Seperti Indonesia, Sekolah Negeri di Amerika Paling Diminati Orang Tua karena Bebas Biaya SPP
- SEMENIT PAHAM: Kampus Luar Negeri Paling Banyak Diminati Anak Muda Indonesia
- Sampai Bikin China-Eropa Khawatir, Begini Suksesnya Hilirisasi Indonesia yang Diungkapkan Eks Mendag Lutfi
Hal ini mengindikasikan kelas menengah mengalami 'turun kelas'. Dalam kondisi demikian, Pemerintah Indonesia harus banyak belajar dari pengalaman negara lain dalam menengani permasalahan kelas menengah.
Ekonom Senior INDEF Bustanul Arifin, menyebut penurunan kelas menengah di Indonesia berpotensi menyebabkan revolusi seperti yang terjadi di Amerika Latin.
"Di beberapa pengalaman negara lain, Amerika Latin terutama, kekosongan kelas menengah juga jelek. Kalau menurun terlalu jauh dan menjadi kosong kita ngeri revolusi," kata Bustanul dalam diskusi publik bertajuk "Kelas Menengah Turun Kelas", Senin (9/9).
Bustanul menjelaskan negara-negara di Amerika Latin dengan struktur kelas sangat timpang sering mengalami tekanan dan guncangan, karena kekosongan kelas menengah. Semisal seperti yang terjadi di Columbia, Panama, Venezuela yang pernah mengalami kekosongan kelas menengah.
"Tuan tanah di sana jumlah kelas menengahnya sedikit lalu lompat ke kelas bawah yang informal, this is dangerous (berbahaya)," ujarnya.
Kelas Menengah Jantung Perkonomian Nasional
Menurutnya, jika struktur perekonomian mengalami kekosongan kelas menengah maka hal itu akan berdampak buruk terhadap perekonomian secara keseluruhan.
"Indonesia harus belajar banyak dari konteks negara Amerika Latin. Demokrasi mereka semu, apakah kita akan ke sana oligarki dan turun ke bawah?," ujarnya.
Sehingga permasalahan penurunan kelas menengah ini harus menjadi perhatian bersama. Lantaran, kelas menengah memiliki peran yang penting dalam perekonomian.
"Kelas menengah ini faktor penting dalam sosial, ekonomi, dan kita sebut sebagai peletak kualitas dari governance. Jika kelas menengahnya acuh ini trouble (masalah) dan kalau terlibat terlalu jauh juga tidak baik," ujarnya.
Selain itu, kelas menengah penting dalam menentukan perubahan terhadap perekonomian Indonesia. Kelas menengah juga memainkan peran sosial politik penting, mempengaruhi atau menentukan governansi, kualitas kebijakan dan pertumbuhan ekonomi.
Bustanul menengaskan, pada intinya kelas menengah ini menentukan perubahan terhadap perekonomian Indonesia. Selain itu, kelas menengah juga memainkan peran sosial politik penting, mempengaruhi atau menentukan governansi, kualitas kebijakan dan pertumbuhan ekonomi.
Kelas Menengah Penggerak Ekonomi
Kemudian, kelas menengah berperan besar dalam proses demokratisasi, kebijakan ekonomi, dan perbaikan aransemen dan kualitas kelembagaan. Namun, dukungan kelas menengah terhadap reforma kebijakan ekonomi dan politik hanya dapat terwujud jika kebijakan sejalan dengan kepentingan mereka.
"Apakah orang kecil tidak diperdulikan? tentu diperdulikan. Tapikan mereka (kelas menengah) sekali lagi driver, mereka penentu," ujarnya.
Selanjutnya, kelas menengah yang aktif secara politik cenderung mendukung demkorasi, walau mereka banyak tuntutan tentang kualitas pelaksanaan demokrasi itu.
"Karena mereka tidak sekedar prosedural, mereka juga ingin terlibat. Yang menarik juga kelas menengah ini antara acuh tapi sok-so'an tak mau terlibat tapi sebetulnya terlibat," pungkasnya.